Olimpiade Tokyo 2020 masih menyimpan banyak cerita menarik di baliknya. Salah satunya tentang kisah sejumlah atlet perempuan yang juga sukses merangkap jadi ilmuwan di negara masing-masing.
Mengutip dari BBC Indonesia, analogi yang tepat bagi para atlet ini adalah, satu kaki di tempat latihan dan satu lagi di laboratorium. Inilah ketujuh atlet sekaligus ilmuwan tersebut.
- 1. Anna Kiesenhofer (Austria)
![]() |
Kiesenhofer memberikan kejutan di cabang olahraga balap sepeda jalanan perempuan, Olimpiade Tokyo 2020. Pembalap ini mampu meraih medali emas, kendati berlatih tanpa pelatih khusus ataupun dukungan dari tim profesional.
Pembalap berusia 30 tahun ini juga sebelumnya tidak masuk daftar unggulan di cabang olahraga balap sepeda. Nyatanya, Kiesenhofer justru menyentuh garis finish lebih dulu dibanding juara dunia Annemiek van Vleuten.
Di luar olimpiade, Kiesenhofer merupakan seorang ilmuwan matematika dari Technical University of Vienna, Austria dan Cambridge University, Inggris. Ia juga seorang peneliti sekaligus dosen di Technical University of Lausanne, Swiss.
- 2. Hadia Hosny (Mesir)
![]() |
Sayang sekali Olimpiade Tokyo 2020 kemungkinan jadi ajang terakhir Hosny. Pasca tersingkir dari penyisihan grup bulutangkis putri, dirinya mengisyaratkan gantung raket.
"Besar kemungkinan ini menjadi Olimpiade terakhir bagi saya. Sungguh bikin stres harus bepergian ke semua turnamen sembari mempertahankan posisi yang bagus di peringkat dunia," demikian dilansir dari laman Komite Olimpiade Internasional (IOC), seperti dikutip dari BBC Indonesia.
Setelah pensiun, ia akan kembali fokus pada karier akademiknya. Saat ini Hosny adalah seorang asisten profesor di British University of Egypt.
Hosny meraih gelar magister bio-kedokteran di Universitas Bath, Inggris serta doktor farmakologi di Universitas Kairo, Mesir. Ia sudah melakukan penelitian dan menerbitkan berbagai artikel ilmiah tentang dexamethasone, yakni obat anti-inflamasi yang digunakan untuk mengobati berbagai penyakit.
Dalam waktu ke depannya, Hosny juga akan sibuk sebagai politisi karena ia juga merupakan anggota parlemen Mesir.
- 3. Gabby Thomas (Amerika Serikat)
![]() |
Atlet dengan sapaan akrab Gabby ini dikenal sebagai wanita tercepat ketiga di dunia untuk nomor 200 meter. Gabby memenangkan medali perunggu di Olimpiade Tokyo 2020
Di samping kesibukan latihan dan mengikuti kompetisi, Gabby juga sudah menempuh studi Neurobiologi dan Kesehatan Global di Universitas Harvard. Sekarang, Gabby sedang mempelajari bidang Epidemiologi dan Manajemen Kesehatan di jenjang master Universitas Texas, Austin.
Dalam penelitiannya, Gabby tertarik meriset ketimpangan rasial dalam akses layanan kesehatan di Amerika Serikat.
- 4. Charlotte Hym (Prancis)
![]() |
Ketika masih berusia 12 tahun, Hym terkagum dengan orang-orang yang bermain skateboard di dekat rumahnya di Paris. Dilansir dari laman resmi IOC, atlet 28 tahun tersebut mengatakan, "Kelihatannya keren banget dan saya ingin melakukan hal yang sama."
Olimpiade Tokyo 2020 adalah ajang debut bagi Hym, meskipun ia tidak bisa melaju hingga final.
Di luar ini, Hym memiliki gelar Doktor Ilmu Saraf. Dirinya melakukan penelitian efek suara ibu terhadap perkembangan keterampilan motorik bayi yang baru lahir.
5. Louise Shanahan (Irlandia)
![]() |
Shanahan memiliki angan-angan melaju ke Olimpiade Paris 2024. Namun, impian atlet berusia 24 tahun ini ternyata terwujud lebih cepat.
Ia berhasil mendapat tempat untuk lomba lari putri 800 meter di Olimpiade Tokyo 2020, meskipun tidak lolos babak penyisihan.
Dengan masih memegang cita-cita untuk mengikuti Olimpiade 2024, Shanahan kini tengah kembali ke kehidupan akademisnya, khususnya dalam bidang fisika kuantum.
Shanahan adalah lulusan Universitas Cork di Irlandia dan kini ia sedang menjadi mahasiswa jenjang doktor Universitas Cambridge, Inggris.
Minat utama Shanahan adalah fisika medis. Sambil belajar, dirinya juga sedang mengembangkan perangkat yang berfungsi memperbaiki diagnosis dan perawatan kanker.
"Saya ingin punya dua karier karena, saat situasi di laboratorium sedang tidak baik, saya bisa bilang ke diri sendiri bahwa saya seorang pelari dan itu hal yang bagus," demikian kata Shanahan pada harian Cambridge Independent, seperti dikutip dari BBC Indonesia.
"Kini, saat tampil buruk di atletik, saya bisa selalu menganggap diri jadi ahli fisika kuantum," ujarnya.
Klik selanjutnya>>>
Simak Video " Ketua KOI: Fasilitas Olimpiade 2036 di IKN Akan Jadi yang Terbaik di Dunia"
[Gambas:Video 20detik]