Cukai Rokok Tak Naik 2026, Akademisi UGM Sorot Narasi Kesejahteraan Petani-Rokok Ilegal

ADVERTISEMENT

Cukai Rokok Tak Naik 2026, Akademisi UGM Sorot Narasi Kesejahteraan Petani-Rokok Ilegal

Trisna Wulandari - detikEdu
Jumat, 14 Nov 2025 13:30 WIB
Petani Tembakau di Lumajang
Petani tembakau. Foto: Nur Hadi Wicaksono
Jakarta -

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan tidak akan menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) dan harga jual eceran rokok 2026. Keputusan ini diambil setelah pertemuan Purbaya dengan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI).

"Satu hal yang saya tanyakan apakah saya perlu mengubah tarif cukai 2026? Mereka bilang asal nggak diubah, sudah cukup. Ya sudah saya nggak ubah," kata Purbaya dalam media briefing di kantornya, Jumat (26/9/2025), dilansir
detikfinance.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr Hempri Suyatna, SSos MSi menilai keputusan tersebut merupakan kebijakan jangka pendek pemerintah dalam menjaga stabilitas sosial.

"Kebijakan ini diambil untuk meminimalkan dampak sosial yang lebih luas," ucap Hempri, dikutip dari laman UGM, Jumat (14/11/2025).

ADVERTISEMENT

Menurutnya, kebijakan ini bisa dipahami sementara kondisi industri dalam negeri tengah lesu.

"Kita bisa amati, saat ini cukup banyak industri padat karya yang gulung tikar sehingga berdampak pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Oleh karena itu, dalam jangka pendek, kebijakan tersebut mungkin dimaksudkan untuk meminimalkan dampak sosial yang lebih luas, khususnya pengangguran," sambungnya.

Namun, ia menegaskan, kesehatan publik tidak boleh terabaikan. Untuk mencapai tujuan jangka panjang, yakni pengendalian konsumsi, edukasi dan kampanye bahaya merokok harus terus digiatkan.

Bukan Cuma soal Rokok Ilegal

Hempri menilai faktor penyebab cukai tak naik bukan hanya soal potensi merebaknya rokok ilegal. Faktor pengawasan dan koordinasi antarlembaga yang lemah turut berdampak besar.

"Saya kira merebaknya rokok ilegal tidak semata-mata disebabkan oleh kenaikan cukai legal," kata Hempri.

"Bisa saja karena penegakan hukum yang kurang komprehensif. Ada banyak hal yang perlu diantisipasi, misalnya bagaimana pengawasannya, bagaimana koordinasi antara Bea dan Cukai, penegak hukum, lembaga peradilan, maupun lembaga kesehatan," imbuhnya.

Kesejahteraan Petani Tidak Sebanding

Ia juga menyorot isu kesejahteraan petani dan buruh rokok dalam narasi alasan penolakan kenaikan cukai. Hempri menilai, secara riil, kesejahteraan petani tembakau tidak sebanding dengan kontribusi besar mereka terhadap penerimaan negara.

Mengutip hasil penelitian mahasiswanya pada 2023, sementara itu, kuatnya nilai budaya membuat masyarakat masih memandang tembakau sebagai 'emas hijau'.

"Meski dalam kondisi ekonomi yang tidak menguntungkan, para petani tetap setia menanam tembakau karena dianggap sebagai berkah," tuturnya.

Ia menjelaskan, faktor budaya tersebut dan kurangnya pendampingan pemerintah membuat program alih profesi bagi buruh rokok berjalan lambat.

Berangkat dari hal-hal tersebut, ia mendorong agar pemerintah tidak melihat isu cukai hanya dari kacamata ekonomi, tapi juga sosial, budaya, dan kesehatan. Langkah ini menurutnya bantu pemerintah menemukan solusi akan isu rokok.

"Melalui analisis multidimensi, sosial, kesehatan, ekonomi, dan budaya, diharapkan muncul solusi yang menjadi," ucapnya.




(twu/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads