Sebuah fosil seukuran kuku berusia 400 juta tahun menjadi bukti baru penulisan ulang sejarah vertebrata atau hewan bertulang belakang. Fosil ini diteliti oleh tim internasional yang dipimpin oleh ilmuwan dari Museum Alam Kanada dan University of Chicago (UChicago) Amerika Serikat.
Para ilmuwan ini merekonstruksi otak, jantung, dan sirip ikan Norselaspis glacialis yang telah lama punah. Melalui teknik pencitraan yang canggih, para ilmuwan menemukan bukti perubahan cara ikan menangkap makanan.
Penemuan ini menawarkan pandangan langka bagaimana sifat-sifat penting dalam ikan muncul, di mana dahulu mereka berenang cepat dengan indra yang tajam. Namun, setelah evolusi datang, ikan kini memiliki rahang dan gigi atau bisa disebut dengan kemunculan vertebrata berahang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini adalah babak pembuka bagi episode penting dalam sejarah evolusi kita," kata peneliti dari Museum Alam Kanda dan penulis utama studi, Tesuto Miyashita dikutip dari laman resmi UChicago.
Evolusi Ikan
Ikan telah ada di dunia sejak setengah miliar tahun yang lalu. Mereka adalah spesies paling awal yang hidup dekat dengan dasar laut.
Tetapi ketika rahang dan gigi berevolusi, segalanya berubah. Pada 400 juta tahun yang lalu, ikan berahang mulai mendominasi kolom air. Evolusi ini berujung pada hadirnya hewan berkaki panjang, termasuk manusia.
Peristiwa di balik evolusi ikan berahang ternyata telah lama menjadi misteri dunia. Teori standar umumnya membenarkan bilang rahang adalah bagian yang mengalami evolusi terlebih dahulu. Sedangkan, bagian tubuh lainnya berevolusi untuk mempertahankan gaya hidup predator yang baru.
Ketua departemen biologi dan anatomi organisme UChicago sekaligus penulis senior di studi tersebut, Michael Coates, merasa aneh dengan teori tersebut. Ia menyatakan terdapat kesenjangan data di balik transformasi ini.
"Kita telah kehilangan cuplikan dari catatan fosil yang dapat membantu kita mengurutkan peristiwa-peristiwa penting untuk merekonstruksi pola dan arah perubahan," urai Coates.
Untuk itu, para ilmuwan ini mencoba menguraikan misteri melalui fosil Norselaspis.
Membedah Fosil Norselaspis
Miyashita menyebut Norselaspis merupakan ikan purba dari Periode Devon yang berusia lebih dari 400 juta tahun. Uniknya, ikan ini tidak memiliki rahang.
"Fosil dari Periode Devon lebih dari 400 juta tahun yang lalu ini menunjukkan bahwa indra yang tajam dan jantung yang kuat berevolusi jauh sebelum rahang dan gigi," kata Miyashita.
Fosil Norselaspis yang diteliti terawetkan dengan baik dalam pecahan batu yang dikumpulkan selama ekspedisi paleontologi Prancis ke Spitsbergen. Lokasi tersebut adalah sebuah pulau di Kepulauan Arktik Norwegia, pada 1969.
Karena terawetkan dengan baik, ilmuwan bisa memindai fosil tersebut dan melihat jejak jantung, pembuluh darah, otak, saraf, telinga bagian dalam, hingga otot-otot kecil yang menggerakan bola mata.
Setelah diteliti selama beberapa dekade, rekan penulis studi yakni Philippe Javier dan Pierre Gueriau berhasil menemukan satu fosil. Di batu tersebut tampak tengkorak Norselaspis dengan panjang hanya sekitar setengah inci.
Tim kemudian membawa fosil tersebut ke akselerator partikel di Institut Paul Scherrer, Swiss. Di sana, fosil dipindai dengan sinar X berenergi tinggi.
Hasilnya disebut mencengangkan, gambar sinar X tersebut mengungkapkan lapisan tipis tulang yang membungkus organ-organ ikan dengan detail. Setelahnya, hasil sinar X kembali di bawa ke Chicago untuk diceritakan secara digital.
Miyashita dan Coates bekerja sama dengan Kristen Tietjen dalam hal ini. Ketiganya membedah dan menyatukan anatomi iklan secara digital melalui ribuan jam di depan layar.
"Dengan atlas digital yang luar biasa ini, kita sekarang mengetahui Norselaspis dengan detail anatomi yang lebih besar daripada banyak ikan hidup," ungkap Miyashita.
Ikan itu memiliki 7 otot kecil untuk menggerakkan bola matanya, sementara manusia memiliki enam. Norselaspis juga memiliki telinga bagian dalam dan jantung yang sangat besar, serta pembuluh darah yang tersusun seperti jalan pintas untuk mengalirkan lebih banyak darah.
Jika dibandingkan dengan benda nyata, Miyashita menyebut telinga bagian dalam ikan tersebut akan berukuran sebesar alpukat dan jantungnya sebesar melon.
Selama hidupnya, Norselaspis menggunakan telinga bagian dalam mereka untuk merasakan getaran, orientasi, dan akselerasi. Sedangkan jantung yang besar dan aliran dasar yang lancar membuat ikan itu punya energi yang besar.
"Bahkan bisa dikatakan Norselaspis memiliki jantung hiu di bawah kulit ikan lamprey," imbuhnya.
Ikan ini juga memiliki sepasang sirip mirip seperti dayung di belakang insangnya. Coates menyebut insang ini akan berguna untuk berhenti mendadak, melesat, dan berbelok.
Fitur anatomi ini menjadikan Norselaspis bak mobil sport di antara ikan-ikan tanpa rahang yang umumnya lamban pada masanya.
Berevolusi untuk Menghindari Predator
Para ilmuwan menyebut, anatomi yang dimiliki Norselaspis kemudian berevolusi untuk menghindari predator. Namun, apa yang memicu respons cepat untuk melarikan diri pada ikan tanpa rahang justru memberikan keuntungan lain.
Keuntungan yang dimaksud adalah membuat ikan mampu mendeteksi dan menangkap makanan secara efisien.
"Ketika rahang berevolusi dengan latar belakang ini, hal ini menghasilkan kombinasi penting dari sistem sensorik, berenang, dan makan. Pada akhirnya menghasilkan keragaman dan kelimpahan ikan Devon yang luar biasa," jelas Coates.
Namun, peneliti pada akhirnya menemukan fakta lain. Evolusi rahang paling awal, lebih cocok berguna untuk menyedot makanan beserta air dan lumpur daripada menggigit manga yang lewat.
"Tidak semudah berpindah langsung dari pemangsa dasar ke pemangsa puncak," kata Miyashita.
Bahu-Lengan Evolusi dari Struktur Insang?
Tidak hanya masalah rahang, studi yang dilakukan oleh Miyashita dkk ini juga menentang gagasan bahwa bahu dan lengan pada tetrapoda modern (garis keturunan makhluk berkaki panjang) merupakan hasil evolusi dari struktur insang. Gagasan itu ditentang dengan penelitian pada struktur saraf bahu Norselaspis.
Ilmuwan menemukan, saraf tersebut terpisah dari saraf yang menuju insang. Hal ini menjadi bukti bahwa satu bagian tidak berasal dari yang lain.
Sebaliknya, tim berpendapat bahwa bahu berevolusi sebagai struktur yang sepenuhnya baru. Struktur ini tercipta dengan domain baru, yaitu leher, pemisah kepala dari batang tubuh.
"Banyak dari perubahan evolusi ini berkaitan dengan bagaimana kepala melekat pada badan," beber Misyashita.
Pada ikan primitif tanpa rahang, kepala menyatu dengan torso, sementara vertebrata berahang memiliki leher dan tenggorokan untuk memisahkan kedua bagian tersebut. Norselaspis berada di tengah-tengah itu.
Hewan ini memiliki kepala yang melekat langsung ke bahu tanpa leher. Namun, organ-organ lain, seperti telinga bagian dalam, bahu, dan jantung, direorganisasi agar kemampuannya lebih besar untuk menavigasi lingkungan tempat ia hidup.
Para ahli paleontologi masih menyelidiki apa yang memicu transformasi ini. Beberapa orang percaya bahwa garis keturunan Norselaspis muncul pada masa yang disebut dengan Revolusi Nekton.
Revolusi ini terjadi ketika organisme laut mulai bergerak ke atas kolom air. Saat itu, tujuannya adalah untuk menjadi makhluk yang lebih cepat, cerdas, dan lincah.
"Untuk sebuah peristiwa sejarah, kita sering menekankan satu atau dua momen simbolis hingga menjadi klise. Dalam hal ini, evolusi rahang bagaikan tembakan yang memicu Perang Dunia I pada 1914. Namun sangat penting bagi kita untuk memahami konteksnya, dengan Norselaspis kita dapat benar-benar menemukannya," tandas Miyashita.
Studi ini terbit di jurnal Nature pada 6 Agustus 2025 dengan judul "Novel assembly of a head-trunk interface in the sister group of jawed vertebrates".
(det/faz)