Ada yang pernah merasakan seakan arwah keluar dari tubuh? Peneliti belum lama ini mempublikasikan riset mengenai hal tersebut.
Berdasarkan penelitian tersebut, pengalaman ketika arwah terasa seakan keluar dari tubuh, diperkirakan merupakan mekanisme diri menghadapi sesuatu yang dipicu oleh trauma atau stres berat lainnya.
Penelitian dari University of Virginia (UVA) tersebut menantang asumsi umum yang mana pengalaman keluar tubuh atau out of body experience (OBE), semata-mata merupakan gejala penyakit mental.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mekanisme Diri Menghadapi Trauma
Berdasarkan data dari lebih dari 500 orang, para peneliti termasuk Marina Weiler, PhD dari UVA Health, berpendapat OBE bisa mewakili masalah mendasar untuk target pengobatan yang lebih baik, daripada pengalaman keluar tubuh itu sendiri.
"Banyak orang percaya mengalami OBE berarti ada yang salah dengan diri mereka, jadi mereka sering kali menyimpannya sendiri karena takut dihakimi atau dianggap memiliki penyakit mental. Sayangnya, banyak profesional kesehatan mental masih memandang pengalaman ini dengan cara yang sama," kata Weiler yang merupakan seorang ahli saraf di Divisi Studi Persepsi UVA.
Ia menyebut dalam penelitian ini ditemukan individu yang mengalami OBE cenderung memiliki kesehatan mental yang lebih buruk dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalaminya. Namun, temuan mereka juga menunjukkan OBE dapat berfungsi sebagai mekanisme dalam menanggapi trauma masa lalu, alih-alih menjadi suatu penyebab penyakit mental.
"Kami mendorong praktisi kesehatan mental untuk mempertimbangkan kembali cara mereka menafsirkan pengalaman ini dan mendekatinya dengan keterbukaan dan kepekaan yang lebih besar," ungkapnya, dikutip dari situs resmi kampus pada Minggu (6/7/2025).
Memahami Pengalaman Arwah Keluar dari Tubuh
Para peneliti mencatat banyak orang yang mengalami hal ini, menyatakan OBE sebenarnya bermanfaat. Satu studi menemukan 55% dari mereka yang mengalaminya mengatakan hidup mereka berubah dan 71% orang menilai OBE memiliki manfaat yang bertahan lama.
Sebanyak 40% orang menggambarkannya sebagai hal terhebat yang pernah terjadi pada mereka. Lebih jauh, banyak yang mengalaminya merasa tidak terlalu takut akan kematian, merasakan lebih banyak kedamaian batin, dan lebih terbuka terhadap ide-ide baru tentang hakikat eksistensi.
Sering Kali Dialami Saat Anak-anak
Untuk lebih memahami OBE, Weiler dan rekan-rekannya mengumpulkan data dari orang-orang berusia 18 tahun ke atas secara daring. Ia dan tim menanyakan kepada mereka apakah mereka yakin telah menjalani OBE dan menanyakan tentang riwayat medis mereka, termasuk riwayat kesehatan mental.
Usia rata-rata pengalaman keluar tubuh pertama kali dilaporkan masih muda, sering kali terjadi di masa kanak-kanak. Di antara mereka yang mengalaminya, 80% melaporkan satu hingga empat pengalaman, sementara 20% sisanya melaporkan lima atau lebih.
OBE digambarkan sebagai sesuatu yang spontan oleh 74% responden. Sedangkan 9% responden mengatakan mereka menggunakan senyawa psikoaktif.
Kemudian 8,2% lainnya mengatakan bahwa disebabkan sendiri oleh meditasi, visualisasi, atau cara lain. Hipnosis dilaporkan oleh 0,7% responden.
Para ilmuwan menemukan mereka yang mengalami OBE lebih sering didiagnosis dengan kondisi kesehatan mental daripada mereka yang tidak mengalami OBE. Semakin lama sejak OBE pertama terjadi, semakin besar kemungkinan mereka yang mengalami OBE didiagnosis dengan gangguan kesehatan mental.
Namun, Weiler dan rekan-rekannya menilai OBE itu sendiri mungkin bukan masalahnya. Sebaliknya, pengalaman keluar tubuh dapat mewakili upaya bawah sadar untuk menjauhkan diri dari kesedihan atau trauma atau realitas menyedihkan lainnya.
Trauma Masa Kecil pada yang Mengalami OBE
Ilmuwan menemukan tingkat trauma masa kecil yang tinggi pada kelompok OBE. Ini menunjukkan OBE mungkin merupakan respons disosiatif terhadap stres yang luar biasa atau rasa sakit emosional.
"Pandangan ini mengalihkan fokus dari sebab akibat ke kemungkinan OBE juga dapat muncul sebagai konsekuensi, strategi mengatasi untuk menavigasi pengalaman yang sulit atau traumatis," jelas para peneliti dalam riset mereka.
Berdasarkan temuan mereka, para peneliti mendesak penelitian lebih lanjut untuk mengeksplorasi implikasi potensial untuk perawatan kesehatan mental yang diterima orang-orang yang mengalami OBE.
"Jika OBE dipahami bukan sebagai gejala patologi tetapi sebagai mekanisme penanggulangan - terutama sebagai respons terhadap trauma - pembingkaian ulang ini dapat menyebabkan beberapa perubahan penting dalam praktik klinis, penelitian, dan pemahaman publik," kata Weiler.
"Pada akhirnya, kami berharap dapat mengurangi stigma seputar topik ini, mendorong pencarian bantuan, dan membangun komunitas dan ketahanan di antara orang yang mengalaminya," ungkapnya.
Para peneliti telah menerbitkan temuan mereka dalam jurnal ilmiah Personality and Individual Differences Volume 246, November 2025, 113292 berjudul "Are out-of-body experiences indicative of an underlying psychopathology?". Artikel ilmiah ini bersifat akses terbuka, artinya dapat dibaca secara gratis.
Tim peneliti terdiri dari Weiler, Alexander Moreira-Almeida, dan Martin M Monti. Para peneliti tidak memiliki kepentingan finansial dalam penelitian ini.
(nah/nwk)