Kisah Puasa Mahasiswa Indonesia di China : Sahur dan Buka Bersama di Asrama

ADVERTISEMENT

Puasa di Negeri Rantau

Kisah Puasa Mahasiswa Indonesia di China : Sahur dan Buka Bersama di Asrama

Trisna Wulandari - detikEdu
Rabu, 14 Apr 2021 11:06 WIB
Fira (tengah) mahasiswa Indonesia yang berkuliah di China
Foto: dok. Pribadi/Kisah Puasa Mahasiswa Indonesia di China : Sahur dan Buka Bersama di Asrama

Musim semi tahun ini, waktu berbuka di Yangzhou sekitar pukul 6.31 sore. Waktu puasanya sekitar 15-16 jam. Sedikit lebih pendek daripada Ramadan tahun lain yang jatuh di musim panas karena lebih cepat imsak dan lebih lama waktu berbuka.

Jika sedang masak sendiri, Fira sudah bersiap sejak pukul 6 sore. Jika makan di kantin, harus lebih cepat lagi. "Kalau tidak, harus desak-desakan sama anak lokal di sini," kata Fira.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sayur bening dan tumis biasa dibuat Fira bersama teman-temannya untuk berbuka. Bahannya dibeli di swalayan kecil dekat kampus. Kata Fira, harganya relatif lebih murah dan masih segar-segar, di samping dekat.

Sementara untuk sahur, Fira mandiri masak sendiri malam sebelumnya di dapur umum asrama yang buka pukul 6 pagi-11 malam. Sahurnya sendiri sekitar jam 3 dini hari, imsak jam 4.10 pagi.

ADVERTISEMENT

Terkadang menunya sayur tumis, telur goreng, atau nasi goreng. Kalau bareng teman-teman asal Indonesia lainnya, ia biasa buat lebih banyak menu, mulai dari soto ayam sampai sayur asem.

"Yang penting itu lebih banyak buah seperti jeruk, apel, dan lain-lain karena di sini lumayan murah juga. Dan paling banyak minum air putih," tutur Fira.

Rindu masakan rumah dan suasana buka bareng keluarga kadang hinggap. Obatnya berbuka dan sahur dengan teman-teman sesama muslim. Di asrama Fira, ada mahasiswa dari Rusia, Amerika, Thailand, Uzbekistan, Afrika, dan lainnya. "Alhamdulillah ruangan kamar juga lumayan besar, jadi bisa muat banyak orang," kata Fira.

Fira bercerita, memang kini tinggal 11 mahasiswa asal Indonesia yang masih berkuliah di kampus, sisanya mudik ke Indonesia selama pandemi. "Untungnya mahasiswa dari berbagai negara itu satu asrama, jadi masih ramai," kata Fira.

Memang, karena pandemi, suasana Ramadan tak seramai dulu. Teman-teman Fira yang mudik ke Indonesia belum boleh kembali ke China. "Saya berharap mereka bisa balik secepatnya dan bisa sahur dan buka bareng," kata Fira.

Fira sendiri bertahan di Yangzhou karena ingin terus melanjutkan studi bersama teman-temannya yang memilih tinggal, di samping biaya pulang yang saat itu baginya sangat mahal.

Ia bercerita, teman-temannya yang kembali ke Indonesia harus menunda studi karena sampai sekarang belum dapat mengikuti kuliah online. "Di China sangat tertutup, jadi ada beberapa dosen yang tidak tahu cara menggunakan aplikasi selain aplikasi dari China sendiri," kata Fira.

Di antara berbagai suka-dukanya di perantauan, terutama di tengah pandemi dan di tiap Ramadhan, mahasiswa peraih institutional scholarship ini teguh pada pilihannya belajar e-commerce di negeri China. Ketekunan dan kemahiran orang China berbisnis memudahkan Fira bertanya pada teman-teman mahasiswa lokal, seperti bisnis ekspor-impor.

Fira mencontohkan, ia hanya perlu tanya ke teman-temannya lokasi toko pakaian atau barang murah. Atau, tinggal ke kota Guangzhou untuk cari barang yang ingin dijual. Lebih mudah lagi, barang ini juga bia dibeli online. "Setelah itu, cari ekspedisi, dan bisa kirim ke Indonesia untuk dijual kembali dengan harga yang jauh lebih mahal," ceritanya.

Di samping itu, kelas praktik tatap muka yang full berbahasa pengantar Mandarin juga membuatnya dapat bertanya dengan mahasiswa lokal jika ada yang tak ia pahami. Ditambah tahun depan akan lulus, ia semakin mantap untuk tidak pulang di libur summer dan winter tahun ini. "Lumayan menghemat biaya pesawat," kata Fira.

Lebaran tahun lalu, Fira juga tak pulang ke Indonesia karena bandara masih ditutup. Ia biasa melepas kangen via video call dengan keluarganya, berkirim kabar keseharian dan nasihat.

Setelah itu, Fira akan menghabiskan waktu dengan sesama mahasiswa saat buka puasa. Berkeluh kesah, saling menguatkan, saling dukung, dan saling bantu. "Karena bagi saya anak Indonesia yang sama-sama merantau adalah keluarga sendiri," tuturnya.

Kalian punya pengalaman puasa di negeri orang? Kirim tulisan dan foto ke email timeless@detik.com dengan subjek: Puasa di Negeri Orang. Jangan lupa cantumkan nomor yang bisa dihubungi ya.


(pal/pal)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads