Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberlakukan tarif timbal balik (reciprocal tariff) terhadap barang-barang dari berbagai negara yang ke AS. Indonesia mendapatkan tarif Trump sebesar 32 persen.
Hal tersebut tentunya menjadi kekhawatiran tersendiri secara global.
Kepala Pusat Studi Pengembangan Industri dan Kebijakan Publik (PIKP) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Dr Ir Arman Hakim Nasution, MEng memiliki sejumlah usulan strategi nasional untuk menghadapi hal ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Amerika Serikat memberlakukan tarif impor berdasarkan defisit neraca perdagangan bilateral dengan negara-negara mitra dagang. Menurut Dr Arman, kebijakan ini murni berorientasi pada perlindungan ekonomi domestik AS, tanpa pertimbangan aliansi geopolitik seperti Brazil; Rusia; China; India; dan South Africa (BRICS) maupun hubungan bilateral negara lainnya.
Beberapa negara sekutu AS seperti Vietnam dan Kamboja bahkan juga dikenakan tarif tinggi.
Arman menilai hal itu memperlihatkan kepanikan ekonomi AS dalam memulihkan dominasinya di sektor Industri.
"Ini menunjukkan bahwa AS tidak lagi memprioritaskan hubungan strategis, tapi semata-mata hanya fokus pada kepentingan industrinya sendiri," jelas Arman, dikutip dari situs resmi ITS pada Kamis (10/4/2025).
Namun, Arman menyebut kebijakan ini berpotensi besar mengganggu stabilitas ekspor Indonesia, utamanya sektor nonmigas yang sejauh ini bergantung pada pasar AS. Sehingga dapat menurunkan daya saing dan membuka peluang relokasi ekspor dari negara lain ke Indonesia.
Arman mengingatkan supaya Indonesia tidak sampai menjadi pasar limpahan barang negara lain yang tidak bisa masuk ke AS.
Strategi Nasional Hadapi Tarif Trump
Arman mengatakan perlu ada strategi nasional yang komprehensif dan terstruktur untuk menghadapi tarif Trump. Ia menjabarkan enam langkah utama sebagai solusi yakni:
- Strategi resiprokal cerdas
- Penguatan produksi dalam negeri
- Transformasi sumber daya alam menuju ekonomi berbasis pengetahuan
- Sinkronisasi kebijakan antarsektor
- Diplomasi ekonomi
- Konsolidasi pelaku bisnis nasional.
Strategi ini disusun melalui sinergi antara Pusat PIKP ITS dan Program Studi Magister Inovasi Sistem dan Teknologi (MIST) Bidang Keahlian Inovasi Layanan dan Kebijakan Publik (ILKP) ITS yang berada di bawah Sekolah Interdisiplin Manajemen Teknologi (SIMT) ITS.
Kolaborasi lintas disiplin itu dilakukan untuk menghasilkan analisis yang komprehensif terhadap dampak dan respons kebijakan tarif Trump.
Menurut Arman, salah satu pilar penting strategi tersebut adalah membentuk jaringan ekspor yang kuat, dengan mencontoh kesuksesan Korea Selatan dan Jepang dalam membangun National Export Hub sebagai pusat koordinasi ekspor nasional.
"Indonesia dapat membentuk jaringan ekspor yang kuat melalui sinergi antara pemerintah, pengusaha, dan akademisi," kata Arman.
Strategi yang diusulkan Arman adalah mendorong pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) kedelapan mengenai pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi.
Dengan penguatan produksi dalam negeri, mendorong diplomasi ekonomi, serta membangun jaringan ekspor yang solid, strategi tersebut bertujuan menjaga stabilitas industri nasional. Langkah ini juga berpotensi menciptakan lapangan kerja baru serta meningkatkan daya saing di tengah ketidakpastian global.
Dosen Departemen Manajemen Bisnis ITS itu menekankan, dalam proses pembentukan strategi nasional, penting adanya peran naskah akademik dalam perancangan. Ia menilai pendekatan berbasis data dan analisis dinamis dapat memberikan simulasi dampak dari berbagai kebijakan yang akan diambil.
Arman menegaskan dengan naskah akademik, strategi yang dirancang akan berdampak lebih signifikan dan bersifat jangka pendek maupun panjang.
Arman juga menekankan pentingnya kolaborasi antara Pemerintah, pelaku bisnis, serta institusi pendidikan tinggi untuk merumuskan kebijakan strategi kebijakan luar negeri yang adaptif dan berpihak kepada kepentingan nasional.
"Sinergi antara negara, pelaku usaha, dan kampus seperti ITS ini sangat penting untuk menjamin keberlanjutan ekonomi nasional," jelasnya.
(nah/nwk)