Film animasi Merah Putih: One for All belakangan menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Mengusung tema besar nasionalisme dan persatuan, film ini awalnya digadang-gadang sebagai momentum kebangkitan animasi lokal.
Akan tetapi, alih-alih menuai pujian, film tersebut justru memicu pro dan kontra. Hal tersebut dikarenakan kualitas visual film yang dinilai belum memadai.
Kritik dan saran mulai bermunculan dari warganet hingga pakar komunikasi. Salah satunya dari akademisi Universitas Airlangga, Irfan Wahyudi, S Sos M Comms Ph D. Ia menilai kekuatan pesan dalam film sangat bergantung pada bagaimana visual dikemas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Film, baik animasi maupun non-animasi, harus memenuhi kaidah estetika karena itu berkaitan dengan penerimaan audiens. Ketika visual tidak mendukung, pesan yang ingin disampaikan berisiko tidak efektif," tegas Irfan dikutip dari laman Unair, Rabu (20/8/2025).
Ia menambahkan, masyarakat Indonesia saat ini telah terbiasa dengan animasi berkualitas tinggi. Akibatnya, ekspektasi terhadap karya lokal pun ikut meningkat.
"Yang pertama kali terlihat adalah kualitas visualnya, baru kemudian pesan yang dibawa. Jika visual lemah, maka pesan, termasuk pesan nasionalisme bisa tertutupi," tambahnya.
Pesan Bagus, tapi Tidak Sampai
Lebih lanjut Irfan menjelaskan bahwa dalam karya audio-visual, media penyampai pesan sama pentingnya dengan pesan itu sendiri. Visual yang kurang matang bisa menjadi penghalang bagi audiens untuk menangkap makna sebenarnya dari cerita.
"Kalau visualnya bagus, barulah pesan bisa diresapi dengan baik. Tetapi ketika pesan heroik atau nasionalisme tertutupi oleh visual yang tidak memenuhi standar, maka dampaknya justru berlawanan dengan tujuan awal," ungkapnya.
Publik pun jadinya tak segan membandingkan Merah Putih: One for All dengan film animasi lain yang dianggap lebih unggul secara teknis. Hal ini menurut Irfan adalah sinyal kuat bagi industri animasi lokal untuk berbenah dan mengejar ketertinggalan.
Bukan Akhir dari Kreativitas Anak Bangsa
Meski kritik berdatangan, Irfan mengingatkan satu film bukan cerminan keseluruhan industri animasi Indonesia. Menurutnya, sudah banyak karya lokal yang sukses merebut hati penonton dengan kualitas visual dan cerita yang solid.
"Yang penting adalah kita terus belajar dan meningkatkan kualitas. Jangan sampai satu kasus dijadikan kesimpulan untuk semua karya animasi Indonesia," tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya sinergi antara pesan dan kualitas produksi. Dengan begitu, film animasi Indonesia tak hanya mampu menyampaikan nilai-nilai budaya dan nasionalisme secara efektif, tetapi juga membanggakan di kancah nasional maupun internasional.
(cyu/nah)