Suka Curhat ke AI? Psikolog Beberkan Alasan Kamu Sebaiknya Berhenti

ADVERTISEMENT

Suka Curhat ke AI? Psikolog Beberkan Alasan Kamu Sebaiknya Berhenti

Nikita Rosa - detikEdu
Minggu, 20 Jul 2025 14:00 WIB
28 January 2025, Brandenburg, Sieversdorf: The app from Chinese AI start-up DeepSeek (r) and the app from ChatGPT can be seen on a smartphone. The Chinese start-up DeepSeek has triggered a stock market quake with the prospect of cheaper development of artificial intelligence. Photo: Patrick Pleul/dpa (Photo by Patrick Pleul/picture alliance via Getty Images)
Foto: Patrick Pleul/dpa/picture alliance via Getty Images/DeepSeek dan ChatGPT
Jakarta -

Saat ini, banyak orang mulai beralih ke chatbot AI untuk pertemanan dan dukungan kesehatan mental. Namun, ahli mengungkapkan jika AI tidak akan bisa menggantikan peran psikolog.

Laporan terbaru dari Common Sense Media menemukan 72% remaja berusia 13 hingga 17 tahun, pernah menggunakan pendamping setidaknya sekali. Responden survei mengatakan mereka menggunakan AI untuk percakapan dan aktivitas sosial (18%), dukungan emosional atau kesehatan mental (12%), dan sebagai teman atau sahabat (9%).

AI bisa menjadi alat yang ampuh, tetapi tidak dapat menggantikan interaksi manusia yang sesungguhnya, baik personal maupun profesional, demikian menurut Peneliti dan psikolog, Vaile Wright.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"AI tidak akan pernah menggantikan hubungan antarmanusia," katanya dalam CNBC.

AI Ingin Pengguna Tetap Berada di Aplikasi

Menurut Wright, Chatbot AI dibuat untuk membuat kamu tetap berada di platform selama mungkin. Para ahli mengatakan jika chatbot AI tidak dibuat untuk menyediakan interaksi jangka panjang yang memuaskan.

ADVERTISEMENT

AI tidak dapat memperkenalkan manusia kepada teman baru atau pasangan, dan tidak dapat memeluk manusia saat dibutuhkan.

"Chatbot dibuat untuk membuat pengguna tetap berada di platform selama mungkin karena itulah cara mereka menghasilkan uang," kata Wright.

Wright melanjutkan jika pada ada akhirnya, hubungan dengan chatbot terasa "palsu" dan "hampa" jika dibandingkan dengan hubungan dengan manusia.

AI Hanya Menyampaikan yang Ingin Didengar

Terapi dan persahabatan adalah alasan utama orang beralih ke AI generatif dan chatbot, menurut laporan Harvard Business Review. Namun para ahli memperingatkan bahwa AI tidak bisa menjadi terapis.

Wright menambahkan jika chatbot AI pada dasarnya memberi tahu orang-orang apa yang ingin mereka dengar.

"Bot-bot ini pada dasarnya memberi tahu orang-orang persis apa yang ingin mereka dengar," kata Wright.

"Jadi, jika Anda adalah seseorang yang, pada saat tertentu, sedang berjuang dan mengetikkan perilaku dan pikiran yang berpotensi berbahaya atau tidak sehat, chatbot jenis ini dirancang untuk memperkuat pikiran dan perilaku berbahaya tersebut," imbuhnya.

Kelemahan utama lainnya dari teknologi ini adalah AI memiliki pengetahuan, tetapi tidak memiliki pemahaman.

"Sayangnya, chatbot AI tahu bahwa penggunaan narkoba legal dapat membuat orang merasa lebih baik," kata Wright.

"Chatbot ini memberi Anda semangat dan jika seseorang mengatakan saya sedang terpuruk dan depresi, itu mungkin nasihat yang diberikannya. Tetapi chatbot ini tidak mengerti bahwa Anda tidak memberikan nasihat itu kepada orang-orang yang sedang dalam pemulihan," imbuhnya.




(nir/faz)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads