Sriwijaya termasuk kerajaan besar dalam sejarah Nusantara. Kerajaan Sriwijaya dikenal di jalur perdagangan dunia.
Berdasarkan catatan Tiongkok, India, hingga Arab, Sriwijaya disebut sebagai pusat maritim dan agama Buddha yang penting. Namun, seperti apa Sriwijaya pada masa dulu?
Sejarah Singkat: Awal Mula dan Letak Kerajaan Sriwijaya
Menurut buku Kadatuan Sriwijaya: Perjalanan Suci karya I Made Geria nama Sriwijaya pertama kali muncul di Prasasti Kedukan Bukit (682 M) dan Prasasti Kota Kapur (686 M). Awalnya sempat ditafsirkan sebagai nama raja, tetapi kemudian ahli sejarah George Coedès menegaskan bahwa Sriwijaya adalah nama sebuah kerajaan maritim berbentuk kadatuan (federasi para datu).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pendiri Sriwijaya adalah Dapunta Hyang Sri Jayanasa. Dalam prasasti, ia disebut melakukan Perjalanan Suci (Mangalap Siddhayatra) untuk menaklukkan wilayah dan kemudian mendirikan pusat baru di Palembang. Ia juga dikenal sebagai raja beragama Buddha yang membangun Taman Sriksetra demi kesejahteraan semua makhluk hidup.
Para sejarawan kemudian memperkirakan letak Kerajaan Sriwijaya berada di sekitar teluk Jambi dan ujung jazirah Palembang. Sebagian besar prasasti ditemukan di Palembang, di tepian Sungai Musi. Sungai ini berfungsi vital sebagai jalur perdagangan dari pedalaman ke pesisir.
Sriwijaya tidak meninggalkan keraton batu megah seperti di Jawa, melainkan pemukiman maritim berupa rumah panggung di rawa-rawa.
Pada abad ke-11, Kerajaan Cola (India Selatan) menyerang Sriwijaya, menawan raja Sangramawijayottungawarman, dan mengurangi pengaruhnya di Selat Malaka. Perlahan, Kerajaan Sriwijaya mengalami keruntuhan.
Pemerintahan di Kerajaan Sriwijaya
Sriwijaya tidak berbentuk kerajaan tunggal, melainkan kadatuan. Berdasarkan Prasasti Telaga Batu, pemerintahan dipimpin seorang datu yang membawahi pejabat-pejabat seperti:
Senapati (panglima perang)
Nayaka (bendahara)
Dandanayaka (hakim)
Tuhanwatakwurah (kepala perdagangan/pertukangan)
Struktur ini memperlihatkan betapa terorganisirnya kekuasaan Sriwijaya di masa itu.
Perekonomian Maritim
Kerajaan Sriwijaya kemudian berkembang menjadi sebuah kerajaan besar sejak abad ke-7 hingga abad ke-11 Masehi. Hal ini dilihat dari kedudukan kerajaan yang mencakup wilayah-wilayah strategis untuk menjaga dominasi perdagangan laut.
Kejayaan kerajaan ini memuncak dengan menguasai jalur Selat Malaka. Komoditas perdagangan meliputi lada, pala, cengkeh, kayu gaharu, kapur barus, emas, perak, hingga rempah-rempah.
Selain perdagangan, kerajaan ini juga memperoleh pendapatan dari bea cukai kapal asing yang singgah di pelabuhannya. Catatan sejarah Arab bahkan menyebut pelabuhan Sriwijaya ramai oleh berbagai bangsa, dari Persia hingga Yunani.
Agama dan Pendidikan Buddha
Sriwijaya dikenal sebagai pusat studi Buddha Mahayana di Asia Tenggara. Tokoh seperti I-Tsing (Tiongkok) dan Atisa (Tibet) pernah singgah di sini. Meski begitu, peninggalan arkeologi menunjukkan juga adanya pengaruh Hindu (Siwa, Ganesha) dan Tantrisme, mencerminkan kerukunan antaragama.
Hubungan Internasional
Prasasti Nalanda (India) mencatat Raja Balaputradewa mendirikan asrama untuk biksu Sriwijaya di Nalanda.
Prasasti Ligor (Thailand Selatan) menunjukkan persahabatan antarbangsa lewat pembangunan bangunan suci Buddhis.
Seberapa Besar Kerajaan Sriwijaya?
Dikutip dari artikel jurnal How unique was Srivijaya? karya Claessen, H. J. (1995), kisah kejayaan Sriwijaya sebenarnya banyak ditulis, tetapi sejarawan modern menekankan adanya keterbatasan bukti.
Banyak narasi Sriwijaya berasal dari catatan asing (Tiongkok, Arab, India), bukan sumber lokal. Henri Claessen menyebut Sriwijaya lebih tepat dipahami sebagai maritime polity atau konglomerasi dagang daripada negara terpusat.
Kekuasaan pusat di Palembang kuat, tapi wilayah lain hanya terikat lewat kerja sama sukarela dan kepentingan dagang, bukan dominasi militer. Kerajaan Sriwijaya bisa dikatakan unik, akan tetapi bukan kerajaan maritim satu-satunya di Asia Tenggara.
Peninggalan Kerajaan Sriwijaya
Meski akhirnya meredup, peninggalan Kerajaan Sriwijaya melekat dalam berbagai bentuk, antara lain:
- Diplomasi damai lewat jalur agama dan budaya.
- Kerukunan agama tercermin dari bukti Hindu-Buddha.
- Kepedulian lingkungan lewat Taman Sriksetra.
- Kesadaran kritis bahwa sejarahnya dibentuk oleh tafsir kolonial dan bukti fragmentaris
- Prasasti Kedukan
- Prasasti Telaga Batu
- Prasasti Karang Berahi
- Prasasti Palas Pasemah
- Prasasti Talang Tuo
- Prasasti Muara Takus
Itulah informasi mengenai sejarah singkat Kerajaan Sriwijaya hingga peninggalannya. Semoga bermanfaat ya detikers!
*Penulis adalah peserta magang Program PRIMA Magang PTKI Kementerian Agama
(faz/faz)