Bangsa Indonesia telah memasuki usia yang ke-77 tahun. Meski sudah 77 tahun merdeka, namun tak bisa dipungkiri hingga kini Indonesia masih dihadapkan pada tantangan besar dalam membangun kesadaran berbangsa dan bernegara pada diri generasi muda.
Kondisi ini diakui pula oleh Kepala Sekolah SMPN 1 Siantan Safriza. Menurut Safriza tantangan memupuk rasa nasionalisme menjadi lebih berat untuk diterapkan pada anak-anak di tapal batas Kepulauan Anambas.
Diketahui, Kepulauan Anambas berbatasan langsung dengan perairan tiga negara sekaligus yakni Malaysia, Vietnam, serta Thailand. Posisinya yang berada di ujung negeri, kata Safriza, mendorong maraknya interaksi dengan budaya asing, yang berpotensi mengikis budaya dan kearifan lokal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kebudayaan dari luar (itu) memang sering masuk. Kan dekat. Jadi nyasar sedikit saja kapalnya sudah melenceng ke negara orang," kata Safriza kepada Tim Tapal Batas detikcom.
Dikatakannya, jarak antara Kepulauan Anambas tak begitu jauh dengan Singapura. Bahkan, terbilang lebih dekat ketimbang jarak menuju ibu kota Provinsi Kepulauan Riau di Tanjung Pinang, yang bisa mencapai 8 jam perjalanan menggunakan kapal ferry.
"Kita ini berbatasan dengan Singapura. Mungkin jarak antara ibu kota provinsi dengan negara tetangga, lama perjalannya sama. Informasi juga banyak dari daerah sana (Singapura)," katanya.
"Jadi kami lebih kenal dengan orang tetangga," imbuhnya.
Adapun yang cukup terasa yaitu pengaruh budaya Singapura terhadap perkembangan tren busana di Kepulauan Anambas. Safriza menyebut anak-anak muda kebanyakan menjadikan Singapura sebagai salah satu 'kiblat' fesyen.
"Anak-anak tahu tren (model pakaian) di sana. Singapura kan terkenal sebagai negara maju, tren-tren model (juga) maju," tutur dia.
Karena itu dia menilai sudah menjadi tugas utama para guru sebagai pendidik untuk memperkuat nilai-nilai nasionalisme di kalangan pelajar. Hal ini supaya identitas serta budaya bangsa Indonesia tetap melekat, meski di tengah derasnya gempuran kebudayaan dari negara tetangga.
"Inilah tugas kita sebagai guru (untuk) memperkenalkan Indonesia. Jangan sampai negara tetangga dikenal, tapi negara sendiri dia kurang (mengenal). Memang kita (guru-guru di sini) tetap memperkenalkan kebudayaan kita (Indonesia)," terangnya.
Guna menanamkan budaya lokal kepada siswa SMP, Safriza mengatakan sekolah sempat terlibat dalam program Sekolah Bela Negara, yang diperuntukkan bagi sekolah di perbatasan RI.
"(Jadi) anak diperkenalkan cinta Indonesia, (bisa) tahu kondisi alam Indonesia. Itu salah satu cara memperkuat patriotisme (dalam diri) anak-anak," katanya.
Di samping itu, pihak sekolah juga menggencarkan aktivitas upacara bendera, serta pemutaran lagu nasional dan lagu daerah. Kegiatan ini rutin digelar setiap minggu. Tidak hanya itu, guru-guru juga memajang poster yang menggambarkan tarian daerah serta sosok pahlawan nasional. Harapannya upaya tersebut dapat membangkitkan rasa cinta terhadap Tanah Air dalam diri siswa.
"Hari Senin biasa ada upacara, itu kan salah satu bentuk cinta Tanah Air juga. (Lalu setiap hari) Rabu, kita menyanyikan lagu nasional dan lagu-lagu daerah. Ini program pembelajaran pertama, sebelum anak belajar, (mereka) menyanyikan lagu selama 10 menit. Itu wajib, setiap minggu ada," paparnya.
Wanita yang sudah mengajar selama 24 tahun ini juga mengakui pemerintah pusat menaruh perhatian besar kepada nasib anak-anak di pulau terdepan. Sehingga meringankan peran dan tugas yang dipikul guru dalam menumbuhkan semangat nasionalisme.
"Pemerintah kan juga menggencarkan bagaimana sikap menghadapi kemajuan negara orang. Bagaimana anak menyikapi budaya yang masuk. Pelan-pelan juga sudah disosialisasi," tuturnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan kondisi pendidikan di Kepulauan Anambas sudah jauh lebih baik jika dibandingkan dengan puluhan tahun silam. Hal ini terlihat dari jumlah siswa yang terus meningkat. Diketahui saat ini sebanyak 152 siswa aktif yang mengenyam pendidikan di SMPN 1 Siantan.
![]() |
Selain dari jumlah siswa, kemajuan pendidikan juga terlihat dari penggunaan teknologi seperti internet dan komputer, yang sudah menyentuh pulau-pulau kecil di Anambas.
"Pendidikan sudah sangat maju, sudah jauh sekali berbeda," katanya.
Tak hanya dari pemerintah, kata dia, sekolah juga kerap mendapatkan bantuan dari pihak lainnya seperti swasta dan BUMN. Salah satu BUMN yang hadir yaitu PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang menyumbang sarana dan prasarana kebersihan untuk menunjang kegiatan belajar. Safriza mengatakan BRI juga memberikan layanan pembukaan rekening tabungan untuk para siswa. Dengan begitu siswa SMPN 1 Siantan bisa mulai diajarkan menabung sejak dini.
"Selain itu (dari BRI) ada tabungan simpanan belajar untuk membiasakan anak menabung. Setelah itu ada petugas datang. Nanti anak disuruh nabung sendiri di bank. Karena anak suka lupa (bawa) uang untuk ditabung," tuturnya.
Di sisi lain, Kepala BRI Unit Tarempa Farid mengatakan pihaknya melalui Teras BRI Kapal berupaya mengedukasi agar siswa di pulau-pulau kecil yang ada di Kepulauan Anambas dapat menabung sejak dini. Farid mengaku bersyukur karena layanan simpanan di Teras BRI Kapal disambut antusiasme positif dari masyarakat setempat, mulai dari orang dewasa hingga anak-anak.
"(Setiap) ada jadwal kapal ke sana, anak-anak dengan antusias membawa uang celengan, uang tabungan. Itu suatu kepuasan untuk kita lah. Antusias warga mulai dari orang tua hingga anak-anak luar biasa dengan adanya kapal kita," tandasnya.
detikcom bersama BRI mengadakan program Tapal Batas yang mengulas perkembangan ekonomi, infrastruktur, hingga wisata di beberapa wilayah terdepan Indonesia. Untuk mengetahui informasi dari program ini ikuti terus berita tentang Tapal Batas di tapalbatas.detik.com!
(ega/ega)