Apakah detikers pernah mendengar istilah geguritan? Ternyata ini semacam puisi yang bisa dilantunkan tapi dengan bahasa Jawa. Untuk melihat contohnya, bisa simak penjelasan di bawah ini.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), geguritan adalah puisi tradisional yang ditulis dalam bahasa Jawa. Geguritan biasanya dibaca dengan cara dinyanyikan seperti pada kidung atau tembang.
Dalam perkembangannya, geguritan juga biasa dikenal sebagai "puisi modern Jawa" karena merupakan kelanjutan ragam puisi yang telah ada sebelumnya. Selain itu, penyebutan "modern" ini juga didasari oleh ciri dari geguritan yang cenderung lebih bebas dari segi aturan tata bahasa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengertian Geguritan Menurut Ahli
Menurut Padmosoekotjo dalam bukunya Ngrengrengan Kasusastran Djawa Jilid I pada 1955, geguritan berasal dari kata dasar "gurit" yang memiliki arti kidung atau tembang. Kidung ini mengacu pada puisi yang dinyanyikan. Dengan demikian, geguritan dapat diartikan sebagai puisi yang dinyanyikan.
Purwadi dalam buku Tata Bahasa Jawa pada 2012, mendefinisikan geguritan sebagai kesusastraan Jawa yang isinya padat dan diolah dengan bahasa indah.
Sementara itu, Dhanu Priyo Prabowo dalam studinya berjudul "Ngasag di dalam Geguritan, Gambaran Konflik Nilai Budaya Tani Jawa", yang terbit di Atavisme, Vol 20, No. 1 pada 2017, mengartikan geguritan sebagai salah satu jenis genre sastra Jawa yang berisi ungkapan kreatif penyair mengenai suatu gagasan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa geguritan adalah karya sastra Jawa berisi puisi yang dinyanyikan oleh penyair mengenai suatu gagasan.
Ciri-ciri Geguritan
Mengutip studi "Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan Geguritan" karya Intana Kusumaningrom, yang terbit di situs Universitas Sebelas Maret pada 2022, terdapat beberapa ciri dari geguritan yang membedakannya dengan karya sastra lain, di antaranya:
- Geguritan memiliki bentuk atau struktur yang lebih bebas daripada tembang maupun parikan
- Geguritan biasanya berisi sindiran, protes, dan nasihat yang merasuk ke dalam pembaca maupun pendengar
- Menggunakan bahasa Jawa yang berkembang saat ini
- Memiliki pencipta atau pengarang
- Tidak terikat dengan pupuh-pupuh dan aturan purwakanthi
- Tidak terikat dengan guru lagu, guru wilangan, dan guru gatra
- Tidak terikat dengan metrum
Jenis-jenis Geguritan
1. Geguritan Mbeling
Jenis ini menjadi salah satu yang masih jarang ditemui dalam dunia kesusastraan Jawa. Kata "mbeling" ini berarti keluar dari konvensi yang sudah ada.
Dikutip dari studi "Geguritan Mbeling" yang terbit pada 2017 oleh Yusro Edy Nugroho dan kawan-kawan, geguritan mbeling biasanya menggunakan nuansa dan penggunaan bahasa yang tidak sesuai kamus.
2. Geguritan Gagrag Lawas
Geguritan gagrag lawas adalah salah satu jenis geguritan yang masih terikat pada aturan-aturan baku atau pakem yang berlaku sebelumnya. Jenis ini termasuk awal dari perkembangan geguritan sehingga masih sedikit terikat pada aturan lama.
3. Geguritan Gagrag Anyar
Geguritan gagrag anyar adalah salah satu jenis geguritan yang tidak terikat dengan aturan-aturan baku. Geguritan jenis ini cenderung lebih bebas dari segi struktur dan kebahasaannya.
Geguritan jenis ini biasanya menggunakan kosa kata yang diambil dalam bahasa selain Jawa, seperti bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, sebagaimana dikutip dari studi Gaya Kebahasaan Rahmat Djoko Pradopo dalam Antologi Geguritan Abang Mbranang pada 2020 oleh Bagus Wahyu Setyawan dan Kundharu Saddhono.
Contoh Geguritan
Crita Jroning Desa Pinggir Segara
oleh: Bagus Wahyu Setyawan
Sun rakit ukara
Tembang mawa aksara kang bakal aweh crita
Crita sing kinukir nyata tumanem jroning jiwa
Crita ana desa sapinggire segara
Nalika semana...
Pasir, padas, lan waktu minangka seksi bisu
Para murid padha mirengke pituture Mbah Guru
Ing emperen langgar, ngancik wektu tengah sore
Le...
Desane dhewe iki, ujare wong manca minangka surgane donya...
Sakiwa tengen kinupeng gunung-gunung dhuwur
Dadi tameng
Saka ombyake budaya manca
Saka rame swaane para panguwasa
....
Terjemahan:
Cerita di Desa Pinggir Pantai
oleh: Bagus Wahyu Setyawan
Ku rangkai kalimat
Kata dan huruf yang akan bercerita
Cerita yang terukir nyata tertanam dalam jiwa
Dahulu...
Pasir, padas, dan batu menjadi saksi bisu
Para murid sedang mendengarkan wejangan Mbah Guru
Di teras mushola, memasuki waktu sore hari
Nak...
Desa kita ini, kata orang manca adalah surga dunia
Kanan kirinya diapit gunung-gunung tinggi
Yang menjadi tameng
Dari arus budaya manca
Dari ramainya suara para penguasa
...
(faz/faz)