×
Ad

Saat Anak Terbukti Mem-bully: Ortu Menyangkal Vs Cari Solusi

Cicin Yulianti - detikEdu
Kamis, 20 Nov 2025 14:00 WIB
Ilustrasi korban bullying. Foto: iStock
Jakarta -

Kasus bullying terhadap masih marak terjadi di Indonesia. Data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) membuktikan ada sebanyak 537 kasus bullying di satuan pendidikan pada 2024.

Tak sedikit juga kasus bullying terjadi pada anak dengan pelaku teman sebayanya. Seperti yang baru-baru ini sempat viral di media sosial di mana seorang siswa SMA asal Lampung di-bully temannya.

Kemudian, sang ibu dari korban mendatangi rumah pem-bully. Ibu tersebut terlihat memarahi orang yang telah mem-bully anaknya.

Ia terlihat sangat tidak menerima anaknya jadi korban bullying. Namun, publik kemudian geram dengan respons orang tua pelaku bullying yang seolah tidak mau anaknya disalahkan.

Sebenarnya, apa respons yang harus dilakukan oleh orang tua jika mendapati sang anak terbukti menjadi pelaku bullying?

Penyebab Anak Mem-bully Kawannya

Mengapa anak bisa mem-bully teman sebayanya? Ahli psikologi klinis, Dra A Kasandra Putranto menyebut ada berbagai faktor anak bisa jadi pembully.

"Anak dapat terlihat tenang di rumah karena berbagai alasan, umumnya karena takut dan tidak bebas berekspresi. Namun di luar rumah, ketika menghadapi konflik, tekanan akademik, atau persaingan, mereka mungkin kesulitan mengelola emosi sehingga mengekspresikannya dalam bentuk intimidasi," Kasandra saat dihubungi detikEdu, Rabu (19/11/2025).

Menurut Kasandra, perbedaan perilaku anak di rumah dan di luar rumah merupakan fenomena yang sangat umum. Orang tua bisa melihat anaknya menunjukkan sikap baik di rumah, tetapi berlainan saat di sekolah.

"Perbedaan ini bisa terjadi karena konteks, tuntutan sosial, dan kebutuhan psikologis anak berubah sesuai lingkungannya. Kebutuhan untuk mencari dominasi atau pengakuan dapat menjadi salah satu faktor, tetapi bukan satu-satunya," katanya.

Langkah Ortu Jika Mendapati Anak Melakukan Bullying

1. Dengar Laporan, Tanpa Membantah

Saat pihak sekolah melaporkan anak menjadi pelaku bullying terhadap temannya, Kasandra menyarankan orang tua untuk mendengarkan laporan secara menyeluruh.

Jangan dulu membantah atau menyalahkan. Jika orang tua menyangkal, maka masalah bisa jadi tertutup dan orang tua sulit mencari tahu penyebab anak berlaku demikian.

2. Tahan Emosi dan Fokus pada Fakta

Setelah menerima laporan, orang tua harus tetap fokus pada fakta bukan asumsi. Hal ini bertujuan untuk memahami, bukan mencari siapa yang paling benar.

"Hindari langsung menghakimi korban atau membela anak. Minta penjelasan rinci: kronologi, siapa saja yang terlibat, bentuk perilaku, dan konteksnya," ujar lulusan Universitas Indonesia tersebut.

3. Bicara dengan Anak dalam Suasana Aman

Kemudian, orang tua bisa mengajak anak berbincang. Berikan ruang aman dahulu, jangan menanyainya secara interogatif.

"Jangan bertanya dengan nada menuduh atau memojokkan. Ini membuka ruang agar anak jujur tanpa takut dimarahi," jelasnya.

4. Akui Anak Bisa Berbuat Salah

Langkah berikutnya adalah akui bahwa anak bisa berbuah salah tanpa berpikir anak itu nakal. Orang tua harus sebijak mungkin dalam menyampaikannya.

"Orang tua yang bijak bisa berkata 'jika memang ada perilaku yang merugikan orang lain, kita harus bertanggung jawab dan memperbaiki'," kata Kasandra.

5. Fokus pada Pemulihan Bukan Perbaikan

Kasandra mengingatkan orang tua untuk mencoba memulihkan mental dan kondisi anak yang terbukti mem-bully. Caranya mulai dari ajarkan kembali empati, lalu susun rencana perbaikan perilaku bersama sekolah. Jangan lupa dorong juga permintaan maaf tulus dan pantau interaksi sosial anak setelahnya.

"Tujuannya bukan membatasi secara berlebihan, tetapi memastikan perubahan perilaku," tegas Kasandra.

6. Evaluasi Faktor Pemicu di Rumah

Kasandra menyebut pola asuh ayah dan ibu yang salah bisa jadi pemicu anak melakukan bullying. Biasanya karena orang tua menerapkan pola asuh yang terlalu keras dan terlalu permisif.

Selain itu, anak juga bisa merasa tak nyaman karena konflik keluarga, tidak didengar, ingin diterima teman, atau meniru model agresi dari lingkungan.

"Ini bukan menyalahkan orang tua, tapi memahami akar yang perlu dibenahi," katanya.

7. Bangun Kerja Sama dengan Sekolah

Alih-alih melakukan konfrontasi, orang tua yang bijak harus bisa bekerja sama dengan sekolah. Harapannya, sang anak bisa dibantu pulih oleh guru dan pihak sekolah lainnya.

"Menyarankan orang tua mengirim sinyal bahwa mereka siap bekerja sama. Ini mempercepat pemulihan hubungan dan pemantauan perilaku," katanya.

Kasandra berpesan agar anak yang pernah mem-bully untuk mendapatkan bimbingan lanjutan. Contohnya seperti konseling keluarga, pelatihan regulasi emosi pendampingan, dan pendampingan perilaku.



Simak Video "Video: Bisakah Orang Tua Disebut Durhaka Terhadap Anak?"

(cyu/nah)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork