Benarkah Otak Atlet Berbeda dengan Orang Biasa? Ini Faktanya

Luthfi Zian Nasifah - detikEdu
Kamis, 08 Agu 2024 12:00 WIB
Foto: ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT/Ilustrasi atlet yang sedang berfokus
Jakarta -

Sebuah studi mengungkapkan bahwa otak atlet berbeda dari otak nonatlet. Diketahui, otak atlet memiliki keunggulan karena dilatih selama bertahun-tahun. Lantas, apa perbedaannya?

Banyak atlet mendorong diri mereka sendiri untuk berprestasi dan memenangkan medali dari kompetisi satu ke kompetisi yang lain. Kebiasaan yang dilakukan bisa membentuk otak mereka menjadi mesin dengan performa luar biasa untuk memacu seluruh tubuh hingga batas maksimal.

Salah satu hasilnya adalah atlet lebih bisa fokus dan bisa menghindari gangguan di sekitarnya.

Kemampuan Otak Dalam Melatih Fokus Atlet

Sebuah studi cross-sectional pada 2019 yang dipimpin oleh para ilmuwan di Northwestern University, Amerika Serikat, menemukan bahwa atlet mahasiswa dari berbagai tim olahraga divisi teratas memiliki respons yang lebih kuat terhadap suara.

Ini membuktikan bahwa atlet memiliki sejumlah fitur sistem saraf yang berbeda dari orang biasa. Hal-hal terkait latihan dan konsentrasi yang teratur menjadi faktor pembentuk kemampuan otak dalam menyaring gangguan, sebagaimana dikutip dari Science Alert.

Biasanya para atlet dilatih dengan cara dibanjiri rangsangan suara acak, seperti gemuruh jet yang lewat di kejauhan, kebisingan area, dan derak pengeras suara penyiar.

Oleh karena itu, atlet perlu menentukan dengan cepat suara yang penting bagi keberhasilan mereka dan mana yang mengganggu.

Analisis lain berdasarkan pembacaan gelombang otak menunjukkan bahwa para atlet lebih mahir dalam mengabaikan kebisingan asing dan fokus pada suara target dengan gangguan minimal.

Sebagian besar fenomena ini dikaitkan dengan praktik mendengarkan teriakan pelatih dari tepi lapangan, sebagian atlet yang diteliti bermain di lingkungan yang secara tradisional tidak terlalu bising, seperti lapangan golf.

Teori Konsentrasi Visual Atlet

Tak hanya suara, sebuah penelitian menemukan bahwa pemain tenis yang terampil dapat memperpanjang momen konsentrasi visual yang intens. Umumnya momen konsentrasi itu disebut dengan periode 'quiet-eye' atau mata tenang.

Penelitian yang dipimpin oleh para peneliti asal Florida State University ini, menemukan bahwa pemain dengan keterampilan lebih dapat memiliki lebih dari sekadar periode quiet-eye, tetapi juga periode konsentrasi yang lebih lama.

Penelitian yang sama pada olahraga lain menunjukkan bahwa hubungan antara keterampilan dan periode quiet eye ini tak hanya terjadi pada tenis.

Terdapat indikasi adanya pengaruh dari situasi permainan yang membuat atlet berprestasi perlu mengubahnya menjadi kesempatan.

Analisa Korteks Mengungkap Otak Atlet

Menurut peneliti ada orang-orang yang terlahir dengan otak yang lebih mudah untuk mengembangkan sirkuit yang dibutuhkan untuk mendengarkan dengan teliti, menjaga mata tetap tenang, dan respons tajam.

Selain itu, ada juga orang-orang yang terlahir memiliki otot yang lebih kuat. Ahli genetika dari Parma University, Italia, menemukan adanya empat gen yang terlibat dalam perkembangan otot dan perilaku, khususnya agresi dan kecemasan. Akan tetapi, banyak atlet tingkat Olimpiade yang mungkin terlahir dengan bakat terpendam.

Dalam hal ini, penyelam elit telah terbukti memiliki bagian korteks, lapisan luar otak yang mengoordinasikan sebagian besar tindakan motorik, yang menebal, terutama di area yang terkait dengan kesadaran spasial dan persepsi gerakan tubuh.

Jalur antara daerah kortikal dan gugusan neuron di otak depan atau disebut juga sebagai striatum, penting dalam menyamakan rangkaian gerakan, juga tampaknya lebih berkembang pada atlet tingkat tinggi.

Para ilmuwan dari Max Planck Institute, Jerman, menunjukkan ada tiga atlet yang sangat terampil dalam lempar lembing dan lompat jauh, juga memiliki sirkuit kortikostriatal yang secara signifikan berbeda dari kelompok kontrol.

Meskipun sampelnya jauh lebih besar, studi menunjukkan bahwa jalur yang menghubungkan wilayah otak yang terlibat dalam mengoordinasikan gerakan yang berbeda untuk meraih tujuan berbeda pada atlet yang begitu terlatih.

Sementara itu, penelitian lain menunjukkan pencarian sensasi umum yang terjadi di kalangan atlet, terutama ketika mereka melibatkan pengambilan risiko, seperti pemain ski dan papan seluncur salju.



Simak Video "Ilmuwan Ciptakan Otak Mini Pertama dari Sel Manusia "

(faz/faz)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork