Gedung DPR RI yang terletak di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, menjadi pusat dilakukannya aksi demo sejak Senin (25/8/2025). Gedung yang identik dengan 'atap' hijau itu tengah dikondisikan usai aksi demonstrasi, menurut laporan detikNews, Minggu (31/8/2025).
Sebelumnya, sejak Senin (25/8) massa datang ke Senayan untuk menuntut DPR agar mendengarkan aspirasi rakyat. Namun, aksi berujung ricuh karena tak ada satu pun pejabat yang menemui masyarakat.
Sejauh ini, aksi massa yang terjadi di Gedung DPR bukan hal yang baru terjadi. Salah satu aksi massa yang paling terkenal yaitu 'Gerakan Mahasiswa 1998'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas, sejak kapan sebenarnya Gedung DPR RI berdiri?
Sejarah Gedung DPR RI
Bangunan dengan kubah hijau yang paling terkenal merupakan Gedung Nusantara. Gedung tersebut bagian dari kompleks parlemen, tempat Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) bekerja untuk rakyat.
Mengutip laman resmi MPR, gedung utama parlemen memiliki bentuk kubah dengan setengah lingkaran berwarna hijau. Kubah tersebut melambangkan kepakan sayap burung yang akan lepas landas.
Arsitek gedung tersebut hasil dari karya Soejoedi Wirjoatmodjo, Dpl Ing. Rancangan gedung kemudian ditetapkan dan disahkan oleh Presiden Soekarno pada 22 Februari 1965.
Pembangunan dimulai sejak 8 Maret 1965 melalui Surat Keputusan Presiden RI Nomor 48/1965. Ide awal pembangunan gedung parlemen berasal dari Presiden Soekarno untuk menyelenggarakan CONEFO (Conference of the New Emerging Forces).
CONEFO merupakan konferensi internasional yang mendukung gagasan pembentukan tatanan dunia baru. Selain itu, pembentukan CONEFO yang diselenggarakan oleh Bung Karno ini, akan bersaing dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Pada masa peristiwa G 30 S/PKI meletus, pembangunan gedung parlemen sempat ditunda. Kurang lebih setahun kemudian baru dilanjutkan, sesuai Surat Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor 79/U/Kep/11/1966 tanggal 9 Nopember 1966 yang peruntukannya diubah menjadi Gedung MPR/DPR RI.
Dengan proses pembangunan yang panjang, Gedung DPR MPR RI akhirnya rampung pada 1 Februari 1983. Gedung ini berada di kompleks seluas sekitar 80.000 meter persegi.
Bekerja di Gedung DPR, Pejabat Digaji oleh Rakyat
Sebagai wakil rakyat, DPR yang bekerja di gedung parlemen digaji dan mendapat tunjangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Salah satu sumber APBN ini berasal dari pajak yang dibayarkan rakyat.
Untuk gaji pokok DPR diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2000. Sementara tunjangan yang berhak diterima DPR tertulis di dalam Undang-Undang 12 Tahun 1980.
Untuk rincian gaji pokok DPR yakni:
- Ketua DPR RI: Rp 5.040.000 per bulan
- Wakil Ketua DPR RI: Rp 4.620.000 per bulan
- Anggota DPR RI: Rp 4.200.000 per bulan
Sementara berdasarkan Surat Edaran Setjen DPR RI No.KU.00/9414/DPR RI/XII/2010 dan pada Surat Menteri Keuangan nomor S-520/MK.02/2015, berikut rincian tunjangan DPR per bulannya:
- Tunjangan melekat anggota DPR
tunjangan istri/suami Rp 420.000
tunjangan anak Rp 168.000
uang sidang/paket Rp 2.000.000
tunjangan jabatan Rp 9.700.000
tunjangan beras Rp 30.090 per jiwa
tunjangan PPh Pasal 21 Rp 2.699.813
- Tunjangan lain anggota DPR
tunjangan kehormatan Rp 5.580.000
tunjangan komunikasi Rp 15.554.000
tunjangan peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran Rp 3.750.000
bantuan listrik dan telepon Rp 7.700.000
asisten anggota Rp 2.250.000
Jika dijumlahkan, sedikitnya anggota DPR bisa mendapatkan gaji dan tunjangan mencapai Rp 50-an juta. Jumlah ini belum ditambah dengan isu tunjangan perumahan anggota DPR periode 2024-2029 senilai Rp 50 juta per bulan. Jika ditambah dengan tunjangan rumah, maka pendapatan DPR bisa mencapai Rp 100 juta per bulan.
(faz/nwk)