Pakar IPB Ungkap Keunikan 'Sidik Jari' Genetik Penyu, Jejak Migrasi Lintas Negara

ADVERTISEMENT

Pakar IPB Ungkap Keunikan 'Sidik Jari' Genetik Penyu, Jejak Migrasi Lintas Negara

pal - detikEdu
Jumat, 01 Agu 2025 08:30 WIB
Hawksbill Turtle - Eretmochelys imbricata floats under water. Maldives Indian Ocean coral reef.
Ilustrasi Penyu Sisik Foto: Getty Images/iStockphoto/cookelma
Jakarta -

Di balik gerak lamban dan tempurung kerasnya, penyu laut Indonesia ternyata memiliki "sidik jari" genetik yang unik. Temuan ini menjadi terobosan penting untuk merancang strategi konservasi yang lebih tepat sasaran tak lagi hanya mengandalkan pengamatan visual semata.

Dr Beginer Subhan, peneliti dari IPB University yang berfokus pada Ilmu dan Teknologi Kelautan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), mengungkapkan selama ini upaya konservasi penyu masih bergantung pada pendekatan visual seperti jumlah sarang, lokasi pendaratan, dan perkiraan populasi. Namun, pendekatan itu belum bisa menjawab pertanyaan besar tentang asal-usul penyu dan bagaimana hubungan antarpopulasi yang tersebar luas di wilayah laut Indonesia.

Lewat pendekatan genetika, kini jejak silsilah penyu yang tersembunyi selama ribuan tahun mulai terungkap. DNA penyu ibarat "sidik jari" yang membawa cerita tentang nenek moyang mereka, jalur migrasi, dan keterhubungan antar kelompok dari satu pulau ke pulau lainnya, bahkan yang dipisahkan oleh arus dan jarak laut yang sangat luas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dengan pemetaan genetik yang tepat, konservasi bukan lagi sekadar menyelamatkan, tapi juga menyambung kembali simpul-simpul kehidupan yang selama ini tersebar dan terputus diam-diam," ujar Beginer dalam keterangan tertulis IPB University yang dikutip detikEdu.

ADVERTISEMENT

Penelitian yang dilakukan IPB University pada tahun 2024 membuka babak baru dalam pemahaman tentang keberagaman genetik penyu laut di Indonesia. Dr Beginer bersama timnya memfokuskan kajian pada spesies penyu sisik (Eretmochelys imbricata) yang bertelur di kawasan Laut Jawa.

Dalam studi tersebut, tim menganalisis bagian DNA spesifik yang dikenal sebagai d-loop, sebuah segmen genetik yang kerap digunakan untuk melacak garis keturunan dan variasi populasi. Sebanyak 152 individu penyu dari enam lokasi pendaratan berbeda menjadi sampel utama dalam penelitian ini.

Hasilnya jauh melampaui ekspektasi. Tim menemukan 20 haplotipe atau variasi "sidik jari" genetik, dengan 13 di antaranya belum pernah dilaporkan sebelumnya. Temuan ini menegaskan bahwa penyu sisik Indonesia memiliki kekayaan genetika yang sangat tinggi, yang selama ini belum terungkap oleh metode konservasi konvensional.

Namun yang lebih mencengangkan, beberapa haplotipe yang ditemukan di perairan Indonesia juga terdeteksi di wilayah Malaysia dan Australia. Fakta ini menunjukkan penyu tidak hanya menjelajahi laut dalam jarak ribuan kilometer, tetapi juga tetap mempertahankan insting kuat untuk kembali ke tempat asal mereka untuk bertelur.

"Bisa jadi penyu-penyu ini 'traveling' jauh, tapi ingat jalan pulang. Itu luar biasa," tutur Dr Begin.

Penemuan tersebut membuka wawasan baru tentang pentingnya kerja sama konservasi lintas negara. Penyu, sebagai satwa laut migran, tak mengenal batas wilayah administratif. Pergerakan mereka ditentukan oleh arus laut, suhu perairan, dan naluri nenek moyangnya. Karena itulah, ia menekankan bahwa perjanjian konservasi internasional harus mempertimbangkan konektivitas genetik ini.

Sebuah studi lain pada tahun 2020 terhadap penyu lekang (Lepidochelys olivacea) menyingkap dinamika genetik yang menarik, khususnya di kawasan timur Indonesia. Fokus penelitian diarahkan ke Teluk Cenderawasih salah satu titik biodiversitas laut tertinggi di dunia. Di wilayah ini, tim peneliti menemukan perbedaan komposisi genetik antara penyu yang berasal dari Kwatisore dan Pulau Yapen, meski keduanya terletak relatif berdekatan.

Apa yang memicu perbedaan ini? Jawabannya terletak pada arus laut musiman. Saat angin barat laut bertiup, arus laut membentuk semacam penghalang alami yang membatasi pertukaran genetik. Akibatnya, penyu di masing-masing lokasi berkembang dalam jalur evolusi yang berbeda, seperti dua saudara yang tumbuh di desa berlainan dan menyerap budaya yang berbeda pula.

Pemetaan genetik ini kemudian membagi populasi penyu lekang ke dalam sejumlah klad. Salah satu klad besar mencakup lima lokasi di Indonesia barat seperti Aceh, Pariaman, Panggul, Serangan, dan Tuafanu yang ternyata memiliki hubungan genetik dengan populasi penyu di India. Sementara itu, klad lainnya ditemukan di kawasan timur seperti Kapoposang, Pulau Yapen, dan Teluk Cenderawasih.

Australia juga tercatat memiliki haplotipe yang sama dengan beberapa wilayah di Indonesia, menunjukkan adanya konektivitas populasi yang melampaui batas negara.

"Bayangkan betapa menakjubkannya, seekor penyu yang bertelur di pesisir Papua ternyata punya ikatan genetik dengan 'sepupu jauhnya' di pesisir barat India," ungkap Dr Begin.

Temuan-temuan ini bukan hanya jadi catatan ilmiah semata. Ia memberi pesan yang tegas, konservasi tak bisa disamaratakan. Populasi penyu dengan genetik berbeda tentu membutuhkan pendekatan yang juga berbeda. Ini seperti meracik obat yang tidak semua pasien bisa disembuhkan dengan resep yang sama.

Konservasi yang selama ini mengandalkan model umum, kini harus lebih presisi. Di daerah dengan keragaman genetik tinggi, strategi pelestarian harus fokus menjaga variasi agar tak hilang. Sebaliknya, di wilayah dengan pertukaran genetik rendah, perlu pendekatan yang bisa menjaga populasi agar tak menyusut akibat perkawinan sedarah atau jumlah individu yang terlalu sedikit.

"Fakta ini mengingatkan bahwa penyu kita tidak bisa lagi diperlakukan sebagai satu populasi tunggal. Mereka unik. Mereka punya identitas genetik masing-masing. Dan bila satu populasi punah, misalnya di Teluk Cendrawasih, maka haplotipe yang hanya ada di sana bisa hilang selamanya. Tidak bisa digantikan oleh populasi dari Aceh, apalagi dari Australia, inilah urgensi konservasi berbasis genetika," tandas Dr Begin.

Pengetahuan tentang struktur genetika ini membuka pintu untuk menyusun rencana konservasi yang lebih tepat sasaran dan berkelanjutan. Tak hanya menjaga lingkungan, upaya ini juga menyentuh ranah ekonomi lokal, budaya pesisir, hingga industri pariwisata yang bertumpu pada keindahan laut.




(pal/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads