Indonesia merayakan Hari Wayang Nasional pada 7 November setiap tahunnya. Sejak ditetapkan pada 2018, tahun 2025 menjadi perayaan Hari Wayang Nasional yang ke-7.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, wayang diartikan sebagai boneka tiruan yang terbuat dari pahatan kulit, kayu, dan sebagainya. Boneka tiruan ini dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam pertunjukan drama tradisional.
Bali, Jawa, dan Sunda menjadi suku yang erat kaitannya dengan pertunjukan wayang. Ketika berlangsung, boneka-boneka tiruan itu dimainkan oleh seseorang yang disebut dalang.
Menarik ke Belakang: Mengenal Wayang
Bayu Anggoro dalam Jurnal Sejarah Peradaban Islam Vol 2 No 2 Tahun 2018 menjelaskan, pada awalnya, wayang erat kaitannya dengan proses pemujaan roh leluhur yang disebut hyang. Salah satu proses pemujaan dilakukan dengan pertunjukan bayang-bayang.
Pertunjukan bayang-bayang roh leluhur ini terus dilakukan sehingga menjadi suatu tradisi. Meski juga hadir di Sunda dan Bali, wayang bisa dikatakan paling lekat dengan masyarakat Jawa.
Wayang telah dikenal oleh masyarakat Jawa sejak sekitar 1.500 tahun yang lalu, kala kebudayaan Hindu masuk ke Jawa. Wayang menjadi salah satu medium masuknya kebudayaan Hindu saat itu.
Lama kelamaan, pertunjukkan bayang-bayang kemudian dikenal dengan pertunjukan wayang. Dalam penyebaran agama Hindu di Pulau Jawa, para Brahmana menggunakan kitab Mahabarata dan Ramayana selain kitab Weda.
Cerita wayang yang pada awalnya menggambarkan tentang petualangan dan kepahlawanan nenek moyang, kemudian beralih ke cerita Mahabarata dan Ramayana. Pada zaman inilah seni pewayangan semakin populer, terutama ketika disampaikan dengan bahasa Jawa.
Di Indonesia, terutama di Pulau Jawa, terdapat ratusan jenis wayang. Masing-masing wayang bisa digolongkan berdasarkan cerita, cara pementasan, hingga bahan yang digunakan untuk membuat bayang.
Sayangnya, sekitar separuh lebih dari jumlah wayang tersebut sekarang sudah tidak lagi dipertunjukkan. Bahkan, beberapa di antaranya disebut sudah punah.
Dari banyaknya pertunjukan wayang, yang paling terkenal hingga sekarang adalah wayang kulit dari Jawa Tengah. Bayu menyebut kepopuleran ini dikarenakan wayang tersebut padat dengan nilai filosofis, pedagogis, historis, dan simbolis.
Wayang kulit juga jadi salah satu media yang digunakan para wali, seperti Sunan Kalijaga dalam menyebarkan agama Islam di Nusantara.
Diperingati Sebagai Hari Wayang Nasional
Atas kehadirannya yang penuh dengan sejarah, pada 7 November 2003, Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) menetapkan wayang sebagai warisan dunia tak benda.
Status yang diberikan adalah "Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity". Dengan kata lain, wayang diakui sebagai seni mendongeng kuno dari Indonesia yang telah berkembang selama berabad-abad.
Meski sudah ditetapkan UNESCO sejak 2003, perayaan Hari Wayang Nasional baru ditetapkan pada 17 Desember 2018 melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2018. Penetapan ini dilakukan oleh mantan Presiden Joko Widodo.
Melalui keputusan tersebut, pemerintah menggunakan tanggal penetapan UNESCO sebagai Hari Wayang Nasional. Bukan sekadar simbol biasa, penetapan ini bertujuan agar wayang terus dilestarikan sebagai aset budaya bangsa Indonesia.
Makna Wayang bagi Masyarakat dan Guru
Mengutip Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Hari Wayang Nasional 2025 memiliki makna penting bagi masyarakat dan guru. Bagi masyarakat umum, seni wayang mengajari manusia tentang banyak nilai, seperti kejujuran, tanggung jawab, hormat terhadap sesama, dan kesimbangan dalam hidup.
Kehadiran wayang agar tetap dikenal oleh generasi muda menjadi suatu tantangan tersendiri. Untuk itu, perlu inovasi untuk memperkenalkan wayang tanpa kehilagan esensinya.
Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah memperkenalkannya di sekolah. Bagi guru, Unesa menilai wayang bisa diperkenalkan melalui kegiatan pembelajaran lintas mata pelajaran.
Contohnya, dalam pelajaran seni budaya, wayang dikaji dari sisi teknik, jenis-jenis, hingga makna simbolik tokoh-tokohnya. Sedangkan dalam pelajaran bahasa Indonesia atau sejarah, guru bisa memberikan bahan bacaan naskah wayang, mengindentifikasi konflik dan tokoh, hingga pesan moralnya.
Wayang juga bisa diterapkan di tahap pendidikan karakter. Murid dapat diajak berdiskusi dengan memberikan arahan pada nilai-nilai kepemimpinan dari tokoh-tokoh wayang seperti Arjuna atau Bima.
Dengan pembelajaran yang inovatif dan menarik, wayang tidak hanya dipelajari sebagai budaya pasif. Namun, seni wayang dapat hidup menjadi bagian dari kegiatan sekolah sekaligus upaya memperkuat identitas nasional.
Simak Video "Video: Momen Perdana Bahasa Indonesia Dipakai di Podium Sidang UNESCO"
(det/twu)