Dua Wajah Pelaku Bullying: Anak Baik di Rumah, Predator di Sekolah

ADVERTISEMENT

Dua Wajah Pelaku Bullying: Anak Baik di Rumah, Predator di Sekolah

Cicin Yulianti - detikEdu
Kamis, 20 Nov 2025 12:00 WIB
Ilustrasi perundungan anak
Ilustrasi perundungan anak. Foto: iStock/Hispanolistic
Jakarta -

Rumah sudah sepatutnya menjadi tempat karakter baik anak dimatangkan. Namun, tak jarang pola asuh yang salah malah menjadikan anak mempunyai karakter sebaliknya.

Seperti perilaku senang merundung (bullying) atau melakukan kekerasan terhadap orang lain. Sikap tersebut kerap juga tak ditunjukkan langsung di depan orang tua, melainkan di belakang.

Contohnya saat di sekolah, mereka malah bersikap kasar dan senang merundung temannya. Bagaimana bisa sikap anak di rumah bertolak belakang dengan yang dilakukannya di sekolah atau lingkungan luar lain?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penyebab Anak Jadi Pembully di Sekolah

Pertanyaan tersebut langsung dijawab oleh ahli psikologi klinis lulusan Universitas Indonesia (UI) yakni A Kasandra Putranto. Menurut Kasandra, faktor pertama yang mendorong anak berprilaku kontra saat di rumah dan sekolah adalah tidak bebas berpekspresi.

ADVERTISEMENT

"Namun di luar rumah, ketika menghadapi konflik, tekanan akademik, atau persaingan, mereka mungkin kesulitan mengelola emosi sehingga mengekspresikannya dalam bentuk intimidasi," ujarnya saat dihubungi detiEdu, Rabu (19/11/2025).

Anak yang tampak 'baik', tapi melakukan bullying bisa jadi sering memendam stres dan kecemasan sendiri. Sehingga mereka berpikir melampiaskannya kepada kawan sebaya.

Selain faktor keluarga, Kasandra menyebut anak juga bisa terpengaruh oleh hal-hal dari luar, contohnya media; teman; dan figur dewasa.

"Kadang tanpa sadar mereka meniru perilaku agresif yang dilihat dari luar rumah, meski tidak menunjukkan hal tersebut di depan keluarga," katanya.

Bagaimana Pola Asuh Ortu Berpengaruh pada Perilaku Bullying?

Perempuan yang telah berkiprah dalam dunia psikologi klinis selama 33 tahun tersebut kemudian membeberkan bagaimana pola asuh berpengaruh terhadap perilaku bullying. Menurutnya pola asuh sangat menentukan sikap anak.

"Penelitian menunjukkan bahwa pola asuh yang kurang mengajarkan regulasi emosi, empati, atau batasan baik terlalu keras maupun terlalu permisif dapat meningkatkan risiko munculnya agresi," katanya.

1. Minimnya Pengawasan Ortu

Perilaku buruk anak di luar rumah menurut Kasandra bisa terjadi karena minimnya pengawasan orang tua. Pengawasan yang minim membuat anak berpikir tak masalah jika melakukan strategi sosial yang merugikan orang lain.

"Oleh karena itu, orang tua perlu memahami bahwa perilaku positif anak di rumah tidak selalu mencerminkan dinamika sosial mereka, dan pola asuh tetap menjadi fondasi penting dalam pencegahan bullying," tegasnya.

2. Ortu Mempunyai Parental Bias

Kasandra membeberkan pengaruh pola asuh selanjutnya yang menjadikan anak jadi pelaku bullying. Ia mengatakan setiap keluarga bisa memiliki parental bias atau kecenderungan orang tua menilai anak lewat kacamata kasih sayang dan harapan.

Sehingga, ortu kerap menganggap perilaku negatif adalah fase biasa. Ditambah perilaku anak yang menunjukkan sikap patuh, parental bias ini semakin sulit disadari.

"Anak juga biasanya menampilkan versi diri yang lebih patuh di rumah, sehingga orang tua tidak melihat bagaimana mereka berinteraksi ketika berada dalam kelompok sebaya yang menuntut persaingan, status, atau dominasi," katanya.

Tips Ortu untuk Cegah Anak Jadi Pembully

Kasandra memberikan tips kepada orang tua agar anak tak tumbuh jadi seorang pembully. Berikut di antaranya:

1. Rutin Berdialog

Orang tua harus rutin berdialog dengan guru, wali kelas dan konselor. Hal ini untuk melihat gambaran interaksi anak di sekolah.

Selain itu, orang tua harus rajin menanyakan soal kehidupan sosial anak secara terbuka. Lakukan tanpa menginterogasi supaya anak lebih jujur menceritakan dinamika pertemanannya.

"Ajak anak ngobrol santai setiap hari (saat makan, perjalanan, sebelum tidur). Fokus pada cerita dan perasaan, bukan interogasi. Ini membuat anak terbuka dengan sendirinya," imbau Kasandra.

2. Perhatikan Perubahan Kecil pada Anak

Selanjutnya, Kasandra mengingatkan orang tua untuk lebih jeli melihat perubahan perilaku anak. Apakah dia senang memimpin dengan cara memaksa, meremehkan teman, atau sulit menerima kritik.

"Memperkuat empati pendidikan dan tanggung jawab sosial di rumah, misalnya dengan membahas dampak tindakan tertentu terhadap perasaan orang lain," katanya.

Cara efektif untuk melihat perilaku anak menurut Kasandra adalah dengan memerhatikan suasana hati, tidur, dan minat anak. Dari sana, orang tua bisa mendeteksi masalah anak tanpa harus membuka ruang privasinya.

3. Tetapkan Aturan Keluarga yang Jelas

Aturan keluarga penting untuk mengawasi perilaku anak. Kasandra menyarankan agar orang tua duduk bersama anak-anak untuk membuat aturan.

Contohnya dalam membuat aturan penggunaan gawai dan aktivitas. Libatkan anak juga dalam menentukannya agar mereka merasa dihargai.

"Kenali teman-temannya, guru, serta aktivitas kesehariannya. Dengan memahami konteks sosial, orang tua dapat membaca perubahan perilaku tanpa harus memata-matai," katanya.

4. Jadi Role Model Empati

Orang tua adalah penanggung jawab penuh anak, bukan sekolah. Sehingga anak sudah seharusnya melihat role model dari sosok ayah dan ibu.

"Anak belajar empati terutama lewat pengamatan. Ketika orang tua menunjukkan perhatian, menghargai perasaan orang lain, dan menyelesaikan konflik tanpa agresi, anak menirunya," kata Kasandra.

Ajarkan juga regulasi emosi pada anak agar tidak melampiaskannya kepada teman saat marah. Regulasi emosi adalah fondasi perkembangan sosial-emosional dan penurunan perilaku agresif.

"Latihan seperti pernapasan dalam, menghitung sampai 10, atau jeda sebelum bertindak membantu anak mengelola impuls," katanya.

5. Terapkan Disiplin Berbasis Penjelasan

Menurut Kasandra, teknik disiplin induktif (menjelaskan dampak perilaku anak pada orang lain) terbukti meningkatkan empati dan mengurangi perilaku agresif. Gaya yang hangat dan berbasis penjelasan dapat mendorong perilaku prososial.




(cyu/nah)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads