Media pembelajaran tak harus mahal. Dari botol bekas pun, siswa di UPT SD Negeri 28 Indrapura bisa belajar dengan asyik dan bermakna.
Inovasi itu datang dari Lili Gusni, guru kelas 4 yang mengajarkan literasi dengan permainan "botol pintar". Lewat inovasinya, ia terpilih sebagai salah satu guru teladan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Senang mendokumentasikan media pembelajarannya ke Tiktok, Guru Lili mendaftarkan video-video inovasi pembelajarannya ke seleksi Guru Teladan Kemdikbud. Ia pun terpilih sebagai guru teladan pada kategori Cerita Inovatif dan Inspiratif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada dasarnya saya engga nyangka kalau itu menarik kan. Saya membuat media itu bahannya murah, mudah didapat, ramah lingkungan, ramah anak gitu," ujar Lili kepada detikEdu, Rabu (23/11/2022).
Cara Kerja Media Botol Pintar
Lili bercerita, mula-mula ia akan mendongeng sebuah legenda. Salah satu cerita legenda yang kerap ia bacakan adalah Bawang Merah dan Bawang Putih.
Sebelum memulai cerita, siswa mulai membuat permainan dengan media botol. Ia memilih botol-botol bekas pakai agar lebih hemat dan ramah lingkungan.
Kemudian para siswa mulai memotong botol minuman berukuran kecil dan besar. Setelah dipotong menjadi empat, setiap botol akan dijadikan botol untuk pertanyaan, botol jawaban, botol reward, dan botol hukuman.
Barulah wali kelas 4 itu membacakan cerita. Setelah selesai, siswa yang telah dibagi perkelompok akan berebut untuk maju. Setiap kelompok akan mengambil pertanyaan yang terdapat di botol kecil.
![]() |
"Nah bagi mereka yang bisa menjawabnya akan mendapat reward dari saya dan apabila tidak bisa menjawabnya akan saya beri hukuman," tuturnya.
Hukuman yang diberikan merupakan hukuman yang mendidik, seperti menyanyikan lagu Profil Pelajar Pancasila dan lain sebagainya. Kemudian untuk reward, Lili memberikan makanan kecil atau sabun yang ia bungkus dalam kemasan plastik.
Metode yang ia terapkan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia itu tuai antusiasme yang tinggi dari siswa. Lewat metode ini pula, siswa merasa dilibatkan dalam pembuatan media pembelajaran.
"Jadi mereka merasa senang dan bahagia gitu. Jadi kalo siswa sudah belajarnya dia bahagia, otomatis pembelajaran itu mudah untuk dipahami," ujar alumni Guru Penggerak itu.
Senang Menulis hingga Terbitkan Banyak Karya
Guru yang terpilih menjadi Fasilitas Daerah Program PINTAR Tanoto Foundation itu ternyata memiliki hobi menulis. Lili beberapa kali menuliskan opini yang dimuat di media massa hingga menerbitkan buku.
Karya terakhirnya berangkat dari pengalamannya mengajar di sekolah. Mengangkat tema toleransi, Lili menekankan pada pentingnya hal tersebut.
"Di lingkungan kami itu ada yang Cina, ada yang Kristen, Muslim, Budha macem-macem Jadi kalau tidak dari dini dia diajarkan toleransi itu sangat berbahaya dan rentan sekali memang di daerah kami apalagi sukunya bermacam-macam gitu," tutur guru di Kabupaten Batubara, Sumatera Utara itu.
Sempat Digaji Rp 400 Ribu
Semangat Lili menjadi guru berangkat dari lingkungan keluarganya. Besar di lingkungan guru, Lili pun bertekad menjadi guru, meski hanya digaji Rp 400 ribu waktu itu.
"Saya kan honorer dari 2004. Gaji saya itu mulai ya Rp 400 ribu," ungkapnya.
Perjuangan Lili tak sampai di situ. Ia bercerita ia harus menempuh satu jam dalam perjalanan motor untuk sampai di sekolah.
"Kalau orang di Jakarta bilang motor. Kalau orang sini bilang kereta," candanya.
Meski demikian, ia berprinsip rezeki sudah diatur. Walau jarak tempuh yang jauh, Lili bertekad membagikan ilmunya.
Jerih payah Lili pun berbuah hasil. Ia dinobatkan sebagai guru teladan Kemdikbudristek yang akan disematkan berbarengan dengan Hari Guru Nasional.
"Teruslah jadi guru yang inovatif, inspiratif, kreatif. Jangan mudah menyerah dengan keadaan," pesannya kepada guru-guru di Indonesia.
(nir/nwk)