Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta mendorong sekolah-sekolah untuk membiasakan kegiatan literasi selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Salah satu contohnaya adalah lewat kegiatan menulis tangan.
Kepala Sub Koordinator Kurikulum dan Penilaian Bidang SD Disdik Provinsi DKI Jakarta, Astin Julaikhan, mengatakan bahwa pembiasaan literasi tidak hanya terbatas pada membaca buku, tetapi juga termasuk kegiatan menulis dengan pena dan kertas.
"Dinas Pendidikan Provinsi DKI itu mendukung gerakan literasi, yang mana kami sudah mengeluarkan SE di mana sebetulnya itu adalah pembentukan karakter dan SE itu sudah kami luncurkan, terbitkan," katanya di Gedung Yustinus, Universitas Katolik (Unika) Atma Jaya, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Kamis (30/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, kegiatan ini menjadi bagian dari program pembentukan karakter dan gerakan literasi sekolah yang sudah diatur Disdik DKI.
"Menulis di atas kertas atau dengan pena sekarang sudah jarang ya, Bapak Ibu. Dinas Pendidikan itu sangat mendukung kegiatan menulis tangan," ujar Astin.
Pembiasaan Menulis Tangan Dorong Literasi
Adapun kegiatan pembiasaan yang dimaksud Astin bentuknya bisa beragam. Mulai dari menulis tangan, membaca, bercerita, dan lainnya.
"Kami sudah mengeluarkan SE tentang pembiasaan literasi. Di situ disebutkan bahwa 15 menit sebelum pembelajaran dimulai, peserta didik diharapkan melakukan kegiatan literasi seperti bercerita, membaca, atau menulis tangan," katanya..
Menurut Astin, pembiasaan sederhana ini bukan sekadar melatih kemampuan akademik, tetapi juga membangun karakter, ketekunan, dan fokus siswa di awal pembelajaran.
Menulis Tangan Tingkatkan Daya Pikir dan Percaya Diri
Lebih konkretnya, pengaruh baik menulis tangan terhadap literasi siswa sudah dibuktikan lewat riset yang dilakukan oleh salah seorang periset yakni Dr Murniati Agustian dan timnya dari Unika Atma Jaya Jakarta. Ia melakukan riset terhadap ribuan 2.293 siswa SD di DKI Jakarta.
Ia menemukan sebanyak 81% siswa menunjukkan peningkatan kemampuan literasi dan berpikir kritis setelah rutin mengikuti kegiatan menulis tangan menggunakan modul "Ayo Menulis", yang dibuat oleh sebuah perusahaan penerbit buku di Indonesia.
"Anak-anak itu lebih sistematis dan lebih kritis, menumbuhkan rasa senang dan percaya diri. Nah, ini juga anak-anak ketika menjelaskan kepada kami, itu janganlah cuma menanya, 'Bu, ini penelitiannya untuk siapa saja ya?' Itu anak SD doang yang bertanya, apa penelitiannya? Itu penelitian apa saja? Jadi, ketika diskusi dengan mereka di sekolah, terlihat ini anak-anak sebetulnya kreatif juga dalam bertanya-tanya," jelas Murniati dalam forum literasi yang sama.
Menurutnya, proses menulis tangan membantu anak-anak mengolah ide dan melatih cara berpikir sistematis. Sehingga mereka dilatih kreatif lewat menulis tangan ini.
"Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebiasaan menulis di atas kertas berpengaruh signifikan berhadap kemampuan hidup anak-anak," tambahnya.
Murniati juga menekankan pentingnya memberikan kegiatan menulis yang kontekstual. Ia menyarankan guru dan orang tua mengajak siswa menulis hal-hal yang dekat dengan pengalaman dan perasaan mereka.
"Menulis yang seperti apa, menulis yang konteksual sesuai dengan apa yang dirasakan, yang mereka pikirkan, " ujarnya.
Melalui pembiasaan menulis tangan, siswa tidak hanya belajar merangkai kata, tetapi juga belajar memahami diri, menumbuhkan empati, dan berpikir kritis terhadap lingkungan sekitarnya.
"Menulis itu ada memberikan solusi jadi mereka berpikir kritis. Jadi menulis itu mereka tidak hanya sekedar menulis tapi ada proses yang mereka lakukan bersama," kata Murniati.
(cyu/nwk)











































