Kisah Puasa Mahasiswa Indonesia di China : Sahur dan Buka Bersama di Asrama

ADVERTISEMENT

Puasa di Negeri Rantau

Kisah Puasa Mahasiswa Indonesia di China : Sahur dan Buka Bersama di Asrama

Trisna Wulandari - detikEdu
Rabu, 14 Apr 2021 11:06 WIB
Fira (tengah) mahasiswa Indonesia yang berkuliah di China
Foto: dok. Pribadi/Kisah Puasa Mahasiswa Indonesia di China : Sahur dan Buka Bersama di Asrama
Jakarta -

Puasa Ramadan 1442 H, masih harus dijalani Fira di negeri orang seperti tahun lalu. Mahasiswa jurusan E-Commerce Program D3 Yangzhou Polytechnic Institute, Yangzhou, Jiangsu, China ini menuturkan, cobaan berpuasa sambil berkuliah di sana yang agak berat melatih kesabarannya.

Fira, begitu nama lengkapnya, semula tak berniat melanjutkan kuliah karena keterbatasan biaya. Kendati demikian, tawaran partial institutional scholarship di kampus menguatkan dukungan dari orang-orang terdekat agar alumnus SMA 8 Malinau, Kalimantan Utara ini belajar e-commerce di China.

Mengambil kuliah e-commerce langsung di China bagi Fira memudahkan mahasiswa untuk belajar bisnis lebih dalam. Di samping itu, kota Yangzhou yang masih sangat asri dan banyak tempat wisata memikat hati perempuan asal Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di kampus, Fira wajib tinggal di asrama mahasiswa internasional sampai lulus bersama mahasiswa program D3 kampusnya. Kendati satu komplek, karena kampusnya yang cukup luas, jarak dari asrama ke ke kelas lumayan jauh dengan berjalan kaki.

"Rata-rata 30 menit jalan kaki. Yang bikin lama itu karena kami harus naik tangga sampai lantai 5 atau 6," kata perempuan kelahiran April tahun 2000 tersebut saat dihubungi Detikcom, Selasa (13/4).

ADVERTISEMENT

Sementara di pengujung semester empat ini yang bertepatan juga dengan pelaksanaan ibadah puasa, perkuliahan Fira kian padat karena semakin banyak tugas dan persiapan kelas praktik e-commerce.

Kelas Senin dimulai pukul 8-12, lalu disambung pukul 3-6 sore, sementara Selasa sampai Kamis pukul 8-12. Masing-masing kelas praktik berdurasi 4 jam, diselingi dua kali istirahat 10 menit. Kalau sedang ada kelas olahraga, biasanya ia tetap wajib lari 2-3 putaran lapangan.

Bila jadwal kelas bentrok dengan jadwal salat, Fira terpaksa tak salat tepat waktu. Untuk salat, ia harus kembali ke asrama yang makan waktu 1 jam bolak-balik, belum termasuk salatnya.

Fira menuturkan, kampusnya tidak ada ruang ibadah untuk semua agama. Ia juga tidak memilih salat di area umum kampus, termasuk salat di kelas.

Sejak pertama datang ke China, seluruh mahasiswa internasional lainnya sudah diberitahu pihak kampus mengenai peraturan di negaranya untuk tidak salat di tempat umum. Sementara itu, masjid terdekat dari kampus berjarak 20 menit dengan naik bis.
"Cara paling aman yah salatnya dijamak atau diqodho," kata Fira.

Di sisi lain, ia bersyukur sangat mudah menemukan makanan halal di kota-kota yang diketahuinya, termasuk di Yangzhou, kota yang kini Fira tinggali. Restoran halal cukup banyak, kendati tak bisa berburu takjil karena street food di sekitar kampusnya tidak menyajikan makanan halal. Kampus Fira sendiri juga menyediakan kantin halal yang memudahkannya bisa sedang malas masak santapan buka puasa atau sahur.

Waktu luang setelah pulang kuliah terkadang ia gunakan untuk masak persiapan berbuka puasa. Di lain hari, sore hari jadi kesempatan ngabuburit ke taman bersama teman-temannya. "Karena kebetulan musim semi, jadi semua bunga mekar," cerita Fira.

Selanjutnya puasa selama 15-16 jam

KLIK SELANJUTNYA UNTUK MEMBACA

Musim semi tahun ini, waktu berbuka di Yangzhou sekitar pukul 6.31 sore. Waktu puasanya sekitar 15-16 jam. Sedikit lebih pendek daripada Ramadan tahun lain yang jatuh di musim panas karena lebih cepat imsak dan lebih lama waktu berbuka.

Jika sedang masak sendiri, Fira sudah bersiap sejak pukul 6 sore. Jika makan di kantin, harus lebih cepat lagi. "Kalau tidak, harus desak-desakan sama anak lokal di sini," kata Fira.

Sayur bening dan tumis biasa dibuat Fira bersama teman-temannya untuk berbuka. Bahannya dibeli di swalayan kecil dekat kampus. Kata Fira, harganya relatif lebih murah dan masih segar-segar, di samping dekat.

Sementara untuk sahur, Fira mandiri masak sendiri malam sebelumnya di dapur umum asrama yang buka pukul 6 pagi-11 malam. Sahurnya sendiri sekitar jam 3 dini hari, imsak jam 4.10 pagi.

Terkadang menunya sayur tumis, telur goreng, atau nasi goreng. Kalau bareng teman-teman asal Indonesia lainnya, ia biasa buat lebih banyak menu, mulai dari soto ayam sampai sayur asem.

"Yang penting itu lebih banyak buah seperti jeruk, apel, dan lain-lain karena di sini lumayan murah juga. Dan paling banyak minum air putih," tutur Fira.

Rindu masakan rumah dan suasana buka bareng keluarga kadang hinggap. Obatnya berbuka dan sahur dengan teman-teman sesama muslim. Di asrama Fira, ada mahasiswa dari Rusia, Amerika, Thailand, Uzbekistan, Afrika, dan lainnya. "Alhamdulillah ruangan kamar juga lumayan besar, jadi bisa muat banyak orang," kata Fira.

Fira bercerita, memang kini tinggal 11 mahasiswa asal Indonesia yang masih berkuliah di kampus, sisanya mudik ke Indonesia selama pandemi. "Untungnya mahasiswa dari berbagai negara itu satu asrama, jadi masih ramai," kata Fira.

Memang, karena pandemi, suasana Ramadan tak seramai dulu. Teman-teman Fira yang mudik ke Indonesia belum boleh kembali ke China. "Saya berharap mereka bisa balik secepatnya dan bisa sahur dan buka bareng," kata Fira.

Fira sendiri bertahan di Yangzhou karena ingin terus melanjutkan studi bersama teman-temannya yang memilih tinggal, di samping biaya pulang yang saat itu baginya sangat mahal.

Ia bercerita, teman-temannya yang kembali ke Indonesia harus menunda studi karena sampai sekarang belum dapat mengikuti kuliah online. "Di China sangat tertutup, jadi ada beberapa dosen yang tidak tahu cara menggunakan aplikasi selain aplikasi dari China sendiri," kata Fira.

Di antara berbagai suka-dukanya di perantauan, terutama di tengah pandemi dan di tiap Ramadhan, mahasiswa peraih institutional scholarship ini teguh pada pilihannya belajar e-commerce di negeri China. Ketekunan dan kemahiran orang China berbisnis memudahkan Fira bertanya pada teman-teman mahasiswa lokal, seperti bisnis ekspor-impor.

Fira mencontohkan, ia hanya perlu tanya ke teman-temannya lokasi toko pakaian atau barang murah. Atau, tinggal ke kota Guangzhou untuk cari barang yang ingin dijual. Lebih mudah lagi, barang ini juga bia dibeli online. "Setelah itu, cari ekspedisi, dan bisa kirim ke Indonesia untuk dijual kembali dengan harga yang jauh lebih mahal," ceritanya.

Di samping itu, kelas praktik tatap muka yang full berbahasa pengantar Mandarin juga membuatnya dapat bertanya dengan mahasiswa lokal jika ada yang tak ia pahami. Ditambah tahun depan akan lulus, ia semakin mantap untuk tidak pulang di libur summer dan winter tahun ini. "Lumayan menghemat biaya pesawat," kata Fira.

Lebaran tahun lalu, Fira juga tak pulang ke Indonesia karena bandara masih ditutup. Ia biasa melepas kangen via video call dengan keluarganya, berkirim kabar keseharian dan nasihat.

Setelah itu, Fira akan menghabiskan waktu dengan sesama mahasiswa saat buka puasa. Berkeluh kesah, saling menguatkan, saling dukung, dan saling bantu. "Karena bagi saya anak Indonesia yang sama-sama merantau adalah keluarga sendiri," tuturnya.

Kalian punya pengalaman puasa di negeri orang? Kirim tulisan dan foto ke email timeless@detik.com dengan subjek: Puasa di Negeri Orang. Jangan lupa cantumkan nomor yang bisa dihubungi ya.


Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads