Dasar negara "Pancasila" dirumuskan oleh tiga tokoh penting dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Cosakai pada 29 April-1 Juni 1945. Seperti apa usulan dasar negara dari Soekarno?
Ketiga tokoh tersebut adalah Muhammad Yamin, Dr Soepomo, dan Ir Soekarno, yang masing-masing mengemukakan pendapat mengenai dasar negara yang berbeda. Namun, konsep "Pancasila" yang saat ini digunakan di Indonesia berawal dari pidato Ir Soekarno di gedung Chuo Sangi In pada 1 Juni 1945.
Usulan Dasar Negara Menurut Soekarno
Mengutip "Kisah Pancasila" yang diterbitkan oleh Kemdikbud pada 2017, gagasan mengenai "Pancasila" pertama kali dicetuskan oleh Ir Soekarno dalam sidang BPUPKI pada 1 Juni 1945. Saat itu, Soekarno adalah tokoh ketiga yang menyampaikan gagasannya mengenai dasar negara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Soekarno, ide mengenai dasar negara tidak harus diambil dari teori "pelik" dan "terperinci", melainkan diambil berdasarkan prinsip sederhana yang berakar pada sejarah dan pengalaman bangsa Indonesia sehari-hari.
Dalam pidatonya yang berjudul "Negara Pancasila", Soekarno kemudian mencetuskan lima prinsip dasar yang disebut sebagai "Pancasila". Penamaan ini diambil dari bahasa Sanskerta, yakni "Panca" yang berarti lima, dan "Sila" yang berarti prinsip. Kelima prinsip ini, yakni:
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan
Atas dasar ini, 1 Juni 1945 ditetapkan sebagai Hari Kelahiran Pancasila yang mengacu pada pidato Soekarno mengenai "Lima Prinsip" atau "Pancasila".
Penetapan Pancasila sebagai Dasar Negara
Setelah sidang BPUPKI, terdapat Panitia Sembilan yang bertugas merumuskan dasar negara. Akhirnya, dipilih ide atau gagasan Soekarno mengenai "Pancasila" sebagai dasar negara.
Rumusan dasar negara ini kemudian diubah dan disempurnakan oleh Panitia Sembilan yang diketuai langsung oleh Soekarno. Hasilnya, rumusan tersebut disahkan pada 22 Juni 1945, dengan isi sebagai berikut:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Kendati demikian, rumusan dasar negara ini mendapat protes dan penolakan dari masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Indonesia Timur. Penolakan ini ditujukan pada sila pertama yang dinilai hanya menekankan unsur Islam. Padahal, Indonesia terdiri dari berbagai agama dan kepercayaan.
Di tengah situasi yang memanas, Mohammad Hatta menengahi dengan memberikan usul untuk mengubah sila pertama yang semula "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa". Hal ini dilakukan untuk menjaga persatuan bangsa dan keutuhan wilayah Indonesia.
Usulan Hatta ini akhirnya disetujui pada 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945, sebagaimana dikutip dari Modul Pancasila yang diterbitkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2015.
(faz/faz)