Perubahan zonasi menjadi domisili merupakan salah satu kebijakan baru dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025. Domisili merupakan jalur penerimaan yang mempertimbangkan jarak rumah siswa ke sekolah.
Terkait jalur domisili mulai SPMB 2025, pakar pendidikan dari Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya Achmad Hidayatullah mengatakan bahwa sistem zonasi masih bagus untuk diterapkan. Namun, sistem ini masih perlu perbaikan.
"Karena dengan sistem zonasi (domisili) artinya ada kontrol pemerintah untuk pemerataan pendidikan. Sistem ini masih diperlukan guna memperkuat collective beliefs masyarakat, bahwa dalam pemerataan pendidikan ini penting," ujar Dayat dikutip dari laman UM Surabaya, Jumat (31/1/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagaimana Jika Sistem Ini Dihapus?
Menurut Dayat, jika sistem zonasi dihapus total, maka kesenjangan akan kembali muncul. Nantinya, sekolah unggul akan berisikan anak dari keluarga dengan ekonomi ke atas, sementara sekolah biasa berisikan siswa dengan ekonomi sebaliknya. Untuk itu, perbaikan dan peningkatan pengawasannya melalui sistem domisili menjadi penting.
"Tentunya ini tidak baik untuk masa depan pendidikan Indonesia. Apapun namanya, substansi dari zonasi ini perlu dipertahankan dengan pengawasan ketat," tuturnya.
Alokasi Siswa Gagal SPMB ke Swasta Langkah Baik
Kemudian, Achmad juga mengapresiasi kebijakan pemerintah lainnya terkait alokasi siswa yang gagal di SPMB ke sekolah swasta. Pemerintah menjamin bahwa siswa dengan ekonomi kurang mampu masih bisa sekolah di swasta secara gratis.
"Selama ini memang salah satu masalahnya, sekolah negeri menambah rombel belajar dan menambah kelas yang berdampak terhadap menurunnya jumlah siswa di sekolah swasta di beberapa area. Oleh karena itu, pelibatan sekolah swasta ini juga bentuk keadilan dalam bidang pendidikan bahwa pendidikan bisa diakses oleh semua rakyat," imbuhnya.
Jika kuota di sekolah negeri sudah penuh, calon siswa baru bisa bersekolah di swasta dengan biaya gratis karena ditanggung pemerintah daerah. Menurut Achmad, hal ini dapat memperkuat sistem epistemologi beliefs atau keyakinan siswa bahwa mereka bisa sekolah di mana saja, tidak hanya di sekolah negeri.
"Karena dukungan pemerintah meskipun di swasta, siswa akan merasa mendapatkan perhatian sehingga mereka tetap memiliki kepercayaan diri bahwa mereka memiliki kesempatan yang sama untuk berhasil," ucapnya.
Selain menyoroti soal siswa baru, Achmad juga menyebut masalah distribusi guru. Beberapa sekolah masih punya guru dengan kualifikasi kurang.
Achmad berharap kualitas guru di semua sekolah bisa merata. Pemerataan kualitas guru menentukan kualitas siswa.
(cyu/twu)