Ada Hujan Asam Jenis Baru, Mudah Terlarutkan Air dan Susah Diuraikan

ADVERTISEMENT

Ada Hujan Asam Jenis Baru, Mudah Terlarutkan Air dan Susah Diuraikan

Nograhany Widhi Koesmawardhani - detikEdu
Rabu, 20 Agu 2025 20:00 WIB
Seorang warga membawa kasur melewati samping rumahnya yang terendam banjir di Kenali Asam Bawah, Kota Baru, Jambi, Selasa (23/5/2023). Banjir akibat kurang berfungsinya sistem drainase setelah hujan deras pada Selasa (23/5) dini hari mengakibatkan seratusan rumah dan beberapa ruas jalan di kota itu terendam air hingga ketinggian setengah meter. ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/tom.
Ilustrasi Foto: ANTARA FOTO/WAHDI SEPTIAWAN
Jakarta -

Ada hujan asam jenis baru yang dikhawatirkan para ilmuwan. Jenis hujan asam yang mudah larut dalam air dan susah diuraikan.

Asam trifluoroasetat (TFA), demikian nama hujan asam jenis baru itu. TFA ini semacam 'bahan kimia abadi' yang kini keberadaannya persisten dijumpai di setiap hujan dan salju di planet ini, dalam konsentrasi yang jauh lebih tinggi daripada beberapa dekade lalu.

"Ada bukti yang muncul bahwa TFA dapat mengganggu proses vital sistem bumi, seperti perkembangan embrio mamalia dan penurunan respirasi tanah," ujar pakar kimia di Universitas Sains dan Teknologi Norwegia Prof Hans Peter Arp dilansir BBC Science Focus, Sabtu (16/8/2025) dikutip Rabu (20/8/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Riset Arp terbaru mengklasifikasikan TFA sebagai ancaman planet yang serupa dengan pemanasan global atau penipisan ozon. Arp mengatakan konsekuensi jangka panjangnya belum diketahui persis.

ADVERTISEMENT

"Namun, jika konsekuensi jangka panjang terjadi, itu akan terjadi dalam skala global, karena TFA terakumulasi secara global. Dan, begitu dampaknya terjadi, sudah terlambat untuk melakukan apa pun karena TFA tidak terurai secara alami, dan teknologi apa pun untuk menghilangkan TFA sangat mahal dan hanya dapat digunakan dalam jumlah kecil," urai Arp.

Ditemukan di Sumber Air Murni dan Susah Diuraikan

TFA adalah jenis 'bahan kimia abadi' - sekelompok zat yang dinamai demikian karena sangat sulit dihancurkan, yang secara formal dikenal sebagai zat per- dan poli-fluoroalkil (PFAS).

Dari semua bahan kimia abadi, TFA adalah salah satu yang terkecil. Bahan ini dapat bocor ke lingkungan melalui refrigeran, aerosol, pestisida, unit pendingin udara, tempat pembuangan sampah, dan limbah. Dan, ketika PFAS yang lebih besar terurai, mereka sering kali menjadi TFA.

Karena ukurannya yang sangat kecil, TFA mudah larut dalam air. Itulah sebabnya TFA menjadi salah satu bahan kimia abadi yang paling umum, dengan kadar yang meningkat pesat ditemukan dalam hujan - serta sungai, danau, air tanah, lautan, daun, makanan, serta darah dan urin manusia.

Arp mengatakan ia tertarik pada bahan kimia tersebut setelah ditemukan di 'sumber air murni'. Hal ini sangat memprihatinkan karena TFA dianggap hampir mustahil dihilangkan dari air minum.

Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa TFA mungkin tidak terlalu berbahaya bagi manusia karena - tidak seperti banyak bahan kimia abadi lainnya - TFA cepat melewati tubuh melalui urine, alih-alih bertahan dan terakumulasi di dalam tubuh kita.

Namun, Arp mengatakan bahwa bukti terbaru sudah jelas: kadar TFA meningkat di dalam tubuh manusia, juga pada hewan lain, dan di lingkungan.

"Kita dapat melihat bahwa TFA dapat memasuki sel dan menjadi blok pembangun dalam lipid, protein, dan dinding sel, yang mungkin menjelaskan pengamatan lain tentang perubahan aktivitas mikroba di tanah," kata Arp.

Solusi Cegah TFA

Makalah Arp berpendapat bahwa tindakan perlu diambil sekarang untuk mencegah akumulasi TFA yang cepat, sebelum diidentifikasi sebagai ancaman yang mendesak.

"Di sektor pemanasan dan pendinginan, ini berarti tidak menggunakan gas yang menyebabkan pembentukan TFA. Langkah lainnya adalah beralih dari pestisida dan obat-obatan yang menghasilkan TFA ketika terurai," kata Arp.

Beberapa negara telah mengambil tindakan. Denmark adalah yang terdepan, yang melarang 23 pestisida pada Juli 2025 karena kaitannya dengan polusi TFA.

Ilmuwan seperti Arp sedang mencoba mengembangkan metode untuk menghilangkan TFA dari lingkungan, misalnya dengan menanam tanaman yang menyerap TFA, lalu membakar tanaman tersebut dalam kondisi yang sangat panas, untuk menghancurkan bahan kimia tersebut.

Namun Arp mengatakan bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan tingkat ancaman TFA yang sebenarnya.

"Prioritas pertama adalah menurunkan emisi sekarang sebelum dampak global yang tak terelakkan terjadi," tandas Arp.

Halaman 3 dari 3
(nwk/nah)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads