Piala Dunia U-20 Batal Digelar di Indonesia, Pakar Unair: Kerugian bagi Sepak Bola RI

ADVERTISEMENT

Piala Dunia U-20 Batal Digelar di Indonesia, Pakar Unair: Kerugian bagi Sepak Bola RI

Cicin Yulianti - detikEdu
Sabtu, 01 Apr 2023 13:00 WIB
Pemain Timnas Indonesia U-20 berkumpul setelah mendengarkan kabar FIFA membatalkan penyelenggaraan Piala Dunia U-20 di Indonesia, Rabu (29/3/2023) malam.
Foto: Dok. Instagram/PSSI/Indonesia batal jadi tuan rumah Piala Dunia U-20
Jakarta -

Batalnya Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 masih menuai banyak komentar pro dan kontra dari berbagai pihak. Salah satunya dari dosen Departemen Hubungan Internasional Universitas Airlangga (Unair), Joko Susanto.

Menurutnya, pembatalan tuan rumah ajang sepak bola besar dunia ini merupakan tragedi besar bagi Indonesia. Adapun masalah ini sendiri berawal dari penolakkan kedatangan timnas Israel.

Joko menuturkan bahwa polemik tersebut dapat berdampak pada banyak aspek mulai dari olahraga, kepentingan nasional, hingga politik luar negeri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya rasa ini adalah sebuah tragedi besar bagi Indonesia. Tidak hanya dari sisi olahraganya saja, tetapi juga politik luar negeri dan kepentingan nasional," ujarnya dalam situs Unair, dikutip Sabtu (1/4/2023).

Kegagapan Beberapa Pihak Melihat Situasi Nasional

Penolakan timnas Israel datang dari berbagai pihak termasuk pejabat dan politikus. Mereka menyebut bahwa penolakan tersebut adalah komitmen dalam mendukung kemerdekaan Palestina yang merupakan amanat Presiden Soekarno.

ADVERTISEMENT

Mereka menganggap bahwa penerimaan timnas Israel sama dengan pengkhianatan terhadap pesan Soekarno. Terkait hal itu, Joko menilai bahwa anggapan pihak-pihak tersebut tidaklah relevan.

"Terlepas kita punya sejarah terkait penolakan itu, tapi saya melihat bahwa di sini yang ada justru kegagapan dalam melihat situasi internasional," terangnya.

Menurut Joko, situasi internasional kini sudah mengalami banyak perubahan. Sebelum tahun 1967, Israel merupakan negara yang kekuatannya belum teruji meski punya dukungan dari Amerika Serikat. Padahal, Liga Arab memiliki kesolidan dalam waktu yang sama.

"Dalam situasi seperti itu (sebelum 1967, red), memberi tekanan pada Israel masih menjadi sesuatu yang secara stabilitas politik memiliki prospek. Akan tetapi, setelah tahun 1967, posisi Israel itu semakin terkonsolidasi, sehingga kemudian dukungan terhadap Palestina ini harus lebih kreatif, tidak melulu sekadar mengulang cara-cara lama," terang Joko.

Menurutnya, respon penolakan beberapa pihak yang mengaitkannya dengan amanat Soekarno menurut Joko merupakan bentuk underestimate terhadap presiden pertama tersebut.

"Kita tidak bisa berandai-andai ketika misalnya Soekarno masih hidup, apakah ia akan mengambil langkah yang sama atau tidak. Tetapi, setidaknya dengan menganggap Bung Karno akan mengambil langkah yang sama, berarti kita telah meng-underestimate kemampuan Bung Karno dalam membaca perubahan," tuturnya.

Kerugian bagi Industri Sepak Bola

Dosen yang merupakan alumni London School of Economics and Political Science (LSE) ini pun menambahkan bahwa polemik ini bisa memberikan kerugian bagi industri sepak bola, misalnya pada penggemar. Mereka akan mengingat gerakan pembelaan ini sebagai sebuah masalah.

"Itu kerugian, lho. Bukan tidak mungkin, masyarakat penggemar bola akan mengingat gerakan pembelaan ini (bela Palestina, red) sebagai sebuah masalah," ungkapnya.

Joko menganggap bahwa telah adanya kegagalan dalam membaca situasi politik yang berbuntut pada kebekuan cara berpikir.

Menurutnya, membela kemerdekaan negara lain bukan berarti harus mengorbankan kepentingan nasional negara sendiri.

Saran untuk Pemerintah

Dalam keterangannya, Joko menyampaikan bahwa membela Palestina bukan berarti harus mengorbankan kepentingan nasional.

Polemik yang telah terjadi ini pun harus dapat menjadi pelajaran baik bagi pemerintah maupun masyarakat Indonesia untuk ke depannya.

"Tentu momentum ini menjadi pelajaran besar di kemudian hari, bahwa upaya mendukung dan membela negara mana pun harus tetap selaras dengan kepentingan nasional kita. Kalau tidak, ya kita akan seperti ini lagi, mengalami tragedi besar," ucapnya.

Menurut Joko, pemerintah Indonesia harus bisa lebih kreatif dalam menghadapi situasi pelik ini. Pemerintah harus bisa mengupayakan langkah strategis daripada mengedepankan emosi dan sudut pandang beku secara ideologis.

"Bagi pemerintah Indonesia, nampaknya kita harus merumuskan sudut pandang baru dalam upaya kita membela Palestina ke depan. Tragedi ini tidak boleh terulang lagi," pungkasnya.




(faz/faz)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads