Generasi Z atau Gen Z saat ini tengah memasuki masa remaja hingga meniti karier. Mereka lazimnya dikategorikan sebagai yang terlahir di pertengahan-akhir 1990-an hingga awal 2010-an, khususnya 1997-2012.
Memasuki periode mencari jati diri dan membangun karier, mengenal potensi diri jadi salah satu kunci bagi Gen Z untuk mengoptimalkan peluang yang terbuka.
Berdasarkan sejumlah studi, ada berbagai karakter Gen Z yang dapat dikenali dan diasah menjadi modal menavigasi masa depan. Simak plus-minus karakter Gen Z di bawah ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kelebihan Karakter Gen Z
Hasil Studi 1
Hasil studi Roberta Katz dari Pusat Studi Lanjutan Ilmu Perilaku, Stanford University dan rekan-rekan yang dipublikasi di buku Gen Z, Explained: The Art of Living in a Digital Age (2021) menunjukkan Gen Z punya kelebihan ini:
- Mandiri.
- Sangat peduli pada orang lain.
- Berjuang untuk keberagaman masyarakat.
- Kolaboratif dan sosial.
- Menghargai fleksibilitas, relevansi, dan otentisitas.
Penelitian mereka menunjukkan akses digital Gen Z yang lebih luas sejak kecil memungkinkan mereka belajar mengenai orang dan budaya luar di berbagai penjuru dunia. Keistimewaan ini memungkinkan Gen Z lebih menghargai keberagaman dan menemukan identitas unik sendiri.
Kendati dipandang malas, Gen Z mengembangkan caranya sendiri untuk memperoleh pendapatan. Misalnya dengan berjualan atau membuat konten.
Pada studi ini, sejak 2017, peneliti melakukan 120 wawancara di Stanford, Foothill College California, dan Lancaster University. Mereka juga melakukan sejumlah diskusi terpumpun serta 2 survei pada 2.000 orang usia 18-25 tahun di AS dan Inggris.
Mereka juga mencari tahu cara anak muda Gen Z mengekspresikan diri dengan menganalisis korpus iGen. Repositori digital ini berisi 70 juta item bahasa lisan dan tulisan orang usia 16-25 tahun dari hasil transkrip dan wawancara peneliti dan diskusi terpumpun; data publik dari Twitter, Reddit, Twitch, 4chan, Youtube; meme dan copypasta Facebook zerta Instagram.
Hasil Studi 2
Riset konsumen GlobalWebIndex (GWI) menunjukkan karakteristik positif Gen Z berikut:
- Memprioritaskan menabung.
- Senang melakukan perjalanan.
- Berpotensi membentuk adopsi AI.
- Membentuk budaya lewat media sosial.
GWI mendapati 40 persen Gen Z berasal dari keluarga berpenghasilan rendah. Sebanyak 25 persen di antaranya cenderung juga berpenghasilan rendah dibanding konsumen lainnya. Karena itu, mereka lebih sadar tentang uang dan pengeluarannya.
Di sisi lain, Gen Z juga cenderung senang memperkaya wawasan dengan travelling, kendati tidak menjadikannya prioritas seperti halnya Millennials. Gen Z suka belajar skill baru dan lebih banyak membaca.
Kemampuan Gen Z menggunakan teknologi juga dapat dimanfaatkan. Contohnya dalam membantu mengetes kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) di dunia kerja dan memastikan keamanannya. Untuk itu, Gen Z dapat dilatih lebih lanjut di bidang ini.
Kata Ahli Soal Gen Z
Para konsultan dari McKinsey & Company mengkategorikan Gen Z sebagai kelahiran 1996-2010. Mereka menyorot kebiasaan Gen Z sebagai digital native yang "extremely online", alias tak terpisahkan dengan internet.
Aspek belajar, bekerja, berteman, dan menjalin hubungan dengan orang lain pada kehidupan Gen Z menurutnya punya sisi baik yang dapat diasah, antara lain:
- Kecenderungan untuk mencari info di internet akan apapun sebelum membeli sesuatu dan membuat keputusan.
- Mengkurasi info pribadi yang ditampilkan di internet.
- Kecenderungan untuk menjadi anonim di internet kendati jauh lebih banyak mengonsumsi konten online dibandingkan generasi sebelumnya.
- Mendiskusikan minat dan bakatnya dengan orang lain di internet, mulai dari game sampai K-Pop.
- Berhubungan baik dengan orang-orang di dunia siber maupun dunia offline.
- Lebih mau merangkul orang-orang yang terpinggirkan (termarginalisasi) dan kurang terwakilkan (lebih inklusif).
- Lebih positif memandang isu kesehatan mental.
- Lebih aktif secara sosial dan politik, serta menyuarakannya di media sosial.
Kekurangan Karakteristik Gen Z
Rentan Cemas
Berdasarkan studi sejak paruh kedua 2022, periset GWI mendapati Gen Z rentan mengalami kecemasan. 29 persen Gen Z menyatakan hal senada. Salah satunya dipengaruhi oleh dampak-dampak pada hidup dan perekonomian mereka yang dipengaruhi pandemi dan perubahan iklim.
Untuk itu, para Gen Z bertalenta yang memasuki dunia kerja juga mempertimbangkan perusahaan atau pemberi kerja yang mengutamakan work-life balance, dukungan kesehatan mental, budaya lingkungan kerja yang baik, serta gaji atau kompensasi yang lebih baik.
Belum Kuat dalam Aksi Lingkungan
Gen Z dipandang lebih aktif menyuarakan kepedulian pada lingkungan. Namun di lapangan, Gen Z masih pragmatis (berpikir praktis, sempit, dan/atau instan) dalam menyikapi upaya yang harus dilakukan terhadap isu lingkungan yang mereka cemaskan, seperti perubahan iklim.
Periset GWI mendapati Gen Z lebih cenderung mencoba mendaur ulang. Sedangkan Millennials lebih cenderung membayar lebih untuk membeli produk yang lebih ramah lingkungan. Baby boomer cenderung memilih merek yang ramah lingkungan.
Sementara itu, konsultan McKinsey & Company mendapati kecenderungan Gen Z untuk online dan secara umum dapat berpengaruh pada timbulnya:
- Fear of missing out (FOMO), yakni rasa tidak mau ketinggalan kabar, info, atau tren terbaru.
- Perspektif atas tubuh (body image) lebih buruk.
- Lebih negatif memandang hidup, sehingga kesejahteraan sosial dan emosional lebih rendah daripada generasi sebelumnya.
Nah, apa saja karakteristik Gen Z menurut studi yang ada pada diri detikers?
(twu/nwk)