Saran Peneliti UI untuk Selesaikan Masalah Sampah di Indonesia

ADVERTISEMENT

Saran Peneliti UI untuk Selesaikan Masalah Sampah di Indonesia

Devita Savitri - detikEdu
Kamis, 24 Jul 2025 18:30 WIB
Begini saran peneliti UI untuk menyelesaikan masalah sampah.
Begini saran peneliti UI untuk menyelesaikan masalah sampah. Foto: (Devita Savitri/detikcom)
Jakarta -

Sampah memang menjadi salah satu permasalahan yang belum bisa ditanggulangi oleh negara Indonesia. Tidak bisa dipungkiri, sampah bisa ditemukan di manapun, di setiap sudut jalan baik kota maupun desa.

Peneliti sekaligus Dosen Departemen Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI) Reni Suwarso menyebut paradigma penanggulangan sampah pemerintah harus diubah. Saat ini, penanggulangan sampah dilakukan melalui paradigma kumpul, angkut, dan timbul.

"Kumpul, jadi sampah-sampah dari rumah tangga, pasar, kantor dikumpulkan habis itu diangkut pakai truk, habis itu dibuang di TPS, TPA, atau TPST selesai," ungkap Reni pada acara bincang media Riset KONEKSI untuk Solusi Pengelolaan Sampah di Kembang Goela Restaurant, Jakarta Selatan, Kamis (24/7/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bila pamikiran ini terus dilakukan, bukan suatu hal yang tidak mungkin bila tempat pembuangan akhir (TPA) bisa meledak karena tak sanggup lagi menanggung sampah. Reni mencontohkan hal ini terjadi di TPA Leuwigajah, Cimahi, Jawa Barat.

"TPA Leuwigajah stop tidak menerima sampah lagi, pengangkut sampah bingung, buangnya dimana. Yaudah diam-diam buang di illegal area yang paling gampan di aliran sungai mati," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Berangkat dari hal ini, Reni menyebut paradigma harus berubah. Untuk itu ia telah melakukan dialog bersama pemangku kepentingan dan menawarkan 2 solusi yang bisa digunakan.

2 Solusi Menanggulangi Sampah di Indonesia

1. Zero Waste at Source

Saran pertama yang diberikan Reni adalah metode zero waste at source, di mana sampah harus diselesaikan di tempat sumber. Diselesaikan dalam hal ini adalah proses pemilahan sampah organik, anorganik, dan sampah berbahaya.

"Jadi sampahnya selesai di tempat sumber, di rumah tangga ya sudah di rumah tangga, kalau di pabrik ya di pabrik itu harus diselesaikan," ungkapnya.

Misalnya sampah rumah tangga seperti sampah dapur bisa ditimbun di biopori halaman rumah, sampah plastik bisa dikasihkan bank sampah dsb.

Proses ini memiliki dampak positif yang sangat besar, terutama dari masalah efisiensi anggaran. Dampak panjang yang bisa ditimbulkan adalah menurunnya volume sampah yang diserahkan ke TPA atau TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu).

"Itu efisien sekali secara uang. Truk pengangkut sampah yang berjalan jadi sedikit, biaya bensin berkurang, jalanan tidak macet, baunya teratasi, dan TPSTnya juga nanti gak akan meleduk," kata Reni lagi.

2. Sampah Tanggung Jawab Bersama

Saran kedua yang Reni berikan adalah pemerintah dan masyarakat harus paham bila sampah adalah tanggung jawab bersama. Ia menyatakan ada suatu kelompok yang meminta pemerintah harus bertanggung jawab dalam mengurus sampah.

Dari kacamata peneliti, hal itu menurutnya sulit dilakukan. Secara realistis anggaran, bila sampah dijadikan public service yang dikelola pemerintah membutuhkan biaya yang besar.

"Sekarang susah (pemerintah mengurusi sampah seluruhnya). Gak mungkin, gak realistis, dan tidak mendidik," tegasnya.

Alih-alih pemerintah, masyarakat yang membuang sampah harus bisa bertanggung jawab terhadap sampahnya sendiri. Namun, Reni tidak mempermasalahkan bila ada lingkungan yang mampu membayar iuran untuk menyelesaikan masalah sampah.

"Kalau yang sukses, tempat pariwisata, pemukiman orang kaya, di kantor, di pasar, yang intinya mampu membayar iuran ya harus diteruskan. Jadi, mereka mandiri, mereka menyelesaikan sampahnya sendiri," katanya.

Namun, untuk wilayah desa membayar iuran adalah suatu hal yang sulit. Di situlah, peran peneliti dan pemerintah untuk membantu masalah pengelolaan sampah.

Dengan catatan masyarakat juga mampu mengelola sampahnya at source seperti saran pertama. Sehingga ketika ia datang ke TPS, sampah sudah dipilah secara organik dan anorganik.

"Jadi kita bantu, tapi dia bertanggung jawab. Nah itu dua hal yang kita sedang dorong ke pemerintah Indonesia. Cuma dua, perubahan paradigma. Kalau paradigma kita berubah, saya yakin kita mampu menyelesaikan permasalahan sampah," imbuh Reni.

Dalam laporan studinya, Reni dan rekannya Dwinanti Marthanty dari Fakultas Teknik UI menyatakan sudah melakukan presentasi dan diskusi kepada para pengambil keputusan terkait. Namun, terkait usulan ini akan digunakan atau tidak pihaknya belum mendapatkan informasi lebih lanjut.

Sebagai informasi, studi yang dilakukan Reni dan Dwinanti berjudul Citarum Action Research Project (CARP) - Transisi Ekonomi Sirkular untuk Iklim dan Lingkungan yang Tangguh di Masa Depan.

Studi ini juga merupakan proyek penelitian kolaboratif yang melibatkan UI, Monash University dan lembaga lain. Adapun pembiayaan riset dilakukan oleh Knowledge Partnership Platform Australia-Indonesia (KoneksI), IPPIN-CSIRO, dan Pengabdian Masyarakat (Pengmas) UI.




(det/nwk)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads