Selama perang Dunia I, kapal-kapal Inggris dan Amerika Serikat dipasangi pola kamuflase yang dikenal dengan nama "dazzle". Bentuknya belah ketupat atau trapesium gelap-terang.
Pola ini dulunya dipercaya dapat membingungkan kapal musuh saat membidik kapal target dengan torpedo. Pola dazzle diyakini dapat mendistorsi arah kapal, membuat awak kapal selam kesulitan dalam menentukan apakah kapal tersebut mendekat atau menjauh.
Namun, penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Royal Society Open Science menunjukkan bahwa efektivitas strategi kamuflase ini mungkin hanya berlaku untuk kapal yang bergerak cepat dan dalam jarak yang jauh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Simulasi dengan Kapal Perang Dunia I
Penelitian ini melibatkan analisis pola kamuflase yang digunakan selama Perang Dunia I dengan menggunakan model komputer 3D RMS Mauretania, sebuah kapal yang digunakan dalam perang sebagai kapal pasukan.
Dalam eksperimen tersebut, 16 kapal peserta melihat kapal simulasi melalui jendela yang menyerupai periskop. Kondisinya disesuaikan dengan keadaan nyata, seperti jarak dan tinggi periskop.
Kapal simulasi ini diberi warna abu-abu netral atau salah satu dari lima pola kamuflase yang berbeda. Para peserta penelitian lalu diminta untuk mengidentifikasi arah kapal berdasarkan tampilan visual yang diberikan.
Hasil eksperimen ini menunjukkan bahwa pola kamuflase dazzle memiliki dampak tertentu pada persepsi arah kapal.
"Kami menyelidiki dampak pola kamuflase yang berbeda, termasuk versi yang digunakan dalam perang, pada arah perjalanan yang dipersepsikan untuk model komputer 3 dimensi RMS Mauretania," ujar para peneliti, melansir Cosmos.
Mereka menemukan bahwa pola kamuflase dengan gradien memutarbalikkan arah kapal yang terlihat. Namun, efek yang dikenal sebagai "histeresis" menyebabkan kapal tampak bergerak melintasi cakrawala.
Histeresis dalam konteks ini adalah fenomena saat perubahan yang tampak pada kapal tidak langsung berubah saat sistem di baliknya melakukan perubahan. Jadi, ada jeda dan perbedaan antara apa yang terlihat oleh pengamat dengan apa yang sebenarnya tengah terjadi pada sistem di baliknya.
Fenomena tersebut muncul terlepas dari arah sebenarnya yang membuat sulit untuk menentukan apakah kapal tersebut sedang mendekat atau menjauh dari pengamat. Menariknya, efek histeresis ini tampaknya menurun seiring bertambahnya pengalaman berlayar para peserta, meskipun alasan di balik fenomena ini belum sepenuhnya dipahami.
"Kami tidak dapat mengetahui apakah isyarat visual yang halus lebih mudah dipahami oleh peserta yang berpengalaman dibandingkan dengan yang lain, atau apakah mereka hanya berupaya lebih keras untuk memberikan respons yang tepat," ujar para peneliti.
Dalam simulasi komputer yang terpisah, para peneliti melakukan percobaan dengan bidikan torpedo dan menunjukkan bahwa tergantung pada arah kapal. Efek puntiran dan histeresis dapat meningkatkan atau mengurangi perlindungan kapal terhadap bidikan torpedo yang akurat.
Meskipun pola kamuflase ini memberikan beberapa keuntungan dalam membingungkan musuh, penelitian menyimpulkan dalam banyak kasus, efek dari pola kamuflase Perang Dunia I hanya memberikan manfaat terbatas.
"Penelitian kami menunjukkan bahwa banyak pola silau Perang Dunia I akan memberikan manfaat terbatas dalam menipu musuh secara sistematis mengenai arah kapal target," ujar peneliti P George Lovell dan rekan-rekan.
Namun, pola kamuflase yang memberikan perubahan visual terbesar adalah pola lingkaran-lingkaran teratur yang ukurannya bertambah secara gradien sepanjang kapal.
"Jika kapal cepat dicat dengan kamuflase yang memberikan kesan yang kuat, hal ini mungkin akan menyebabkan kesalahan penargetan bagi awak kapal selam berpengalaman yang sebenarnya dapat menyelamatkan nyawa," kata peneliti.
(twu/twu)