Blak-blakan Ayah-Ibu-2 Anak Jadi Doktor Hukum Unair, Raih 3 Rekor MURI

ADVERTISEMENT

Blak-blakan Ayah-Ibu-2 Anak Jadi Doktor Hukum Unair, Raih 3 Rekor MURI

Anisa Rizki - detikEdu
Selasa, 23 Agu 2022 18:30 WIB
(ki-ka) Dr. Mitchell Hans, Dr. Michael Hans, Dr. Inge  Soesanto, dan Dr. Tandyo Hasan, sekeluarga yang meraih gelar doktor dari FH Unair
(ki-ka) Dr. Mitchell Hans, Dr. Michael Hans, Dr. Inge Soesanto, dan Dr. Tandyo Hasan, sekeluarga yang meraih gelar doktor dari FH Unair Foto: Dok. Unair
Jakarta -

Satu keluarga alumni Universitas Airlangga (Unair) mencetak rekor MURI sebagai "Keluarga Pertama Peraih Gelar Doktor Ilmu Hukum dari Perguruan Tinggi yang Sama", pada 13 Agustus 2022 lalu. Mereka adalah Dr. Tandyo Hasan dan Dr. Inge Soesanto beserta kedua putranya Dr. Michael Hans dan Dr. Mitchell Hans.

Uniknya, selain memperoleh gelar doktor Ilmu Hukum di universitas dan fakultas yang sama, keempatnya juga merupakan dosen. Mereka mengajar di Universitas Pelita Harapan, Surabaya. Selain di UPH, Tandyo dan Inge mengajar di Unair, Michael di UK Petra Surabaya.

"Kita semua juga akademisi dan mengajar di berbagai universitas," ungkap Tandyo Hasan saat dihubungi oleh detikEdu pada Senin (22/8/2022) melalui telekonferensi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelumnya, keluarga Tandyo juga memperoleh dua rekor MURI pada tahun 2009 silam sebagai "Suami Istri yang Menempuh S3 Program Doktor Bidang Studi Ilmu Hukum Secara Bersama" dan "Ayah, Ibu, dan Anak, Wisuda dalam Waktu Bersamaan di Universitas yang Sama".

Jika ditotal, kini mereka berhasil mencetak tiga rekor MURI. Penasaran dengan kisah keluarga yang satu ini? Berikut ini wawancara lengkap detikEdu dengan keluarga Tandyo Hasan.

ADVERTISEMENT

Seperti apa perjalanan pendidikan Anda sebelum meraih gelar Doktor?

Tandyo Hasan (TH): Saya itu waktu dulu masuk S1 Fakultas Hukum tahun 1977, lulus tahun 1981 dan wisuda tahun 1982. Kemudian saya masuk spesialis notariat. Waktu itu belum ada magister notariat.

Tahun 1982 itu saya ambil Spesialis Notariat di Fakultas Hukum Unair, saya angkatan ketiga. Nah, disitu saya bareng-bareng ketemu istri.

Setelah itu saya lulus spesialis notariat, saya melanjutkan ke Magister Hukum Bisnis pada tahun 2002. Selesai tahun 2004, saya masuk Magister Hukum Kenotariatan bersama istri.

Setelah lulus, tahun 2005 saya masuk lagi di S3-nya bersama dengan istri.

Sebetulnya apa motivasi keluarga Anda mengambil S3 di universitas yang sama?

TH: Tahun 2005 saya masuk S3, nah 2005 itu Michael juga kebetulan sedang menjalani S1 di Universitas Airlangga. Lalu pada 2008 saya selesai ujian terbuka bersama dengan istri (Inge Soesanto). Nah, itu para guru besar ngomong, "Ini suami istri S3 kuliahnya bareng, selesainya bareng. Ini bisa dapat MURI". Padahal kita gak kepikiran sama sekali.

Lalu kita wisuda itu April, kebetulan juga Michael sudah mengerjakan skripsi kala itu. Terus kita bilang, nanti apa bisa kita bareng-bareng wisuda sambil menerima MURI. Disitulah kita dapat MURI pertama kali, sebagai "Suami Istri yang Menempuh S3 Program Doktor Bidang Studi Ilmu Hukum Secara Bersama" dan "Ayah, Ibu, dan Anak, Wisuda dalam Waktu Bersamaan di Universitas yang Sama".

Kemudian kemarin, 13 Agustus 2022 lalu kita meraih MURI lagi sebagai "Keluarga Pertama Peraih Gelar Doktor Ilmu Hukum dari Perguruan Tinggi yang Sama", itu bersamaan dengan waktu wisuda S3 Mitchell.

Apakah sempat tebersit salah satu anggota keluarga untuk mengambil jurusan selain bidang hukum?

Inge Soesanto (IS): Waktu itu saya sempat berpikir, saya, Bapak dan Michael udah di Ilmu Hukum. Kok agak bosen ya, cobalah saya bilang Mitchell untuk pilih fakultas lain. Tapi ya akhirnya dia pilih Ilmu Hukum sampai kita ngomong, kalau mau masuk Ilmu Hukum, nilainya harus bagus.

Itu dia buktikan S1, S2, dan S3 bagus semua nilainya. Ya udah kita enggak bisa apa-apa. Kita gak pernah paksain, ini mereka yang jalani semua.

Dan sebagai tambahan informasi, selama anak-anak kuliah di Fakultas Hukum walaupun banyak yang kenal saya, saya tidak pernah mencampuri kuliah mereka. Enggak pernah saya menanyakan ke dosen, saya gak pernah meminta bantuan. Saya lepas begitu aja biar mereka bisa mengatasi sendiri.

Apa hal yang mendorong untuk terus melanjutkan jenjang pendidikan hingga ke S3?

IS: Kalau saya gini, S3 itu tempatnya saya mencurahkan unek-unek saya. S3 itu ajangnya saya untuk mencurahan apa yang saya tidak senang mengenai peraturan hukum di praktiknya seperti apa, ada gunanya atau tidak, jadi saya tuangkan semuanya di S3 itu.

Setelah masuk S3 itu semakin saya tahu bahwa S1 sangat luas, S2 dipersempit ilmunya, S3 justru lebih menyempit lagi.

Jadi kita belajar S3 itu dikira sudah S3 doktor ilmunya atau pendidikannya semakin tinggi, itu tidak benar sama sekali. Cuma kita belajar lebih sempit dan lebih mendalami sesuatu. Dari situ saya lebih paham lagi bahwa kita harus terus belajar meskipun di kehidupan maupun akademis. Semakin kita belajar semakin kita tahu banyak hal yang kita tidak tahu.

Selanjutnya>>>

Apa alasan Anda masih memilih untuk tetap mengajar sebagai dosen hingga sekarang?

IS: Pertama saya waktu itu dilamar oleh guru besar untuk mengajar. Kedua saya senang aja kembali ke kampus bersama mahasiswa bisa sharing baik itu ilmu di akademisi maupun di praktik. Jadi kita menggabungkan itu semua.

Banyak ya mahasiswa pas saya masuk kelas, saya selalu tanya kenapa masuk di MKN? Rata-rata banyak yang menjawab karena notaris selalu banyak uangnya, notaris banyak yang sukses. Nah itu saya tekankan, mau sukses, mau banyak uang itu manusiawi.

Tapi, untuk mencapai itu semua harus hati-hati apalagi di profesi notaris. Jadi saya senang jadi dosen di kampus itu untuk memberikan pengalaman saya.

Jadi intinya kalau ngajar itu rekreasi. Rekreasi ilmu dan rekreasi wawasan.

Untuk Michael dan Mitchell, adakah pressure tersendiri dalam mengikuti jejak orang tua yang advanced dalam bidangnya?

Michael: Kalau dibilang pressure sih enggak ya karena kan setiap kita kan pasti ada spesialisasi sendiri-sendiri atau bidangnya sendiri-sendiri. Misal kita ngomong hukum pun secara profesi aja juga beda-beda secara ekspertisi pun juga beda-beda. Jadi enggak bisa disamain semuanya. Jadi ya, enggak-lah saya rasa kalau pressure enggak sampai.

Mitchell: Kalau menurut saya sih kalau pressure enggak-lah, tapi pada akhirnya yang terpenting selama bisa menikmati profesi mereka pressure itu ya pastilah pada akhirnya lepas. Saya memilih menjadi pejabat pembuat akta tanah, itu memang bidang khusus tersendiri. Jadi saya merasa enjoy melakukan itu.

Apa motivasi yang sering Bu Inge sampaikan kepada anak-anak saat mereka menjalani pendidikan?

Motivasi saya buat anak-anak, biar mereka tahu juga, enggak mentok di magister. Belajar S3 itu kita mendalami hal yang tidak kita tahu. Biar tahu rasanya lulus S3 doktor tuh malah kita harus menunduk enggak boleh sombong. Karena kita tahu kalau banyak hal yang enggak kita tahu saking luasnya ilmu pengetahuan



Simak Video "Video: Haru dan Bahagia Ashanty Lulus Ujian Proposal S3 di Unair"
[Gambas:Video 20detik]

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads