Seperti diberitakan oleh Ditjen Dikti, kini Syafiq harus rela menetap di kantor MCCC di Kotagede atau kantor BPBD DIY, dan meninggalkan keluarganya di Sleman untuk sementara.
Dalam timnya, Syafiq tidaklah sendiri. Ia juga ditemani beberapa rekan sesama mahasiswa seperti dirinya. Para relawan ini melakukan berbagai kegiatan seperti dekontaminasi, penjemputan, dan pemakaman jenazah COVID-19.
Meski sibuk menjadi relawan, bukan berarti Syafiq dan kawan-kawannya berhenti melaksanakan kewajiban studi. Ia dan tim tetap melakukan perkuliahan daring dari kantor.
Dalam menjalankan tugasnya, Syafiq dan tim rupanya melalui banyak kesulitan. Pasalnya, masih banyak warga yang menolak jenazah COVID-19 untuk dimakamkan di lingkungannya.
Ia dan teman-temannya juga turut merasakan kesulitan bernapas karena pemakaian alat pelindung diri (APD) yang rapat.
Syafiq mengaku, keputusannya bergabung sebagai relawan COVID-19 ini adalah inisiatifnya sendiri. Meskipun dirinya tahu, bahwa tugasnya amat berat dan tidak mendapatkan tunjangan.
Syafiq dan timnya juga membentuk pusat layanan aduan bagi pasien isolasi mandiri (isoman). Tujuannya, agar dapat memfasilitasi kebutuhan dan persiapan isoman pasien COVID-19.
Sebab, Syafiq dan teman-teman banyak melihat pasien COVID-19 yang meninggal saat isoman, ditambah beberapa kasus di mana kondisi kesehatan mental mereka juga ikut terpuruk. Hal ini dikarenakan terbatasnya akses kesehatan sementara kasus COVID-19 melonjak pesat.
Layanan tim relawan COVID-19 yang terdiri atas Syafiq dan kawan-kawannya ini bekerja sama dengan beberapa universitas, contohnya (Universitas 'Aisyiyah) UNISA Yogyakarta, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), dan Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta.
(pay/pay)