Laporan Federal Reserve Bank of New York, The Labor Market for Recent College Graduate, menunjukkan pasar tenaga kerja bagi lulusan perguruan tinggi di Amerika Serikat memburuk pada kuartal pertama 2025.
Pada Februari 2025, tingkat pengangguran lulusan baru perguruan tinggi usia 22-27 tahun mencapai 5,8 persen. Angka ini merupakan yang tertinggi sejak Agustus 2021 (5,2 persen), yang notabene saat itu masih di tengah pandemi. Temuan tersebut diolah dari data Survei Populasi Terkini (IPUMS), Biro Sensus AS dan Biro Statistik Tenaga Kerja AS.
Lulusan Jurusan Teknik Komputer dan Ilmu Komputer Menganggur
Sementara itu berdasarkan data per 22 April 2025, dari 10 besar jurusan penyumbang pengangguran di AS, teknik komputer menduduki peringkat ketiga (7,5 persen). Sedangkan ilmu komputer menduduki peringkat ketujuh (6,1 persen).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun penyumbang pengangguran terbanyak berasal dari jurusan antropologi (9,4 persen) dan ilmu fisika (7,8 persen). Posisi keempat hingga keenam diisi jurusan seni komersial dan desain grafis (7,2 persen), seni rupa murni (7 persen), dan sosiologi (6,7 persen).
Cari Karyawan Berpengalaman
Alex Beene, instruktur literasi keuangan di University of Tennessee di Martin, mengatakan data ini mungkin mengejutkan bagi banyak orang di AS. Tingkat pengangguran lulusan ilmu komputer sama atau beda tipis dengan tingkat pengangguran jurusan yang relatif kurang populer, seperti kimia (6,1 persen) dan sosiologi (6,7 persen).
Ia menjelaskan, jurusan seperti ilmu komputer merupakan salah satu yang paling diminati karena banyaknya kebutuhan talenta beberapa tahun terakhir di berbagai bidang bisnis.
Namun, Beene mengatakan, lulusan baru khususnya susah dapat kerja karena jumlah lulusan tinggi, sementara perusahaan-perusahaan teknologi saat ini sedang mengurangi jumlah pekerja. Contohnya seperti Google dan Amazon yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada sebagian karyawannya, demi menaikkan laba.
"Banyaknya orang yang mengambil jurusan di suatu bidang tidak serta merta menciptakan lebih banyak talenta baru. Di samping itu, karena banyak perusahaan kini punya kebutuhan yang lebih kompleks, mereka sering menginginkan karyawan yang lebih terampil dengan rekam jejak keberhasilan yang sudah terbukti," kata Beene pada Newsweek, Jumat (23/5/2025).
Terlalu Banyak Lulusan dan Orang Dalam
Sementara itu, konsultan SDM Bryan Driscoll mengatakan faktor terlalu banyak suplai lulusan ilmu komputer dan rekrutmen yang memilih pelamar dengan orang dalam ketimbang talenta juga menghambat serapan tenaga kerja.
"Jurusan ilmu komputer telah lama menjual mimpi yang tidak sesuai dengan kenyataan. Pilih jurusan yang 'tepat', bekerja keras, dan kamu akan mendapatkan pekerjaan yang stabil dan bergaji tinggi. Namun seperti banyak jurusan dan pekerjaan terkait lainnya, kenyataan pahitnya adalah terlalu banyak lulusan, tidak cukup lowongan pekerjaan, utang mahasiswa yang besar, dan pasar yang lebih menghargai silsilah daripada potensi," ucapnya.
Magang Unpaid dan Outsourcing
Driscoll menekankan, perlu ada perubahan sistem serapan tenaga kerja agar tingkat pengangguran dari lulusan ilmu komputer tidak memburuk. Ia menekankan, jangan sampai para mahasiswa dan lulusan ilmu komputer terus-terusan terjebak magang tanpa upah dan outsourcing (alih daya), sementara lowongan kerja untuk tingkat pemula dihilangkan di perusahaan.
"Masalahnya adalah sistemnya. Kita telah memproduksi gelar (lulusan pendidikan tinggi) secara berlebihan tanpa memperhatikan betapa eksploitatif dan tertutupnya jalur perekrutan tenaga kerja teknologi," kata Driscoll.
(twu/twu)