Kisah Marie Thomas, Dokter Perempuan Pertama di Tanah Air

ADVERTISEMENT

Kisah Marie Thomas, Dokter Perempuan Pertama di Tanah Air

Trisna Wulandari - detikEdu
Kamis, 26 Jun 2025 14:30 WIB
Marie Thomas
Marie Thomas. Foto: Wikimedia Commons
Jakarta -

Marie Thomas adalah satu-satunya pelajar perempuan di antara 180 siswa laki-laki saat masuk Sekolah Pendidikan Dokter Bumiputra (STOVIA) pada 1912. Sepuluh tahun kemudian, ia resmi menjadi dokter perempuan pertama di Tanah Air.

Tak hanya itu, Marie Thomas fokus pada bidang ginekologi dan kebidanan. Ia terlibat dalam memperkenalkan kontrasepsi Intrauterine Device (IUD) untuk pengendalian angka kelahiran.

Dalam studi "Menggali Potret dr. Marie Thomas: Dokter Wanita Pertama di Indonesia" di jurnal Jazirah (2022), peneliti Arina Rahmalia dan rekan-rekan mengungkap, Marie hampir tak bisa ikut sekolah kedokteran, serta tidak dapat pembiayaan pemerintah dan ikatan kerja setelah lulus seperti pelajar laki-laki di STOVIA. Bagaimana ia bisa belajar kedokteran di sana dan menjadi dokter?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Marie Thomas

Marie Thomas lahir di Likupang, Minahasa Utara, Sulawesi Utara pada 17 Februari 1896. Ia putri dari tentara Adriaan Thomas (1861-1925) dan Nicolina Maramis (meninggal 1934).

Lulusan Europeesche Lagere School (ELS) 1911 ini memenuhi syarat untuk masuk STOVIA. Namun pada zaman kolonial Belanda, pendidikan di Hindia Belanda masih mendiskriminasi perempuan, termasuk untuk belajar menjadi dokter.

ADVERTISEMENT

Sementara itu, banyak pasien perempuan Bumiputera butuh bantuan medis. Dokter laki-laki tidak dapat membantu dengan alasan berbasis agama, moralitas, dan adat istiadat yang mereka pegang.

Dapat Beasiswa

Pada 18 April 1912, dokter perempuan Belanda dan aktivis Aletta Jacobs bertemu Gubernur Jenderal Hindia Belanda AWS Idenburg. Di sela jadwal keliling dunia, Aletta menyampaikan, dokter perempuan akan sangat membantu kesejahteraan dan kesehatan perempuan di Hindia Belanda.

Berangkat dari diskusi tersebut, STOVIA mulai menerima pelajar perempuan. Namun, mereka tidak dapat bekerja di Layanan Medis Sipil setelah lulus.

Karena dianggap tidak berkontribusi pada pemerintah, calon pelajar perempuan harus membayar sendiri pendidikan dan tempat tinggalnya. Kendati berasal dari keluarga ekonomi mampu, Marie Thomas tidak dapat membayar biayanya.

Beasiswa kuliah diperoleh Marie Thomas saat saudara Aletta, farmakolog perempuan pertama asal Belanda, Charlotte Jacobs dan rekan-rekan, mendirikan yayasan Studiefonds voor Opleiding van Vrouwelijke Inlandsche Artsen (SOVIA) pada 19 Agustus 1912. Yayasan ini bergerak dalam penggalangan dana bagi perempuan yang ingin belajar di STOVIA.

Kuliah Kedokteran

Sebelum menjalani pendidikan dokter, Marie Thomas ikut pendidikan khusus 4 tahun yang berfokus pada matematika dan fisika. Barulah kemudian ia belajar ilmu kedokteran, dengan minat pada ginekologi dan kebidanan.

Selang dua tahun kemudian, Marie disusul Anna Adeline Warouw, masuk STOVIA. Berbeda dengan Marie, Anna kelak berminat pada bidang oolaringologi (telinga, hidung, tenggorokan/THT). Kedua sahabat dari Minahasa ini dijuluki Si Kembar (de Tweeling).

Berdasarkan catatan Museum Kebangkitan Nasional, Marie Thomas lulus dengan nilai memuaskan. Ia lulus pada 1922.

Menjadi Dokter

Marie kemudian memupuk pengalaman di bidang kedokteran. Ia antara lain bertugas di Medan, Manado, dan Batavia.

Di Rumah Sakit Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting (CBZ, kini RSUPN Cipto Mangunkusumo Salemba Jakarta), Marie Thomas pernah menjadi asisten Dr Nicolaas Boerma, seorang dokter spesialis di bidang kebidanan dan salah satu tokoh perintis penggunaan alat kontrasepsi.

Pengalaman tersebut membuat Marie tergerak berfokus pada bidang kebidanan. Kelak, ia juga bekerja di RS Budi Kemuliaan di Jakarta, yang didirikan yayasan SOVIA.

Marie kemudian menikah dengan Mohammad Joesoef, dokter asal Solok, Sumatera Barat. Ia kelak mendirikan sekolah kedokteran di Bukittinggi, Sumbar.

Selama menjadi dokter, Marie tak enggak melayani kendati pasiennya tidak mampu membayar. Ia meninggal pada 1966 pada usia 70 tahun.




(twu/nah)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads