Makin Banyak Perusahaan Emoh Rekrut Gen Z Jadi Pegawai, Ini Alasannya

ADVERTISEMENT

Makin Banyak Perusahaan Emoh Rekrut Gen Z Jadi Pegawai, Ini Alasannya

Fahri Zulfikar - detikEdu
Sabtu, 16 Agu 2025 12:00 WIB
Asian young woman relaxing by listening music with laptop feeling so happiness
Foto: Getty Images/iStockphoto/Jomkwan/Ilustrasi Gen Z bekerja
Jakarta -

Sebuah survei menemukan banyak perusahaan kian tidak ingin merekrut pekerja dari kalangan Generasi Z (Gen Z). Padahal Gen Z tengah dihadapkan pada industri kerja yang mengalami perubahan, sehingga sulit mendapatkan pekerjaan.

Survei General Assembly mengungkapkan, lebih dari seperempat eksekutif dalam responden di Amerika Serikat tidak ingin merekrut Gen Z. Lebih spesifik, mereka tidak mempertimbangkan mempekerjakan fresh graduate.

Alasannya bukan terkait lulusan baru masih kurang pengetahuan dan minim pengalaman. Namun, berkaitan dengan kurangnya keterampilan atau skill yang dimiliki.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Para manajer yang disurvei merasa kekurangan paling signifikan bagi pekerja Gen-Z adalah kurangnya keterampilan interpersonal yang penting, yang sering disebut sebagai 'soft skills'," tulis laporan dalam Forbes, dikutip Sabtu (16/8/2025).

Alasan Perusahaan Tidak Ingin Merekrut Gen Z

Banyak perusahaan menolak mempekerjakan Gen Z karena faktor keterampilan yang tidak dimiliki mereka. Hal itu mencakup komunikasi, pemecahan masalah, kreativitas, kolaborasi, kemampuan beradaptasi, resolusi konflik, dan keterampilan lain yang biasanya dikembangkan melalui pengalaman langsung.

ADVERTISEMENT

Kurangnya keterampilan ini membuat perusahaan hanya sedikit menyerap lulusan baru. Pada akhirnya, berdampak pada tenaga kerja Amerika yang lebih luas.

Laporan dari Strada Institute for the Future of Work dan Burning Glass Institute menemukan bahwa lebih dari separuh lulusan perguruan tinggi empat tahun terakhir menganggur setahun setelah lulus. Di sisi lain, bagi Gen Z yang diterima kerja, juga akan menemui persoalan. Para manajer perusahaan yang kewalahan dengan kurangnya keterampilan, pada akhirnya banyak memecat Gen Z.

Faktor Isolasi Sosial Selama Pandemi

Di AS, fenomena Gen Z yang kurang terampil dikaitkan dengan isolasi sosial selama pandemi. Banyak pekerja muda 'jebolan' pandemi, merasa tidak siap memasuki dunia kerja.

Sebuah laporan Gartner menemukan bahwa 46% karyawan Gen Z mengatakan pandemi membuat pencapaian tujuan pendidikan atau karier menjadi lebih sulit. Hal ini juga dipengaruhi oleh generasi muda yang umumnya bersekolah jarak jauh.

Menurut laporan Gartner, tanpa koneksi dan interaksi tatap muka di sekolah, Gen Z kehilangan kesempatan untuk mengembangkan soft skill, seperti bernegosiasi, membangun jaringan, berbicara dengan percaya diri di depan umum. Mereka kurang mengembangkan stamina sosial serta perhatian yang dibutuhkan untuk bekerja berjam-jam, dalam lingkungan tatap muka.

Pakar mengatakan, apa yang terjadi pada Gen Z, bukan salah mereka. Kondisi yang terjadi merupakan tanggung jawab lintas generasi yang harus bisa menerapkan pengembangan profesional. Sekolah perlu punya kurikulum yang lebih relevan dengan skill yang dibutuhkan individu untuk menghadapi kenyataan.

Di sisi lain, perusahaan harus mempertimbangkan cara mempersiapkan generasi berikutnya agar bisa sukses di tempat kerja dan punya keterampilan yang berkembang. Tidak bisa dipungkiri, dunia bisnis membutuhkan bakat Gen Z yang lebih paham kemajuan digital dan teknologi.

Gen Z Bisa Menjadi Investasi

Dalam laporan, disebutkan bahwa gagal merekrut dan mengembangkan talenta muda seperti Gen Z bisa menjadi hal yang tidak tepat. Sebab, mengabaikan pekerja Gen Z berarti melewatkan kumpulan talenta yang sangat melek teknologi, adaptif, inovatif, berani, dan beragam dengan perspektif baru.

Perusahaan perlu berinvestasi dalam pengembangan profesional Gen Z. Alih-alih tidak merekrut pekerja muda sama sekali, pakar menyarankan perusahaan sebaiknya mempertimbangkan untuk menawarkan pelatihan yang mengajarkan soft skills utama.

Menurut survei yang dilakukan oleh ResumeBuilder, menanggapi karyawan Gen Z yang kesulitan dengan soft skills, 45% perusahaan mulai menawarkan kelas khusus untuk meningkatkan kemampuan mereka. Dari perusahaan yang disurvei, sekitar dua pertiganya menyatakan bahwa kelas-kelas ini sangat berhasil.

Sementara itu di tingkat lembaga pendidikan, sekolah diharapkan tak hanya memberi pengetahuan materi saja. Kurikulum harus menekankan kompetensi penting lainnya, termasuk berpikir kritis dan pemecahan masalah, kolaborasi, komunikasi efektif, pembelajaran mandiri, dan pola pikir akademis.




(faz/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads