Peran tim psikolog tidak dapat dilepaskan dari timnas sepakbola Indonesia di ajang SEA Games 2023. Salah satu anggota tim psikolog tersebut rupanya adalah dosen Psikologi Universitas Airlangga (Unair), Afif Kurniawan, MPsi.
Afif Kurniawan bertugas bersama dua rekan lainnya, Steven Halim dan Laksmiari Saraswati untuk memastikan kondisi psikologis atlet, mulai dari pra latihan, saat latihan, dan pra pertandingan, saat pertandingan, sampai pasca pertandingan.
Sebelumnya, Afif pernah menjadi staf pelatih bidang pengembangan psikologi atlet Persebaya selama tiga musim mulai dari 2017 hingga 2020. Dia pun pernah berkecimpung pada psikologi olahraga dan pendampingan atlet, salah satunya timnas baseball softball putri untuk Asean Games 2018.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada bidang ini, Afif juga kerap menjadi observer analisis kebutuhan psikologis tim olahraga.
Persiapan Psikologis Timnas SEA Games
Fase Pemetaan Profil
Afif menerangkan, persiapan dilakukan dua bulan jelang kompetisi sampai berakhirnya SEA Games. Dia menjabarkan, ada tiga fase di antaranya yaitu fase pemetaan profil, babak penyisihan grup, dan babak final serta semifinal.
Pada fase pemetaan profil, menurut Afif tim psikolog harus cepat dan tepat dalam memetakan profil lebih dari 50 pemain yang masuk seleksi.
Pada fase profiling ini, para psikolog perlu mengetahui latar belakang, profil keluarga, dan sebagainya. Tanpa adanya data awal ini, para psikolog tidak mungkin dapat menyusun dinamika kepribadian pemain.
Babak Penyisihan Grup
Selanjutnya, pada babak penyisihan grup, menurut Afif ada banyak komentar yang mencoba melemahkan Timnas Indonesia.
Ada banyak pihak yang mengatakan bahwa Timnas Indonesia untung, karena ada di grup yang mudah dan sudah tentu lolos ke semifinal, tetapi akan kesulitan menghadapi Thailand atau Vietnam.
"Secara tidak langsung, hal ini sebenarnya justru melemahkan sisi mental pemain terutama dari mindset. Ketika pemain menggunakan mindset ini," kata Afif.
"Maka mereka (red: pemain) akan menganggap lawan sebagai tim yang mudah, dan cenderung meremehkan. Hal yang kurang sesuai dengan mindset yang terbangun di Timnas, lantaran semua tim yang berkompetisi sama-sama bagus," lanjutnya, dikutip dari rilis laman Unair.
Afif memaparkan, para pendamping psikologis Timnas mengajak semua pemain untuk mengelola mindset memenangkan pertandingan, bukan tentang mengalahkan siapa yang jadi lawan. Di sisi lain, mereka juga membatasi kontak pemain dengan media sosial dan menerapkan pendekatan kognitif untuk mengubah mindset.
Final dan Semifinal
Pada tahap final dan semifinal, Afif menegaskan tentang ketenangan dan pengelolaan emosi yang baik pada pemain. Sebab, para pemain menginginkan membawa emas.
Kendati begitu, dalam kajian psikologi, pengelolaan semangat dan motivasi yang tidak baik akan menghasilkan performa yang berbanding terbalik.
"Terlalu bersemangat bisa meningkatkan kecemasan berlebihan dan justru membuat under performance. Maka kami melakukan pendekatan individu maupun kelompok, bersamaan dengan periodisasi latihan," tegas Afif.
Hal tersebut bertujuan agar pemain mampu menampilkan ketenangan dan kewaspadaan, juga sikap mental yang ideal dalam menghadapi pertandingan. Oleh sebab itu pemain nantinya akan mampu melakukan game plan dan memanfaatkan peluang, termasuk injury time.
Afif menerangkan, khusus menjelang final, tim psikologis Timnas sempat berbincang santai dengan para pemain.
"Kemudian pemain dengan tenang menyampaikan jika Indonesia bisa menaklukkan Vietnam dengan baik, mengapa hal sama tidak bisa pemain lakukan saat melawan Thailand? Saat itulah kami menyadari bahwa tim ini sudah memiliki mentalitas yang ideal untuk menghadapi final, dan itu terbukti dengan ketenangan mereka saat menghadapi situasi sulit," terang Afif.
Dosen Psikologi Unair ini menuturkan SEA Games adalah bentuk nyata kesehatan mental yang memengaruhi kemampuan atlet unjuk diri. Dia menilai, proses seluruh pemain dalam melawan Vietnam dan Thailand adalah gambaran bagaimana mereka mampu memperlihatkan versi terbaik dalam diri yang berkaitan dengan stabilitas emosi dan ketangguhan.
"Pemain memiliki kontrol yang bagus, bisa mengelola banyak aspek dalam kondisi tertekan, bahkan saat rekannya dikeluarkan wasit karena melakukan kartu merah di semifinal, mereka tetap mengelola diri dengan baik dan fokus pada tujuan," pungkas Afif.
(nah/nwk)