"Power of Netizen +62" adalah fenomena aktivitas digital yang kerap dilakukan warganet Indonesia dalam berkomentar untuk isu tertentu. Belum lama ini, kekuataan netizen RI muncul saat memprotes pembukaan SEA Games 2023 di Kamboja.
Warganet Indonesia ramai-ramai melayangkan protes lantaran terdapat kejadian di mana bendera sang saka merah putih justru terbalik saat upacara pembukaan Pesta Olahraga se-Asia Tenggara tersebut.
Upacara yang digelar di Stadion Morodok, Kamboja, menampilkan bendera sebelas negara peserta. Namun, hanya bendera Indonesia yang terpasang terbalik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kejadian ini kemudian menjadi kontroversi dan menyulut protes serta kecaman warganet Indonesia. Banyak yang tidak terima lantaran lambang negaranya tidak berkibar dengan semestinya.
Namun, di sisi lain, ada beberapa warganet Indonesia yang mengecam dan membalas kontroversi itu dengan memasang foto profil bendera Kamboja secara terbalik.
Hal ini pun menuai polemik. Sebab, warganet Indonesia mulanya tidak terima karena bendera merah putih terbalik. Namun, justru ada yang membalas dengan membalik bendera Kamboja yang juga lambang sebuah negara. Bahkan ada yang mengganti gambar bendera Kamboja dengan gambar lain.
Padahal gambar Kuil Angkor Wat di bendera Kamboja itu sudah berdiri sejak abad ke-12. Tentunya ini menjadi simbol tertentu dan memiliki makna tersendiri bagi masyarakat Kamboja.
Alhasil, respon baik warganet yang mulanya memprotes SEA Games 2023 karena membela lambang negaranya, menjadi berlebihan ketika sudah menghina lambang negara lain.
Salah Sasaran
Biasanya, kekesalan warganet Indonesia akan difokuskan pada sebuah akun yang menyangkut isu yang ingin diprotes. Namun, pada kasus kontroversi bendera Indonesia yang terbalik di SEA Games 2023, justru warganet salah sasaran.
Mereka bukan menggeruduk akun resmi SEA Games Kamboja atau Kementerian Olahraga di Kamboja melainkan menyerbu akun resmi Kedutaan Besar Rusia di Kamboja (@embassy_of_russia_in_cambodia) dengan 800 komentar lebih, sebagaimana dilihat detikEdu pada Jumat (19/5/2023).
Tidak hanya salah sasaran yang terlampau jauh, beberapa warganet juga memprotes dengan kata-kata kasar dan tidak pantas.
Bahkan yang terbaru, komentar masih bertambah pasca pertandingan Final Sepak Bola SEA Games yang mempertemukan Indonesia U-22 VS Thailand U-22.
Tingkat Kesopanan Pengguna Internet Terendah di Asia Tenggara
Sikap warganet Indonesia yang niat awalnya baik karena memprotes sebuah kesalahan, pada akhirnya berujung menjadi bumerang untuk negara sendiri.
Jika dilihat dari kacamata luar, tentu perilaku warganet yang salah melayangkan target protes hingga komentar yang tidak pantas, menjadi bela negara yang kebablasan.
Bahkan jika tidak diperbaiki mulai dari diri masing-masing warganet, hal ini bisa memperburuk citra pengguna internet di mata dunia.
Terlebih menurut laporan "Digital Civility Index" yang dirilis Microsoft tahun 2022, Indonesia didapuk sebagai negara dengan tingkat kesopanan pengguna internet terendah di Asia Tenggara.
Pentingnya Membangun Ekosistem Internet yang Sehat
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Prof Dr Ahmad M Ramli, menuturkan, laporan pengguna Internet dengan kesopanan yang rendah ini menjadi cerminan bagi pemerintah untuk mulai menata ekosistem pengguna internet yang baik.
"Selain infrastruktur, pemerintah juga perlu membangun ekosistem internet yang sehat. Kita bangun sinyal sedemikian rupa hebatnya, sehingga semua bisa terkoneksi. Ekosistem juga harus kita bangun, sosial budaya dan etika harus kita jaga," ungkap Prof Ramli dikutip dari laman resmi Unpad, Jumat (19/5).
Menurutnya, penerapan etika dalam menggunakan internet harus dilakukan oleh setiap pengguna internet di Indonesia.
Sebab, jika etika dijaga dengan baik, Indonesia akan lepas dari negara dengan tingkat kesopanan terendah di jagat internet.
Prof Ramli juga mengatakan Indonesia perlu didampingi sebagai negara dengan tarif internet termurah di dunia dan pengguna internet yang sangat tinggi.
"Apalagi didukung dengan jumlah pengguna ponsel pintar sebanyak 167 juta orang atau 89% dari total penduduk Indonesia. Bila dilihat berdasarkan usia, rata-rata jumlah pengguna media sosial di Indonesia berkisar antara usia 25 - 34 tahun," paparnya.
Prof Ramli menyarankan untuk dilakukan adanya pendampingan bagi anak usia sekolah saat mengakses internet.
Pendampingan orang tua juga berperan penting dalam mencegah meningkatnya sikap tidak sopan, perundungan, maupun akses terhadap konten yang tidak layak.
(faz/nwk)