Komodo merupakan satwa endemik yang hidup di Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur. Termasuk reptil purba terbesar yang masih hidup, jumlah komodo terus menyusut hingga tersisa 3.300 ekor.
International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah menetapkan komodo sebagai endangered species sejak 2021. Apa yang menyebabkan jumlah komodo semakin berkurang?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mahasiswa jenjang doktoral Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM), drh Aji Winarso, M Si, yang tengah meneliti hewan ini, mengatakan ancaman terhadap komodo datang dari berbagai faktor. Selain aktivitas manusia, beberapa faktor ancaman lain juga meliputi kerusakan habitat, fragmentasi, inbreeding atau kawin sedarah, kompetisi pakan dengan manusia, perubahan iklim, perdagangan ilegal, hingga penyakit zoonotik.
Konservasi Komodo
Untuk mengatasi kepunahan, Aji menekankan pentingnya konservasi. Namun, konservasi ini tidak bisa dipisahkan dari masyarakat lokal.
Ia menyorotetno-konservasi di Pulau Komodo, yang memandang komodo sebagai "saudara sepupu" manusia. Artinya, tak ada pilihan selain ikut menjaganya meski seringkali komodo memburu ternak masyarakat.
Etno-konservasi menurut Aji bisa menjadi prinsip untuk mencegah perilaku ekstraktif manusia yang memanfaatkan alam sebagai mata pencaharian.
"Selain itu, edukasi dan pemberdayaan pun menjadi strategi penting agar konservasi bisa selaras dengan kesejahteraan manusia," ujarnya dalam laman UGM, dikutip Minggu (21/9/2025).
Kesatuan Keberadaan Komodo dengan Manusia
Guru Besar Parasitologi, Prof Dr drh Raden Wisnu Nurcahyo, menyinggung konsep 'one health one welfare' yang seharusnya menjadi kunci dalam upaya menjaga pelestarian komodo. Menurutnya, memperkuat kesehatan manusia, satwa, dan lingkungan merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Ia menyoroti eksploitasi alam untuk pariwisata berlebihan, jejak sampah plastik, hingga potensi penularan penyakit dari manusia ke hewan bisa mengganggu keseimbangan ekosistem. Prof Wisnu menjelaskan, jika
lingkungan tercemar, mangsa komodo seperti rusa atau kerbau juga terancam. Kondisi ini akan berdampak pada rantai hidup komodo.
"Kalau manusia mau sehat, komodo juga harus sehat, lingkungannya pun harus sehat," tegasnya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa komodo merupakan simbol kebanggaan Indonesia yang otentik. Apabila populasinya dibiarkan terus berkurang, tidak menutup kemungkinan komodo berakhir sama seperti dinosaurus.
Oleh karena itu, pengamat satwa liar Fakultas Kedokteran Hewan UGM ini mendorong riset, kebijakan, hingga kampanye yang lebih intensif untuk menyorot eksistensi komodo sebagai satwa endemik Indonesia.
"Konservasi komodo bukan sekadar penyelamatan satu spesies langka, tetapi juga upaya menjaga keseimbangan ekosistem, kesehatan manusia, dan identitas bangsa. Di tangan generasi sekarang dan yang akan datang, masa depan "naga purba" Indonesia ini dipertaruhkan," ucapnya.
(nir/twu)