Kedatangan bangsa Belanda ke Indonesia diawali oleh orang-orang yang melakukan urusan perdagangan. Namun seiring waktu, hal itu dianggap sebagai sebuah kolonialisme atau penjajahan.
Pada 1596, Cornelis de Houtman menjadi orang Belanda pertama yang menginjakkan kaki di Nusantara. Ia mendarat di Banten untuk tujuan berdagang.
Titik awal kedatangan Belanda ini kemudian dihitung sebagai permulaan penjajahan terhadap bangsa Indonesia. Maka itu, muncul di buku sejarah Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini kemudian dikritik oleh pakar hukum internasional, GJ Resink. Menurutnya, kedatangan de Houtman untuk berdagang tidak sama dengan misi penjajahan.
Di sisi lain, nama Indonesia juga belum ada pada saat de Houtman datang. Nama Indonesia baru dipakai pada 1850 atau lebih 200 tahun setelah de Houtman datang ke Banten.
Lalu apa latar belakang sebenarnya bangsa Belanda datang ke Indonesia? Berikut penjelasannya, yang dikutip dari buku Sejarah Indonesia Kelas XI karya Sardiman AM, dkk.
Latar Belakang Kedatangan Belanda
Kedatangan bangsa Belanda ke Indonesia pada abad ke-16 terjadi karena kebutuhan akan rempah-rempah. Statusnya sebagai vasal Spanyol yang membatasi ruang gerak Belanda dalam perdagangan internasional.
Selama periode Revolusi 80 Tahun (1566-1648), Belanda berjuang melepaskan diri dari cengkeraman Spanyol. Awalnya, para pedagang Belanda masih dapat membeli rempah-rempah dengan mudah di Lisbon (Portugal).
Namun, ketika Portugis jatuh ke bawah kekuasaan Spanyol pada 1580, akses Belanda ke pasar rempah-rempah di Lisabon ditutup. Harga rempah-rempah di Eropa melambung tinggi, dan Belanda pun terdorong untuk mencari sendiri sumber rempah-rempah ke dunia Timur, sampai akhirnya tiba di Nusantara.
Ekspedisi Pertama Cornelis de Houtman (1595-1596)
Pada 1595, Belanda memberangkatkan ekspedisi pertamanya di bawah pimpinan Cornelis de Houtman dan Pieter de Keyser. Ekspedisi ini terdiri dari 4 kapal dengan 249 awak kapal serta dilengkapi 64 pucuk meriam.
Mereka mengambil rute yang sudah biasa dilayari Portugis, mengitari Afrika dan menyeberangi Samudra Hindia. Usai tiba di Pelabuhan Banten, kedatangan mereka awalnya disambut baik oleh penguasa setempat.
Namun, sikap arogan dan perilaku kasar de Houtman yang berusaha memaksakan monopoli dagang membuat Sultan Banten dan rakyatnya berbalik memusuhi Belanda. Akhirnya, mereka diusir dari Banten.
Ekspedisi Lanjutan dan Sukses di Maluku
Rombongan bangsa Belanda lain datang pada 1598. Melalui ekspedisi Jacob van Heemskerck, pendekatan orang Belanda menjadi lebih diplomatis. Belanda pun diterima kembali di Banten.
Tahun berikutnya, Jacob van Neck berlayar ke Maluku. Saat itu, rakyat Maluku tengah berseteru dengan Portugis, sehingga Belanda disambut baik dan berhasil berdagang dengan keuntungan besar.
Pembentukan VOC: Dari Dagang Menuju Penjajahan
Meskipun tujuan awal Belanda hanyalah berdagang, mereka mulai menunjukkan ambisi untuk menguasai wilayah. Mereka membangun loji (pos dagang sekaligus benteng), memaksakan kontrak monopoli, dan bahkan ikut campur dalam konflik internal kerajaan-kerajaan lokal.
Contoh nyata adalah ketika Jan Pieterszoon Coen mendirikan Batavia di atas puing-puing Jayakarta yang dibumihanguskan pada 1619. Batavia kemudian menjadi pusat administrasi dan militer Belanda di Asia.
Menyadari persaingan antar kongsi dagang Belanda sendiri justru melemahkan posisi mereka, pemerintah Belanda memutuskan untuk menyatukan kekuatan tersebut. Pada 20 Maret 1602, dibentuklah Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) atau Perserikatan Perusahaan Hindia Timur.
VOC bukan sekadar perusahaan dagang biasa. Mereka diberi hak-hak khusus (octrooi) oleh pemerintah Belanda, seperti:
- Hak memonopoli perdagangan
- Hak memiliki angkatan perang sendiri
- Hak menyatakan perang dan membuat perjanjian
- Hak mencetak uang sendiri
- Hak mengangkat pegawai sendiri
Dengan hak-hak istimewa ini, VOC berubah menjadi "negara dalam negara" yang bertindak layaknya kekuatan kolonial.
Dampak Kedatangan Belanda bagi Nusantara
Kedatangan Belanda terutama melalui VOC telah mengubah wajah Nusantara secara permanen, antara lain:
- Monopoli perdagangan rempah-rempah merugikan pedagang lokal dan kerajaan-kerajaan Nusantara.
- Politik adu domba (divide et impera) digunakan untuk melemahkan persatuan antar kerajaan.
- Eksploitasi ekonomi dan penerapan sistem tanam paksa menyengsarakan rakyat.
- Perlawanan sengit muncul di berbagai daerah seperti Aceh, Banten, Mataram, Gowa, dan Maluku.
Kedatangan bangsa Belanda ke Indonesia bukan hanya soal mencari rempah (gold), tetapi juga ambisi kekuasaan (glory) dan agama (gospel). Dari pedagang asing, mereka berubah menjadi penguasa kolonial yang mendominasi berbagai wilayah di Nusantara dalam waktu yang lama.
Jejak kolonial Belanda masih terlihat dalam politik, ekonomi, hingga sosial-budaya Indonesia hingga kini.
*Penulis adalah peserta magang Program PRIMA Magang PTKI Kementerian Agama
(faz/faz)