Raih Beasiswa di dua kampus sekaligus menjadi prestasi dan tantangan tersendiri bagi Bulan Sugiarto. Sejak September 2020, Bulan berkesempatan belajar di Ghent University & KU Leuven, Belgia.
Usahanya dalam menembus program IUPFOOD (Inter-University Program of Food Technology) dan mengambil jurusan Teknologi Pangan pun menemui kerja keras yang panjang. Termasuk persyaratan yang masih belum terpenuhi.
"Jujur untuk kebutuhan IELTS (uji coba kemampuan Bahasa Inggris) sempat tidak lolos karena ada satu komponen yang belum terpenuhi," ungkap Bulan pada detikEdu (18/05) dalam Lipsus detikcom dengan PPID (PPI Dunia).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski sempat khawatir karena ada kendala pada persyaratan kemampuan bahasa, perempuan asal Kebumen tak menyerah begitu saja. Ia bekerja keras melakukan test ulang, persiapan berkas/dokumen, hingga ujian lagi.
"Karena sudah lulus dari Universitas Sebelas Maret dan menetap di kebumen jadi saat mengurus berkas harus bolak-balik dari Kebumen ke Solo," lanjut Bulan.
Pada akhirnya setelah melakukan test ulang, Bulan berhasil raih beasiswa pada program Internasional Ketahanan Pangan, bahkan pada dua kampus sekaligus. Meski begitu, kerja kerasnya belum berhenti karena masih harus melengkapi dokumen pemberangkatan ke Belgia.
"Sudah diterima bukan berarti sudah aman tinggal berangkat. Masih ada pengurusan dokumen ke Kementerian Luar Negeri, sedangkan kantor kementerian ada di Jakarta. Jadi saya harus ke sana saat itu. Apalagi di saat pandemi seperti ini jam kerja di kantor juga berubah jadi saya harus menyesuaikan lagi," ucapnya.
![]() |
Meski tak mudah kuliah di dua kampus, namun Bulan punya harapan lebih di bidang teknologi pangan terutama terkait persoalan pangan di Indonesia.
"Awalnya aku ingin berangkat ke luar negeri untuk kuliah karena aku lihat di Indonesia banyak komoditas pangan yang masih belum diolah secara maksimal. Padahal sebagai negara pertanian, produksi makanan sangat melimpah dan varietasnya juga unggul, tapi masih belum maksimal dalam hal pengolahan. Maka dari itu aku tertarik untuk belajar," papar Sarjana Universitas Sebelas Maret ini.
Ketertarikannya terhadap umbi-umbian sejak dulu membawa perempuan asal Jawa Tengah ini terus memikirkan bagaimana cara memaksimalkan pengolahan pangan di Indonesia.
Apalagi menurutnya, Indonesia hanya mampu ekspor umbi-umbian dalam bentuk kering saja. Padahal kalau bisa sampai proses ekstrak komponennya, nilai jual bisa 200 hingga 300 kali lipat.
![]() |
"Sangat disayangkan kenapa tidak bisa mengolah sendiri. Dari hal itu saya mempelajari bahwa sebenarnya kita bisa membuat ekstrak sendiri agar hasil olahan pangan lebih maksimal," tambahnya.
Pada akhir ceritanya ke detikEdu, Bulan mengaku belum puas jika hanya raih beasiswa kuliah di Belgia. Ia berharap suatu saat ingin kembali ke Indonesia untuk berpartisipasi memaksimalkan pengolahan pangan di Indonesia.
(lus/lus)