Peneliti menemukan zona subduksi aktif membelah di bawah Samudra Pasifik. Lempeng-lempeng samudra di Pasifik Barat Laut tersebut membentuk lempeng mikro.
Zona subduksi merupakan tempat satu lempeng tektonik menukik ke bawah lempeng lainnya ke arah dalam mantel bumi. Salah satu zona terkuat dan dinamis di Bumi ini menggerakkan benua-benua, mendaur ulang kerak bumi ke dalam mantel bumi, serta memicu gempa besar dan letusan gunung api.
Zona Mana yang Berisiko Gempa & Tsunami?
Berangkat dari temuan tersebut, peneliti sedang mencari tahu apakah gempa bumi besar bisa terjadi di salah satu patahan yang baru terbentuk di sana. Mereka juga menyelidiki apakah patahan tersebut bisa mengubah energi seismik di wilayah Pasifik tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, peneliti mendapati bahwa lempeng-lempeng baru tersebut tidak berdampak signifikan pada perubahan risiko jangka pendek di Pasifik Barat Laut. Zona yang masih menjadi risiko gempa dan tsunami besar di Pasifik yakni Cascadia.
Zona Cascadia merupakan zona subduksi 1.000 km yang membentang dari Pulau Vancouver, Kanada, sampai California Utara, Amerika Serikat. Berdasarkan data Pacific Northwest Seismic Network dan Badan Kelautan dan Atmosfer AS (NOAA), Cascadia dapat memicu gempa berkekuatan magnitudo 9,0 dan tsunami setinggi 12 meter.
Penemuan Bumi yang Membelah
Peneliti menemukan pembelahan zona subduksi ini dengan menggunakan pencitraan seismik sejak 2021. Fungsinya mirip ultrasonografi (USG) ibu hamil, tetapi yang dicitrakan bukan isi rahim ibu, melainkan isi dalam Bumi.
Selama ekspedisi Eksperimen Pencitraan Seismik Cascadia 2021 (CASIE21), yang didanai National Science Foundation, gelombang suara dikirim dari sebuah kapal penelitian ke dasar laut. Gemanya ditangkap lagi oleh sensor bawah air sepanjang 15 km.
Hasilnya, muncul citra atau penggambaran yang menunjukkan ada patahan yang dalam di zona tersebut.
Brandon Shuck, ahli geologi dari Louisiana State University (LSU) dan penulis utama studi, mengatakan zona subduksi tersebut rupanya sedang menuju kematian. Sebab, patahan-patahan kecil lempeng mengurangi tarikan ke dalam mantel.
Meskipun butuh waktu jutaan tahun, proses subduksi lama-kelamaan akan berhenti. Saat itulah kematian zona subduksi terjadi. Shuck mengibaratkannya seperti gerbong-gerbong kereta api yang terpisah saat tabrakan.
"Alih-alih berhenti total sekaligus, lempeng tersebut terkoyak sepotong demi sepotong, menciptakan lempeng mikro yang lebih kecil dan batas-batas baru. Jadi, alih-alih terjadi kecelakaan kereta api besar, ini seperti menyaksikan kereta api perlahan tergelincir, satu gerbong demi satu gerbong," ucapnya, dikutip dari laman LSU, Minggu (26/10/2025).
(twu/faz)











































