Wanita yang tidak henti-hentinya menebarkan manfaat kepada sesama, begitu mungkin gambaran yang tepat untuk sosok Nurhayati Subakat. Dia adalah pengusaha yang meletakkan kepedulian sebagai kunci untuk kesuksesannya.
Sebanyak 9 brand kosmetik telah dilahirkan oleh perusahaan yang dia dirikan 37 tahun silam, PT Paragon Technology and Innovation. Kesembilannya adalah Putri, Wardah, Make Over, Emina, Kahf, LaborΓ©, Biodef, Instaperfect, dan Crystallure.
Kesuksesan pengusaha yang masuk dalam daftar 25 pebisnis wanita paling berpengaruh di Asia versi Majalah Forbes 2018 ini tak lepas dari didikan kedua orang tuanya di Padang Panjang, Sumatera Barat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lahir dan Dibesarkan di Keluarga Berpendidikan
Pada 72 tahun lalu, tepatnya tanggal 27 Juli 1950 Nurhayati lahir dari pasangan Bapak Abdul Muin Saidi dan Ibu Nurjanah. Abdul Muin ialah tokoh Muhammadiyah Padang Panjang, Sumatera Barat. Dia juga dikenal sebagai orang berpendidikan tinggi pada masa itu.
Anak keempat dari delapan bersaudara ini mengenang sosok Abdul Muin dan Nurjannah sebagai orang yang visioner. Beliau, kata Nurhayati, sudah menyampaikan imtaq (iman dan taqwa) dan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) sejak tahun 60-an.
"Orang tua saya, saya rasakan seorang yang visioner ya. Beliau tahun 60-an sudah menyampaikan imtaq dan iptek," ujar Nurhayati dalam Fellowship Jurnalisme Pendidikan Batch IV yang diselenggarakan oleh Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan berkolaborasi dengan PT Paragon Technology and Innovation, Rabu (9/3/2022).
Saat duduk di bangku SMP, ayah Nurhayati berpulang ke rahmatullah. Ia dan tujuh saudaranya berada dalam didikan sang ibu yang tetap mengutamakan pendidikan. Bahkan, ibunya mampu menyekolahkan kedelapan anaknya hingga lulus perguruan tinggi.
Nurhayati sendiri merupakan lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia mengambil jurusan farmasi tahun 1975 dan menyabet gelar sebagai lulusan terbaik. Setahun berikutnya ia melanjutkan pendidikan profesi apoteker dan gelar yang sama ia dapatkan kembali.
Lahir dan dibesarkan di keluarga berpendidikan menjadikan Nurhayati paham betul pentingnya menuntut ilmu. Ini yang kemudian mendorongnya untuk terus berinovasi dalam melahirkan produk-produk baru di perusahaannya.
Dulu Gagal Daftar Dosen Kini Jadi Pengusaha Sukses
Siapa sangka di balik kesuksesannya, Nurhayati ternyata harus melewati serangkaian kegagalan. Ia yang merupakan lulusan terbaik profesi Apoteker ITB ini ditolak tatkala melamar sebagai dosen--impian ibundanya--di almamaternya sendiri.
Mau tidak mau, wanita pertama yang menerima gelar Dr. (HC) sepanjang sejarah 1 abad ITB ini dengan bersusah payah mencari pekerjaan. "Susah sekali waktu itu," kenangnya.
Ia sempat bekerja di sebuah apotek sebagai tenaga honorer dengan gaji Rp 20 ribu sebulan. Angka tersebut masih berada di bawah UMR kala itu. Kondisi ini dijalaninya hingga akhirnya dia bertemu dengan sang suami dan pindah ke Jakarta.
Di Kampung Melayu, kala itu, lagi-lagi lamaran kerjanya ditolak. Pantang mundur, Nurhayati terus berusaha mencari pekerjaan lain. Akhirnya ia diterima di salah satu perusahaan Jerman dengan gaji 3-4 kali lipat dari lamaran sebelumnya.
Lima tahun bekerja, ibu tiga anak ini memutuskan untuk keluar karena merasa tidak cocok dengan pemimpin perusahaan. Dari sinilah jiwa bisnis Nurhayati muncul.
Ia memulai bisnis rumahan dengan dua karyawan yang merupakan asisten rumah tangga kala itu. Berbekal ilmu yang ia dapatkan dari kuliah dan selama bekerja, Nurhayati menemukan formula untuk produk yang berkualitas namun ramah di kantong.
Saat ini bisnis Nurhayati telah menjadi pemimpin pasar dengan pabrik seluas 20 hektar dengan lebih dari 12 ribu karyawan yang ia sebut paragonian. Pusat distribusinya kini telah mencapai 41 unit.
"Sekarang saya bilang, untung saya nggak keterima jadi dosen, untuk saya ketemu CEO yang galak," ucap Nurhayati sembari tertawa kecil.
"Saya menjadi pengusaha ini nggak by design tapi by accident," tambahnya.
Selanjutnya Rahasia Kesuksesan Paragon>>>