Topan Milton AS Mematikan tapi Kenapa Tak Semua Warga Mengungsi? Ini Sebabnya

ADVERTISEMENT

Topan Milton AS Mematikan tapi Kenapa Tak Semua Warga Mengungsi? Ini Sebabnya

Trisna Wulandari - detikEdu
Kamis, 10 Okt 2024 20:00 WIB
Badai Milton Hantam Florida, Bisa Jadi Terparah dalam Satu Abad
ο»ΏTopan Milton membawa gelombang badai mematikan, tetapi tidak semua warga mengungsi. Peneliti sebut ini sebabnya. Foto: DW (News)
Jakarta -

Dua pekan lalu, Topan Helene menewaskan 230 orang di jalur gelombang badai di sepanjang daratan Florida, Amerika Serikat. Kini, Topan Milton dengan kekuatan serupa membawa angin kencang, gelombang badai mematikan, dan potensi banjir di hampir seluruh wilayah negara bagian tersebut.

Dilansir AP News pada Kamis (10/10/2024) pukul 12.45 WIB, siklon dengan kecepatan angin maksimal 120 mph ini sudah menghantam Siesta Key, Florida, pada pukul 08.30 waktu setempat atau 19.30 malam WIB pada Rabu (9/10/2024). Gelombang badai diperkirakan akan terus bergerak ke arah timur hingga memasuki Samudra Atlantik pada Kamis (10/10/2024) malam.

Pemadaman listrik di Florida hingga pukul 00.00 dini hari waktu setempat berdampak pada lebih dari 2 juta pelanggan listrik Florida. Pejabat Florida memerintahkan warganya mengungsi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jika Anda memilih untuk tetap berada di salah satu area evakuasi tersebut, Anda akan mati," kata Wali Kota Tampa, Florida, Jane Castor pada Senin (7/10/2024).

Namun tidak semua orang rupanya mengungsi dari rumah mereka. Apa sebabnya?

ADVERTISEMENT

Alasan Tak Semua Orang Mengungsi dari Topan Mematikan

Peneliti Carson MacPherson-Krutsky dari Natural Hazards Center di Colorado University (CU) Boulder mengatakan, berdasarkan hasil studinya, tidak semua orang mau dan tidak semua orang mampu mengungsi dari rumahnya yang rawan bencana.

Minim Informasi

Dalam studinya bersama Badan Manajemen Darurat Federal AS, ia mengungkapkan bahwa banyak orang tidak memiliki informasi tentang tempat perlindungan, baik lokasinya, hak akan tempat di sana, serta akses hewan peliharaan.

Meremehkan Risiko

Timnya mendapati bahwa sejumlah orang juga meremehkan risiko bencana sebesar topan kendati sudah diberi peringatan maupun pernah mengalami kejadian senada.

Namun, bencana sebelumnya biasanya tidak tidak seburuk yang diperingatkan orang-orang. Alhasil, mereka menganggap akan tetap aman di rumah.

Perempuan Lebih Mau Ikuti Arahan

Penelitian MacPherson-Krutsky dan rekan-rekan juga menunjukkan perempuan dua kali lebih mungkin untuk mengungsi jika diberi arahan dibandingkan dengan pria. Ia menjelaskan, perempuan cenderung lebih peka pada risiko sehingga lebih cenderung mengambil tindakan mitigasi dampaknya.

Tak Punya Privilege

Terlepas dari itu semua, ia mengatakan masih banyak orang kekurangan sumber daya transportasi, waktu, atau dukungan sosial untuk mengungsi. Di saat bencana, sumber daya seperti ini menjadi kemewahan bagi warga yang terdampak.

"Evakuasi adalah sebuah privilege (hak istimewa), dan banyak orang tidak memiliki hak istimewa itu," kata MacPherson-Krutsky, dikutip dari laman kampus.

Pemerintah Gagal Membuat Rencana Pengungsian Khusus

MacPherson-Krutsky menyarankan agar pemerintah dan lembaga perlu membuat perencanaan evaluasi dan pengungsian untuk berbagai jenis populasi. Termasuk di antaranya adalah orang-orang yang memiliki hewan peliharaan, penyandang disabilitas, atau masalah transportasi, yang menurutnya sangat memprihatinkan.

Kegagalan pihak berwenang dan lembaga dalam membuat rencana khusus untuk orang-orang tersebut menurutnya jadi menghambat akses ke pusat perlindungan bencana topan dan akses penyelamatan.

"Misalnya tidak punya transportasi yang tepat untuk kursi roda tersebut, sehingga mereka harus mengevakuasi orang tersebut tanpa kursi rodanya. Orang ini akhirnya terbaring di tempat tidur selama seminggu berikutnya di tempat penampungan. Itu adalah pengalaman yang sangat buruk," terangnya.

Stigma Tempat Pengungsian

MacPherson-Krutsky mengakui ada pandangan buruk soal tempat pengungsian. Ruangnya tidak privat untuk istirahat, tidak terasa cukup aman untuk pribadi, tidak bersih, dan tidak ramah anak adalah salah satunya.

Lagi-lagi, kesenjangan sosial tampak saat sejumlah orang berkecukupan pergi ke wilayah lain dan menginap di hotel saat bencana melanda. Sebab, orang tanpa privilege tidak mampu membayar demi keamanan semacam itu.

Perlunya Mengatasi Masalah Pengungsian

Ia menekankan, setidaknya, agar orang mau mengungsi ke tempat aman, warga perlu diberi penjelasan dengan kata-kata langsung atau tidak bersayap. Alih-alih menyebut 'banjir 100 tahun sekali', jelaskan tanda air tinggi dan ukuran ketinggiannya.

Pihak pembuat rencana tanggap darurat dan pemerintah daerah (pemda) menurutnya juga perlu membuat rencana penyelamatan saat pengungsian. Rencana ini meliputi cara mengevakuasi penyandang disabilitas, memiliki hewan, dan tidak punya kendaraan. Tempat tinggal jangka pendek dan panjang juga harus jelas.

Cara Aman Evakuasi Saat Bencana

Berikut saran MacPherson-Krutsky agar aman dalam evakuasi dan mengungsi jika terjadi bencana:

1. Perhatikan saran dari otoritas setempat, mereka adalah pihak yang memiliki informasi terkini. Jika mereka menyarankan evakuasi, pertimbangkan pilihan tersebut.

2. Cari tahu ke mana tempat evakuasi sebaiknya jika terjadi topan atau bencana lain.

3. Pastikan sumber daya listrik cadangan siap sedia jika sewaktu-waktu terdampak pemadaman.

4. Informasikan kabar dan pilihan dari tiga hal di atas pada orang terdekat sebelum terjadi keadaan darurat agar keluarga dapat mencari tahu keberadaan dan keselamatan jiwa kita.




(twu/faz)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads