Ramadhan 2021 ini tahun kedua Jihan Nabillah Hanun berpuasa di Taiwan. Jihan adalah mahasiswa S2 semester 3 jurusan teknik lingkungan Chung Yuan Christian University (CYCU).
Hari-hari Jihan sebagian besar diisi dengan praktikum microplastic dan menulis tesis sambil puasa Ramadhan 2021.
Menjelang berbuka pukul 6.30 malam, jika tidak ada jadwal kuliah, Jihan menyempatkan pulang ke kos yang berlokasi dekat kampus dan memasak untuk buka dan sahur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selesai berbuka, Jihan kembali ke kampus untuk tarawih berjamaah dengan teman-teman muslim. Kemudian melanjutkan menulis tesis di ruangan mahasiswa S2.
Jihan bercerita, masjid terdekat dari kampus berlokasi di Longgang, sekitar 15-20 menit naik bus jika tidak macet dan setengah jam kalau macet. Beruntung, ia dan teman-teman muslim diperkenankan menggunakan ruang terbuka di gedung perkuliahan untuk sholat tarawih berjamaah.
Jika gerimis atau hujan, mereka pindah sholat ke ruang diskusi yang kerap dijadikan ruang ibadah oleh mahasiswa jurusan Jihan.
"Sempet kaget kepala jurusan tekling (teknik lingkungan) bolehin pakai ruangan untuk jamaah karena susah banget buat dapat ruangan sholat. Kampus lain mungkin enggak berkenan. Tarawih di sini pukul 8-9 malam, jadi masih ada orang di gedung. Sementara suara kami cukup keras saat sholat," ungkap Jihan pada detikcom, seperti ditulis Rabu (21/4/2021).
Teman-teman jurusan lain juga ikut sholat tarawih di sana. "Lumayan banget berasa kebersamaannya, karena dulu (tahun lalu) belum boleh kumpul sholat jamaah (karena pandemi), sepi," tambahnya.
Toleransi beribadah juga dirasakan teman-teman laki-lakinya di gedung perkuliahan lain. Mereka diperkenankan sholat jumat di salah satu ruangan kosong di gedung Engineering. "(Mereka) Minta untuk ibadah, untuk kumpul sesama muslim. Dikasih sampai kunci-kuncinya," kata Jihan.
Jika waktu sholat bertepatan dengan jadwal perkuliahan, mahasiswa muslim juga diperbolehkan untuk sholat dan berbuka sebentar dengan air putih dan kurma bekal teman-temannya. Jika gedung perkuliahan tidak cukup, ia juga diperbolehkan memanfaatkan ruang kosong di dekat lift untuk menggelar tikar dan sholat.
Jihan menuturkan, memang ada yang melihatnya saat sholat di ruang publik. Kendati demikian, profesor dan teman-temannya tidak komplain.
"Kadang ditanya, 'kamu enggak makan sampai jam berapa? Enggak lelah, enggak haus, enggak laper?' Hari pertama puasa itu mereka pada menyemangati buat puasa," tutur perempuan kelahiran Sidoarjo, 28 Februari 1997 ini.
Teman-teman mahasiswa di kampusnya juga kerap mendahulukan mahasiswa muslim untuk diberikan kompor ketika ada kakak angkatan yang lulus dan pindah dari kos. Jihan menuturkan, mereka mengalah karena tahu mahasiswa muslim harus lebih sering masak dengan tempat kuliner sekitar yang lebih banyak berbahan non halal.
Jihan menuturkan, sayur hingga tofu bisa didapat di supermarket. Sementara bahan makanan khas Indonesia bisa didapat di toko di daerah Zhongli. Daging-dagingan halal bisa dibeli di sebuah supermarket dan Pasar Longgang.
"Harga di Pasar Longgang lebih miring. Ada orang Indonesia yang jual daging halal di sana," terang Jihan.
Cuaca musim semi yang bersahabat memudahkannya bersepeda 10-15 menit untuk berbelanja. Ia menyewa sepeda dari station U-Bike di kampus, lalu pulang dengan sepeda dari station di dekat toko dan pasar.
Jihan biasa menyiapkan makanan berbuka sekaligus sahur sepulang dari kampus. Menunya khas Indonesia, mulai dari tumisan kacang panjang, sop, sampai soto. Ia menuturkan, ada restoran vegetarian dekat CYCU juga untuk alternatif makanan halal terdekat.
Puasa saat pandemi
Jihan menuturkan, regulasi protokol kesehatan kini sudah lebih longgar dibanding Ramadhan tahun lalu. Ia tidak diwajibkan lagi memakai masker kecuali di transportasi umum.
Tahun lalu, ia harus berkuliah daring dan tarawih sendiri di kos. Kedai makanan juga kebanyakan tutup total. "Orang-orang di sini patuh sekali, tidak ada yang keluar rumah saat angka kasus positif tahun lalu naik," tutur alumnus SMAN 1 Sooko, Mojokerto ini.
Kondisi ini membuat dia lebih rindu rumah. Beruntung, tahun ini ia sudah lebih leluasa beribadah dan berkuliner bersama teman-teman muslim di CYCU.
Jihan biasanya melepas rindu makan makanan Indonesia bersama teman-teman di daerah Zhongli dan Longgang.
Jihan bercerita, kuliner di Zhongli di antaranya ayam geprek kesukaannya, bakso halal di kedai makanan Formosa, lontong sayur, dan pempek. Sementara di Longgang ada niu rou mian, semacam mie daging sapi halal dan nasi uduk, nasi kuning, opor ayam, dan makanan relatif murah lainnya di prasmanan Bu Wati.
Pasar malam dekat kampusnya juga sudah mulai kembali buka sejak siang sampai tengah malam. "Ada stingy tofu di sana, favorit. Meskipun bau, tapi teksturnya seperti tahu khas Indonesia," tuturnya tertawa.
Aktivitas bersama teman-teman membantu Jihan mengurangi rasa rindunya pulang ke Indonesia. Dua tahun terakhir, alumnus teknik pengolahan limbah Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Jawa Timur ini masih tidak disarankan untuk pulang ke Indonesia mengingat angka kasus positif Covid-19 yang masih tinggi.
Di sisi lain, biaya tiket yang naik dua kali lipat, masa karantina berbayar, dan isolasi mandiri sekembalinya ke Taiwan membuat Jihan berpikir ulang untuk pulang ke Indonesia. Karenanya, ia bertahan melewati puasa Ramadhan hingga kelulusan di perantauan.
"Menunggu harga tiket turun dan kondisi membaik saja," demikian Jihan.
Simak Video "Video: Banjir dan Longsor Terjang Taiwan, 4 Tewas-Ribuan Dievakuasi"
[Gambas:Video 20detik]
(nwy/nwy)