Beberapa waktu lalu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendidkasmen) Abdul Mu'ti sempat melarang anak-anak untuk bermain Roblox. Hal tersebut ia sampaikan saat meninjau Cek Kesehatan Gratis (CKG) di SDN Cideng 02 Pagi, Gambir, Jakarta Pusat pada Senin (4/8/2025).
Adanya unsur kekerasan menjadi dasar Mu'ti melarang hal ini. Menurutnya siswa tingkat SD memiliki tingkat intelektualitas yang belum mampu membedakan mana adegan nyata atau rekayasa.
Penilaian Mu'ti turut diamini psikolog dan konselor SMP Cikal Lebak Bulus, Rahma Dianti, MPsi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Betul. Pada anak-anak usia dini, terutama yang masih berada di usia SD, kemampuan otak mereka belum cukup berkembang untuk bisa melakukan pemikiran yang kritis dan penalaran terhadap moral, serta hal-hal yang benar dan salah," ujar Rahma kepada detikEdu, ditulis Minggu (10/8/2025).
Ia menyebut bagian otak yang bertugas terhadap fungsi kognitif lebih tinggi seperti kendali dorongan, fleksibilitas berpikir, penalaran, menyelesaikan masalah, pemikiran abstrak dan kritis, serta lainnya baru mulai berkembang secara efektif dan efisien saat anak-anak masuk masa remaja sampai dewasa awal.
"Pada anak-anak yang masih berusia dini, mereka masih mengalami kesulitan untuk bisa membedakan perilaku yang tepat dilakukan di dunia nyata dengan di dunia virtual, terutama jika mereka terpapar oleh media yang menampilkan perilaku kekerasan atau perilaku lainnya yang belum sesuai dengan usia mereka," jelasnya.
Ia menekankan, anak-anak butuh pengawasan, refleksi, serta komunikasi yang aktif dengan orang tua saat bermain gim di platform digital atau mengakses gadget.
Baca juga: Pemerintah Bisa Blokir Game Roblox Jika.. |
Game yang Tepat untuk Anak SD
Rahma menerangkan kesesuaian suatu permainan dengan anak perlu dilihat dari tahapan perkembangan yang sedang dilalui mereka serta kematangan emosional dan regulasi dirinya. Setiap usia juga punya tahap perkembangan, lanjut Rahma, dengan perubahan dari berbagai segi seperti fisik dan biologis, kognitif, sosial, emosional, dan moral.
Ia mengatakan, siswa SD usia 7-12 tahun mulai mengalami perkembangan kognitif dengan kemampuan berpikir konkret yang semakin matang. Pada usia ini, anak mulai mengembangkan kompetensi sosialnya juga.
"Anak-anak sudah dapat memahami aturan yang konsisten dan logika, tetapi mereka masih membutuhkan contoh yang konkret," tutur Rahma.
"Anak-anak dapat bermain game-game puzzle sederhana, game yang dapat melatih memori dan konsentrasi, game dengan visualisasi yang konkret, dan game-game kolaboratif yang mendorong mereka untuk bersosialisasi dan berinteraksi
dengan anak-anak seusia mereka," imbuhnya.
(nah/twu)