Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri tutup usia pada Kamis (5/9/2024). Kabar ini dikonfirmasi oleh Rektor Universitas Paramadina, Didik J Rachbini, yang bersama Faisal Basri dan rekan-rekan mendirikan lembaga riset independen Institute for Development of Economics and Finance (INDEF).
Faisal Basri disemayamkan di rumah duka Kompleks Gudang Peluru Blok A 60, Tebet, Jakarta Selatan. Ia sedianya akan dimakamkan TMP Menteng Pulo usai waktu salat Asar.
Mengenang sosoknya, ini profil Faisal Basri semasa hidup.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Profil Faisal Basri, Ekonom UI
Faisal H Basri SE MA lahir di Bandung, 6 November 1959. Anak pasangan Hasan Basri Batubara dan Saidah Nasution ini juga keponakan dari Wakil Presiden Ketiga RI dan mantan Menteri Luar Negeri, Adam Malik Batubara.
Di jenjang S1, Faisal Basri menempuh pendidikan tinggi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (FEB UI). Ia lalu melanjutkan studi S2 di Vanderbilt University, Nashville, Tennessee, Amerika Serikat dan meraih gelar Master of Arts di bidang ekonomi.
Faisal Basri kemudian mengabdikan diri dan ilmu ke almamaternya sebagai dosen FEB UI sejak 1981. Ia di antaranya mengajar mata kuliah Ekonomi Politik, Ekonomi Pembangunan, Sejarah Pemikiran Ekonomi, dan Ekonomi Internasional, seperti dikutip dari keterangan resmi UI, Kamis (5/9/2024).
Di tengah pengabdiannya di bidang pendidikan, pada 1985-1987, Faisal Basri juga bergabung sebagai anggota tim Pembangunan Ekonomi Dunia di bawah Asisten Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Kedua. Ia juga menjadi anggota Tim Asistensi Ekuin Presiden RI pada 2000.
Fokus Faisal Basri di bidang pendidikan dan riset ekonomi kemudian makin tampak saat ia ditunjuk untuk menjabat sebagai Kepala Departemen Ekonomi dan Studi Pembangunan UI (1995-1998) dan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Perbanas Jakarta (1999-2003).
Faisal Basri juga membagikan ilmunya di Program Magister Akuntansi (Maksi), Magister Manajemen (MM), dan Magister Perencanaan Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan (MPKP), serta Pascasarjana UI.
Ia juga mendirikan Institut Pengembangan Ekonomi dan Keuangan (INDEF) bersama rekan-rekannya. Melalui lembaga riset independen ini, Faisal Basri dan rekan-rekan berupaya untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi bangsa melalui penelitian dan pengembangan kebijakan yang berdampak bagi masyarakat luas.
Rektor Universitas Paramadina dan salah satu pendiri INDEF, Didik J Rachbini, menuturkan institusi yang dirintis Faisal Bahri bersama dia, Fadhil Hasan, Didin Damanhuri, dan Nawir Messi itu lalu bergerak kritis dan progresif dalam menilai kebijakan ekonomi Indonesia.
"Pandangan Faisal dengan saya tidak berbeda, kesamaan pandangan dalam hal kemandirian analisis ekonomi dan keinginan mendorong reformasi ekonomi yang lebih adil dan pro-rakyat. Tetapi Faisal lebih berani, gamblang dan terus terang," ucap Didik dalam keterangan resmi.
"Dengan sahabat ekonom lainnya di INDEF seperti Didin Damanhuri, Faisal sama-sama mengedepankan prinsip-prinsip ekonomi yang berkelanjutan dan adil. Berbagi visi dalam hal reformasi kebijakan ekonomi yang berpihak pada kesejahteraan masyarakat bawah," sambungnya.
Indonesia Corruption Watch & Pendidikan Antikorupsi
Didik menuturkan, sahabatnya tersebut juga lantang berbicara soal pentingnya memberantas korupsi di Indonesia, khususnya pada sektor ekonomi dan pemerintahan. Ia pun mengajarkan anak muda akan transparansi dan akuntabilitas di bidang ekonomi dan politik Indonesia.
"Faisal Basri juga dihormati sebagai dosen ekonomi di Universitas Indonesia (UI), dan mendirikan lembaga think tank INDEF dengan kegiatan mengajar dan meneliti isu-isu ekonomi dengan fokus pada pembangunan ekonomi dan kebijakan publik," ucapnya.
Faisal Basri kelak tercatat sebagai salah satu pendiri Indonesia Corruption Watch (ICW). Pribadi independen dan antikorupsi sahabatnya di mata Didik jadi kenangan yang mengesankan.
"Tidak ada yang bisa mempengaruhi pandangan dan ketegasan dalam pemikirannya. Selalu kritis terhadap kebijakan pemerintah dan tidak segan untuk menyuarakan pendapat yang berbeda, meskipun itu tidak populer," ucapnya.
"Dia sering menunjukkan sikap independen dalam analisisnya dan tidak terikat dengan kepentingan partai politik tertentu. Juga menyesalkan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) diberangus pemerintah dan parlemen," sambung Didik.
(twu/pal)