Saat Pulau Jawa Diperebutkan Bangsa Eropa: Budak Pribumi Dijadikan Tentara

ADVERTISEMENT

Saat Pulau Jawa Diperebutkan Bangsa Eropa: Budak Pribumi Dijadikan Tentara

Fahri Zulfikar - detikEdu
Senin, 23 Sep 2024 10:00 WIB
A photo seized by the Storm Troops Regiment, showing Indonesian soldiers with various weapons and uniforms, in South Sumatra, Indonesia, between 1946 and 1948, is seen in this handout photo provided to Reuters on February 17, 2022. The Netherlands Institute for Military History (NIMH)/collection Stoottroepen Museum/Handout via REUTERS ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE HAS BEEN SUPPLIED BY A THIRD PARTY. MANDATORY CREDIT. NO RESALES. NO ARCHIVES.
Foto: via REUTERS/NIMH/COLLECTION STOOTTROEPEN MUS/tentara Indonesia dengan berbagai senjata dan seragam, di Sumatera Selatan pada 1940-an.
Jakarta -

Kenapa Pulau Jawa menjadi pusat ekonomi pemerintahan? Kenapa Pulau Jawa menjadi pusat pembangunan kemajuan Indonesia?

Jika detikers pernah bertanya-tanya seperti hal di atas, maka itu merupakan hal yang wajar mengingat wilayah Indonesia membentang luas dari Sabang sampai Merauke. Namun, kenapa Jawa dijadikan 'pusat', ini bisa ditelusuri dari berbagai sisi termasuk sejarah.

Jawa merupakan pulau paling padat penduduk di Indonesia dengan lebih dari 160 juta jiwa, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024. Bahkan jumlah ini menjadikan Jawa sebagai pulau terpadat di dunia, mengalahkan Pulau Honshu di Jepang dengan 103 juta jiwa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam bidang pendidikan, Pulau Jawa memiliki jumlah perguruan tinggi terbanyak kedua di Indonesia setelah Sumatra. Namun, mayoritas perguruan tinggi terbaik berada di Pulau Jawa, menurut berbagai lembaga pemeringkatan dunia.

Sejarah juga mencatat, bahwa Jawa memiliki letak geografis yang strategis, berada di tengah wilayah Indonesia dan menghadap Samudra Hindia. Ini yang membuat bangsa Eropa melirik Pulau Jawa setelah menjelajah samudra.

ADVERTISEMENT

Kedatangan Bangsa Eropa di Wilayah Nusantara

Merangkum arsip detikEdu, sejumlah bangsa Eropa mulai datang ke wilayah kepulauan Nusantara pada kurun waktu 1511-1529. Beberapa alasan bangsa Eropa datang ke belahan dunia Timur adalah untuk menguasai wilayah, perdagangan, dan memperoleh kekayaan.

Bangsa Eropa yang pertama sampai di wilayah Nusantara adalah Portugis. Pada 1511, bangsa Portugis yang dipimpin oleh Alfonso de Albuquerque menginjakkan kaki dan menyerang Malaka, wilayah yang kini mencakup Selat Malaka, pesisir timur Sumatra, hingga Semenanjung Malaysia.

Setelah itu, datang bangsa Spanyol dengan tujuan yang sama pada 1521. Kemudian pada 1596, bangsa Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman mendarat di wilayah pantai Jawa.

Mulanya, Belanda datang dengan misi perdagangan. Namun, setelah berada di Pulau Jawa, Belanda merasa banyak diuntungkan dan akhirnya dibentuklah kongsi dagang Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) pada 1602.

Pada masa ini, bangsa Eropa terus memperebutkan wilayah Jawa dengan niat menjajah dan menguasai segala sumber dayanya. Termasuk bangsa Inggris dan Prancis yang juga ikut datang ke Pulau Jawa.

Perbudakan di Pulau Jawa

Bangsa Eropa menilai Pulau Jawa sangat strategis untuk dijadikan pusat wilayah jajahan bidang perdagangan dan pertahanan. Hal ini yang membuat perang antarnegara penjajah dilakukan.

Akibatnya, orang-orang pribumi Pulau Jawa yang tidak berdaya menjadi korban dan dijadikan budak. Kondisi perbudakan ini bahkan telah dimulai sejak bangsa Belanda mendirikan VOC.

Kala itu, bangsa Eropa memperbudak ras lain. Ini sekaligus menekankan bahwa kulit putih (bangsa Eropa) adalah majikan, sedangkan kulit berwarna (cokelat/hitam) dijadikan budak. Mirisnya, para budak juga diperdagangkan di pasar budak dari pelbagai etnis.

Perbudakan ini menjadi penderitaan berkepanjangan bagi orang-orang yang mendiami wilayah yang disebut Hindia Timur pada masa itu. Untuk menghindari penderitaan ini, banyak orang Jawa yang akhirnya berbondong-bondong ingin bekerja di luar wilayah Nusantara.

Beberapa yang berhasil adalah buruh kontrak untuk perusahaan dagang Belanda di Suriname. Pada 1890, sekitar 30.000 imigran asal Jawa yang terikat kontrak dan bebas, akhirnya tiba di Suriname. Ini yang membuat di kemudian hari, terdapat banyak keturunan Jawa yang ada di Suriname.

Saat Perbudakan Diganti dengan Perekrutan Tentara

Dalam makalah yang terbit di Journal of Maritime Studies and National Integration Vol 1, No 1(2017), Djoko Marihandono menjelaskan kondisi Prancis di Jawa pada 1802.

Diketahui, bahwa Jenderal Militer asal Prancis yang sedang berperang dengan bangsa Eropa lain di Jawa, mulai memikirkan kondisi pertahanan mereka. Prancis memiliki ide bahwa para budak di Jawa bisa menjadi prajurit.

Beberapa pejabat penting Prancis yang ada di Jawa kemudian mengirimkan usulan ke kerajaan pusat di Paris. Beberapa usulannya yakni membentuk kelompok militer pribumi, Pulau Jawa harus dijadikan pusat wilayah jajahan, dan menyiapkan armada untuk melindungi Selat Malaka yang menjadi jalur perdagangan penting.

Usulan itu diajukan dengan tujuan menjaga Jawa selama mungkin dari ancaman bangsa Eropa lain yakni Inggris. Kala itu, pecah perang antara Prancis dan Inggris yang dikenal sebagai Perang Napoleon.

Untuk kebutuhan pertahanan Prancis di Jawa itu, Raja Luois Napoleon pun menyetujui dan hendak mewujudkan misi bangsanya.

Dia ingin Prancis bisa memperoleh keuntungan dari pulau-pulau di Nusantara, yang dikenal sangat kaya dengan sumber daya. Prancis juga terus melakukan diplomasi kekuasaan dengan bangsa lain yakni Belanda, yang lebih dulu ada di wilayah Pulau Jawa.

Prancis pun melakukan reorganisasi militer untuk memperkuat pertahanan di Jawa. Berdasarkan Instruksi Raja Louis kepada Gubernur Jenderal, pasal 18, dekrit No. 14 Desember 1806 dan dekrit 17 Desember 1806, seorang mantan perwira tentara Belanda bernama Herman Willem Daendels ditunjuk untuk mereformasi kelompok militer yang kuat di koloni ini.

Hubungan Prancis-Belanda sudah terjalin lama. Sejak awal bangsa Belanda menguasai wilayah Jawa, Daendels juga banyak meminta bantuan Prancis untuk mengirim pasukan guna menghindari dan melawan ancaman serangan Inggris.

"Untuk memperbanyak jumlah prajurit, ia melakukan musyawarah terhadap seluruh budak di Jawa, berdasarkan instruksinya tanggal 16 Februari 1808 tentang musyawarah budak untuk keperluan militer," tulis Djoko Marihandono.

Kala itu, pada 1808 terdapat pasukan tentara pribumi yang disebut dengan Jayengsekar. Pasukan ini gabungan dari berbagai wilayah seperti Tegal, Pekalongan, Semarang, Gresik, Surabaya, hingga Sumenep.

Kelompok Jayengsekar ditempatkan di bawah kewenangan masing-masing wilayah dan dapat berfungsi untuk mengamankan dan melindungi seluruh warga negara.

Prajurit Jayengsekar akan menerima gaji bukan dalam bentuk uang tunai melainkan dalam bentuk tanah. Komandan pertama menerima 15 jung (1 jung=4 bau atau Β± 28.386 mΒ²), komandan kedua menerima 10 jung, komandan ketiga delapan jung, kepala penjaga lima jung, kopral empat jung, dan prajurit biasa menerima tiga jung.

Per 20 April 1811, Kepala Staf Umum Brigadir Kolonel Gutzlaff menyatakan ada 2.430 tentara Eropa, 1.506 tentara ambon, dan 13.838 tentara pribumi, dengan total prajurit sebanyak 17.774 orang. Seluruh prajurit ditempatkan di Pulau Jawa dan hanya 400 prajurit yang ditempatkan di Palembang, Makassar, dan Timor.

Meski telah memiliki banyak pasukan, pada akhirnya Prancis kalah dari Inggris. Pada 1811, Inggris berhasil menemukan gudang senjata dan amunisi rahasia, yang kemudian digunakan untuk menaklukkan Prancis dan mengusirnya dari Jawa.

Inggris Menguasai Wilayah Nusantara, Tapi Tak Berlangsung Lama

Kekalahan Prancis dan para prajurit Daendels ditegaskan melalui "Perjanjian Tuntang". Prancis tak lagi bisa berada di wilayah Nusantara dan Belanda harus menyerahkan kekuasaannya ke Inggris. Bahkan, seluruh tentara atau militer Belanda yang selama ini berada di Nusantara harus menjadi tawanan pemerintahan Inggris.

Kala itu, kekuasaan Inggris di Hindia Belanda dipimpin oleh Thomas Stamford Raffles. Pada masa ini, sejumlah kebijakan dilakukan pemerintah kolonial Inggris, yakni:

- Wajib pajak dan kerja paksa dihapuskan

- Rakyat menentukan tanaman yang ditanam

- Tanah merupakan milik pemerintah, petani adalah penggarap.

- Bupati merupakan pegawai pemerintah

Namun, kekuasaan Inggris di wilayah Nusantara ini tak berlangsung lama. Setelah lima tahun (1811-1816), perubahan politik di Eropa membuat Inggris sepakat menyerahkan Hindia Belanda kembali pada Belanda.




(faz/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads