Pada 79 Masehi, Gunung Vesuvius meletus. Awan panas dan gas vulkanis menyapu Kota Pompeii, Romawi (kini Italia). Berdasarkan hasil penggalian sejak 1748, setidaknya ada 1.300 korban jiwa dari bencana alam ini.
Namun, angka tersebut belum termasuk orang-orang yang kehilangan nyawa saat berusaha menyelamatkan diri dari episentrum bencana gunung api tersebut.
Sebagian warga Pompeii lainnya yang menyelamatkan diri berhasil mengungsi ke kota-kota sekitar dan menetap di sana. Keberadaan mereka dibuktikan dengan sejumlah temuan prasasti berisi nama-nama khas orang Pompeii di kota tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Studi mengungkap, ternyata tak semua warga Pompeii pindah ke kota-kota tetangga. Sebagian di antara mereka kembali kotanya yang telah hancur.
Kenapa Korban Letusan Vesuvius Kembali ke Pompeii?
Dalam laman resmi Taman Arkeologi Pompeii Pemerintah Italia dijelaskan, para warga kembali karena tidak semua orang mampu untuk membangun hidup baru di kota lain. Dengan keterbatasan uang dan kerabat, mereka kembali ke Pompeii yang dipenuhi pasir dan debu vulkanik.
Kembali ke Pompeii di satu sisi juga memungkinkan warga menggali tanah, tempat mereka bisa menemukan benda-benda berharga. Penggalian ini juga di sisi lain membuat mereka menemukan jasad-jasad korban tewas.
Hasil studi tersebut diperoleh berdasarkan data dan jejak warga Pompeii di kawasan Insula Meridionalis. Hasil penggalian menunjukkan, para warga kemudian hidup lebih stabil di antara reruntuhan lantai atas rumah yang sudah dibersihkan dari debu.
Sementara itu, lantai dasar rumah yang setinggi abu Vesuvius dijadikan warga sebagai gudang bawah tanah, gubuk tempat perapian, oven, dan penggilingan.
Tidur di Tenda dan Gubuk
Tidak semua warga bisa merasakan tidur di rumah lagi. Sebagian warga tinggal tenda dan gubuk. Kondisi ini menjadikan Pompeii tidak lagi sebuah kota dengan kehidupan seperti sebelum Vesuvius meletus.
Salah satu penulis studi dan Direktur Taman Arkeologi Pompeii, Gabriel Zuchtriegel, mengatakan studi ini menyorot hal-hal yang luput dari penulisan sejarah Pompeii, seperti kehidupan korban selamat pascabencana.
Ia menambahkan, hasil studi ini juga menjadi bahan refleksi bagi arkeolog sepertinya agar tidak mengabaikan hal-hal yang tampaknya tidak lebih penting dari peristiwa bencana dahsyat Pompeii dan korban jiwanya.
"Lukisan dinding dan perabotan yang masih utuh dan terawat baik; jejak-jejak sekilas pendudukan kembali situs tersebut benar-benar terkikis dan seringkali tersapu bersih tanpa catatan apa pun," ucapnya.
Mau Dibangun Lagi, Tapi...
Usai kehancuran Pompeii, Kaisar Titus (9-79 M) kemudian mengirim dua mantan konsul untuk mempromosikan pembangunan kembali Pompeii dan Herculaneum, kota tetangga yang juga terkena bencana gunung meletus tersebut.
Dua mantan konsul tersebut juga ditugaskan untuk mengurus properti orang-orang yang tidak punya ahli waris dan memberikannya kepada kota-kota yang tertimpa bencana.
Namun, rencana Titus gagal karena Pompeii tidak pernah kembali menjadi pusat aktivitas seperti sedia kala. Berdasarkan hasil penggalian, ada daerah-daerah berpenduduk yang kala itu warganya hidup tanpa rumah, tidak aman, dan tidak mendapat pelayanan dari pihak pemerintah kota di Romawi.
Kendati pembangunan tidak sesuai harapan, warga tinggal di sana hingga sekitar abad ke-5 M. Baru ketika letusan gunung di Pollena Trocchia, dekat Napoli terjadi, Pompeii ditinggalkan sepenuhnya.
(twu/faz)