Angka kelahiran di Korea Selatan menurun hingga munculnya deklarasi 'darurat demografi'. Bank Korea menuding ujian masuk universitas sebagai penyebabnya.
Pada Selasa (3/9), Bank Korea menyerukan perombakan dalam ujian masuk universitas Korea Selatan yang sangat kompetitif. Pihaknya meyakini jika ujian masuk ini menjadi alasan dari turunnya angka kelahiran serta banyaknya orang-orang tinggal di Seoul.
Sebagai informasi, siswa SMA di Korea Selatan mengikuti ujian masuk universitas negeri dengan harapan mendapatkan tempat di kampus top seperti Universitas Nasional Seoul dan Universitas Yonsei. Demi mendapatkan bimbingan belajar intensif dan lingkungan yang mendukung, para orang tua rela merogoh kocek lebih untuk pindah ke Seoul, Ibu Kota Korea Selatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keluarga Ramai-ramai Pindah ke Seoul Demi Lolos Ujian Universitas
Tekanan kuat seputar proses ini mendorong lebih banyak keluarga pindah ke Seoul. Aibatnya, biaya pendidikan serta perumahan meningkat drastis. Hal ini, membuat anak muda Korea enggan menikah dan memiliki anak.
Menurut laporan Bank Korea, penduduk Seoul menghabiskan rata-rata bulanan 1,04 juta won atau Rp 12 juta untuk biaya les intensif. Dengan fasilitas ini, siswa yang tinggal di Seoul menyumbang 16% dari lulusan SMA yang diterima di kampus-kampus top.
Bank Korea memperingatkan bahwa status keuangan orang tua memengaruhi peluang anak-anak mereka untuk masuk ke universitas ternama. Orang tua yang kaya berbondong-bondong ke daerah dengan sumber daya pendidikan yang kuat, sehingga mendorong harga properti di sana.
"Kami mendukung reformasi struktural jangka panjang karena isu ini berperan dalam keputusan kebijakan moneter," kata Gubernur Bank Korea Rhee Chang Yon dalam Nikkei Asia dikutip Sabtu (7/9/2024).
Menanggapi tantangan ini, Bank Korea menyarankan agar universitas mengadopsi kuota regional untuk mahasiswa baru. Bank melihat populasi Korea Selatan bisa menyebar lebih luas ke seluruh negeri.
Bank mengatakan sistem saat ini gagal mengukur potensi mahasiswa tanpa sumber daya yang sama dengan rekan-rekan mereka yang lebih kaya, yang menyebabkan lebih sedikit keberagaman di universitas-universitas ternama. Bank juga memperingatkan bahwa persaingan yang berlebihan memengaruhi kesejahteraan mahasiswa.
Darurat Demografi Nasional
Seperti diketahui, Korea Selatan telah mendeklarasikan darurat demografi nasional lantaran populasi negara tersebut yang terus menurun. Pemerintah berjanji akan melakukan segala upaya untuk mengatasi krisis angka kelahiran yang rendah di Korea Selatan.
"Mulai hari ini, saya secara resmi mendeklarasikan darurat demografi nasional," kata Presiden Yoon Suk Yeol dalam Korea JoongAng Daily dikutip Sabtu (7/9/2024).
Tingkat kesuburan total di Korea, atau jumlah rata-rata perkiraan kelahiran seorang perempuan sepanjang hidupnya, turun ke titik terendah sepanjang masa sebesar 0,76 pada kuartal pertama 2024. Jumlah ini jauh di bawah rata-rata Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) sebesar 1,59.
Angka tersebut juga masih jauh dari angka yang diperlukan untuk mempertahankan jumlah penduduk saat ini sebesar 51 juta jiwa. Angka kelahiran diperkirakan akan turun ke level terendah 0,68.
"Krisis populasi yang disebabkan oleh angka kelahiran yang sangat rendah di negara ini adalah yang paling mendasar dari berbagai kesulitan yang dihadapi masyarakat kita saat ini," kata Yoon.
Selama 16 tahun terakhir, pemerintah Korea Selatan telah menggelontorkan sekitar 280 triliun won untuk kebijakan angka kelahiran. Tak berbuah hasil, Yoon mengatakan bahwa Korea Selatan sedang memecahkan rekor rendahnya angka kelahiran setiap tahunnya.
(nir/nwk)