Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2025 menunjukkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) lulusan D4-S3 RI mencapai 6,23 persen. Apa penyebabnya?
Sebelumnya,TPT diketahui merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur tenaga kerja yang tidak terserap oleh pasar kerja dan menggambarkan kurangtermanfaatkannya pasokan tenaga kerja. Secara nasional angka pengangguran tahun 2025 berada pada angka 4,76 persen yang tersebar dari lulusan SD hingga universitas.
Angka TPT tahun ini menuai perhatian dari berbagai pihak. Salah satunya Reni Astuti, anggota Komisi X DPR. Reni menegaskan angka pengangguran sarjana yang lebih tinggi dari nasional wajib menjadi PR bersama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Reni, kondisi ekonomi saat ini membuat orang tua kesulitan menguliahkan anak. Tak hanya sebelum berkuliah, setelah berkuliah para lulusan juga harus dihadapkan dengan kesulitan mendapat pekerjaan.
"Sekarang masuk kuliah tidak mudah, mau lulus tidak mudah, mencari pekerjaan juga sulit. Saya kira ini menjadi tantangan bagi kementerian dan seluruh jajarannya," tegas Reni dalam Rapat Komisi X DPR RI dengan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) disiarkan via Youtube TVR Parlemen, Rabu (2/7/2025).
Siswa yang Tidak Bisa Kuliah Bisa Diberi Pelatihan
Anggota dari Fraksi PKS ini menyarankan agar siswa yang tidak bisa melanjutkan pendidikan tinggi untuk diberikan pelatihan. Reni juga mencontohkan siswa berprestasi di bidang riset seperti Wakil Menteri Diktisaintek, Stella Christie, bisa diproyeksikan kemampuannya.
"Ada yang seperti Prof Stella yang punya kemampuan riset penelitian luar biasa sehingga bisa diproyeksikan menjadi profesor," saran Reni.
"Saya ingin mendapatkan penjelasan apakah kementerian memiliki semacam proyeksi dengan bonus demografi yang akan kita miliki sampai 2045,"imbuhnya.
Menteri Nilai Bukan Serta Merta Mahasiswa Tidak Punya Keahlian
Menteri Diktisaintek, Brian, mengiyakan tingkat pengangguran yang masih tinggi. Namun menurut Brian, hal ini bukan serta merta karena kurangnya keterampilan lulusan perguruan tinggi, tapi adanya deindustrialisasi.
Melansir dari laman Universitas Gadjah Mada (UGM), deindustrialisasi di Indonesia tengah menimpa sektor manufaktur. Terlihat dari banyaknya pabrik yang tutup dan badai PHK di berbagai tempat.
"Sebenarnya ada korelasi penambahan angka pengangguran. Artinya, tidak serta merta tidak siap lulusan kita untuk bekerja. Sangat mungkin juga terjadi industri yang tidak siap ketika lulusan kita ada, daya serapnya tidak ada," tutur Brian.
Untuk mengatasi hal ini, pihak Kemendiktisaintek tengah bekerja sama dengan berbagai industri dan kementerian/lembaga untuk melakukan hilirisasi.
"Kita bekerja sama dengan berbagai pihak, berbagai kementerian, berbagai BUMN, untuk melakukan hilirisasi produk-produk riset sehingga bisa menghasilkan industri baru, ekonomi yang lebih banyak, di samping industri yang sudah ada," pungkasnya.
(nir/nah)