Pembuat ChatGPT, OpenAI, meluncurkan versi terbaru dari chatbot kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) yakni GPT-5. Model terbaru ini diklaim memiliki kemampuan setingkat doktoral. Bakal secanggih apa?
ChatGPT telah lama dikenal sebagai teknologi percakapan berbasis kecerdasan buatan yang bisa menjawab sesuai instruksi yang diberikan. Dalam era modern, ChatGPT, bahkan digunakan sebagai tempat mencurahkan hati (curhat) kaum muda.
Pada model terbaru, GPT-5 akan menunjukkan kemampuan penalaran yang lebih baik dalam menjawab setiap instruksi. Versi baru ini disebut sebagai penanda dimulainya era baru ChatGPT.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Lebih pintar, lebih cepat, dan lebih bermanfaat. Saya pikir memiliki sesuatu seperti GPT-5 akan sangat mustahil terbayangkan sebelumnya dalam sejarah manusia," kata salah satu pendiri dan kepala eksekutif OpenAI, Sam Altman, seperti dilansir BBC.
Kemampuan Setingkat Doktor
OpenAI mengklaim, GPT-5 memiliki kemampuan "tingkat PhD", tingkat doktoral dalam gelar akademik (tertinggi). Tingkat doktoral tersebut, terutama dalam bidang seperti pengodean dan penulisan.
Altman mengatakan, model baru OpenAI akan mengalami lebih sedikit halusinasi. Artinya, dalam menjawab, model bahasa besar akan menyusun jawaban yang lebih jujur.
Dengan kata lain, GPT-5 menunjukkan kemampuan penalaran yang lebih baik, dengan jawaban yang menunjukkan cara kerja, logika, dan inferensi.
"Model ini jauh lebih baik daripada pendahulunya," ucap Altman.
Jika dibandingkan, lanjutnya, GPT-3 terasa seperti berbicara dengan siswa SMA. Kemudian GPT-4 terasa seperti berbicara dengan mahasiswa dan GPT-5 seperti berbicara dengan seorang pakar di suatu topik, layaknya pakar tingkat PhD.
OpenAI juga mengklaim, model baru telah dilatih untuk menjadi lebih jujur, memberikan tanggapan yang lebih akurat kepada pengguna dan terasa lebih manusiawi.
Perlu Ada Batasan
Seorang pakar lain mengatakan, seiring dengan semakin canggihnya model-model terbaru ChatGPT, kebutuhan akan regulasi yang menyeluruh menjadi semakin penting. Sebab, pada intinya, banyak orang menggunakan chatbot untuk menemukan pemecahan masalah secara mudah.
Sementara kini, teknologi chatbot sudah didukung oleh apa yang disebut model penalaran. Pakar merasa, perlu ada yang dikhawatirkan tentang penggunaan hasil konten dari chatbot tersebut.
Dengan adanya pro-kontra ChatGPT, Altman tetap mengatakan ada yang perlu dipikirkan tentang bagaimana orang berinteraksi dengan produknya. Menurutnya, tetap bisa akan ada masalah dengan kemajuan ini.
"Ini tidak semuanya akan baik, masih akan ada masalah," kata Altman.
"Orang-orang akan mengembangkan hubungan parasosial yang agak bermasalah, atau mungkin sangat bermasalah, (dengan AI). Masyarakat harus menemukan batasan baru. Namun, manfaatnya akan sangat besar," tambahnya.
(faz/twu)