Presiden Prabowo Subianto baru saja tiba dari lawatannya ke Rusia pada Sabtu (21/6/2025) lalu. Saat Prabowo bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin, sejumlah jasa Rusia ke Indonesia diungkit.
"Pada saat Indonesia masih sangat miskin, Rusia membantu tanpa meminta kita kembali bayar utang dalam waktu cepat. Tapi akhirnya walaupun beberapa puluh tahun kami kembalikan utang kami pada saat itu," lanjut Prabowo dari YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (19/6/2025).
Tahukah detikers, dulu Sukarno, Presiden Indonesia pertama, membuat pimpinan Uni Soviet Nikita Kruschev, membuka bangunan di St Petersburg untuk masjid?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat itu 1956, Rusia masih berbentuk dan bernama Republik Sosialis Uni Soviet (USSR). Sukarno ditemani Megawati kecil, melakukan lawatan kenegaraan ke Moskow dan mampir ke St Petersburg yang saat itu masih bernama Leningrad. Kedua kota besar di Rusia itu berjarak 705 km.
Sebagai seorang teknokrat dan arsitek, Sukarno ingin sekali melihat St Petersburg, kota yang saat itu viral sebelum era media sosial, dengan kecantikan arsitektur dan bangunan-bangunannya.
Lanskap kota yang didirikan pada 1907 oleh Tsar Rusia Peter I yang dijuluki Peter The Great ini memang indah, layaknya bangunan-bangunan megah dan kuno di Eropa barat seperti Paris, Prancis. Aliran Sungai Neva yang lebar dan berliku membelah kota St Petersburg dengan banyak jembatan.
Nah, saat melintas di jembatan kota Trinity Bridge yang melintasi Sungai Neva, pandangan Sukarno tertuju pada bangunan yang memiliki kubah berwarna biru dan berbeda dibanding bangunan gereja Ortodoks yang beberapa menjadi bangunan ikonik di St Petersburg.
Gedung itu memiliki menara yang tinggi, memiliki arsitektur khas Asia Tengah, demikian dilansir dari buku Sahabat Lama, Era Baru: 60 Tahun Pasang Surut Hubungan Indonesia - Rusia tulisan Tomi Lebang. Sukarno menduga bahwa itu bangunan masjid.
Rasa penasaran Sukarno mendorongnya untuk meminta mampir ke gedung itu. Permintaan kepada para tentara Soviet yang ditugasi mengawal tamu negara itu ditolak mentah-mentah.
"Tidak, tidak. Tidak ada agenda untuk berkunjung ke gedung ini," kata para pengawal itu sebagaimana diceritakan Kapen Sosbud KBRI Rusia saat itu, Aji Surya, Minggu (8/7/2012) demikian dikutip dari arsip detikNews pada 9 Juli 2012.
Rasa penasaran tak bisa dibendung. Sukarno yang sudah kembali ke hotel, diam-diam kembali ke gedung berkubah biru itu.
Lantas, setelah kembali ke hotel, diam-diam Sukarno yang masih penasaran dengan bangunan itu kemudian kembali ke gedung berkubah biru itu. Sesampai di gedung itu, benar, ternyata gedung itu adalah masjid. Namun, masjid itu saat itu dijadikan gudang.
Saat itu Uni Soviet di bawah pemerintahan komunis. Semua bangunan masjid dan gereja diubah menjadi gudang dan aneka fungsi lainnya.
Sukarno sebagai seorang muslim, sangat prihatin. Saat kunjungan diam-diamnya, Sukarno menaksir bila bangunan itu adalah masjid, bisa menampung 3.000 jemaah. Setelah kunjungan diam-diam itu, Sukarno meminta jadwal kunjungan lainnya di Leningrad dibatalkan.
Saat bertemu pemimpin Soviet saat itu, Nikita Khrushchev, ketika ditanya kesannya tentang kota Leningrad, Sukarno malah menyinggung tentang masjid itu. Sukarno meminta dengan halus dan diplomatis agar pemerintah Soviet mengembalikan fungsi masjid itu sebagai tempat ibadah.
"Sukarno meminta masjid ini dikembalikan sesuai fungsinya. Hanya 10 hari setelah kunjungan Presiden Sukarno, bangunan ini kembali menjadi masjid," kisah Imam Central Mosque St Petersburg, Zhapar N Panchaev, dilansir dari buku Sahabat Lama, Era Baru.
Masjid Biru 'Sukarno'
Nama resmi masjid itu kini The Saint Petersburg Mosque, julukan tak resminya Blue Mosque alias Masjid Biru 'Sukarno'.
Saat detikEdu berkunjung ke masjid itu pada pertengahan Desember 2024 lalu, masjid itu masih gagah tegap berdiri dengan arsitektur yang cantik khas Asia Tengah. Lokasi masjid tersebut bersifat simbolis dan strategis, terletak di seberang Benteng Peter dan Paul di pusat kota St Petersburg.
Tak heran arsitekturnya khas Asia Tengah pecahan negara Uni Soviet. Saat dibangun pada 1910 lalu, masjid itu dibangun pekerja muslim Tsar Rusia Peter The Great yang sedang membangun kapal-kapal di galangan Sungai Neva. Pekerja-pekerja muslim ini berasal dari kawasan selatan Soviet yang kini menjadi Dagestan, Kazakhstan, Tajikistan dan Turkmenistan.
Izin pembangunan masjid ini diberikan langsung Tsar Nicholas II dengan arsitek Nikolai Vasilyev. Vasilyev memadukan dengan cermat ornamen ketimuran dan mosaik biru turqoise pada kubah, gerbang masjid, menara serta mihrab imam. Warna serba biru inilah yang membuat masjid ini dikenal dengan nama Masjid Biru.
Menurut pemandu wisata yang menyertai rombongan yang diikuti detikEdu, masjid ini ramai bila waktu salat Jumat.
(nwk/nah)