Material yang membentuk sesuatu ternyata berkembang seiring waktu. Hal ini yang kemudian dimanfaatkan oleh para ilmuwan untuk mengembangkan teknik baru yang memadukan spektroskopi korelasi foton sinar-X (XPCS), artificial intelligence (AI) dan pembelajaran mesin.
Penelitian tersebut dilakukan oleh para peneliti di Advanced Photon Source (APS) dan Center for Nanoscale Materials (CNM) di Argonne National Laboratory milik Department of Energy Amerika Serikat (DOE).
Tim peneliti tersebut berkolaborasi dengan tim komputasi di divisi ilmu sinar-X Argonne untuk melakukan simulasi molekuler dari dinamika polimer yang ditunjukkan oleh XPCS sehingga dapat menghasilkan data sintetis untuk melatih alur kerja AI.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menciptakan Material Sidik Jari yang Dapat Dianalisis
Ilmuwan menjelaskan bahwa teknik baru yang dikembangkan ini menciptakan "sidik jari" dari berbagai bahan yang dapat dibaca dan dianalisis oleh jaringan saraf untuk menghasilkan informasi baru yang sebelumnya tidak dapat diakses.
Jaringan saraf yang dimaksud adalah model komputer yang membuat keputusan dengan cara yang mirip dengan otak manusia.
Proyek yang tengah dikerjakan para peneliti ini disebut Artificial Intelligence for Non-Equilibrium Relaxation Dynamics atau AI-NERD. Tujuan pembuatan proyek ini adalah mencoba memetakan sidik jari material, mengelompokkannya dengan karakteristik serupa ke dalam lingkungan.
Proyek juga bertujuan untuk memadatkan data menjadi sidik jari yang hanya membawa informasi terpenting mengenai sampel sehingga dapat lebih memahami apa yang mereka pelajari.
"Anggap saja seperti memiliki genom material yang memiliki seluruh informasi yang dibutuhkan untuk merekonstruksi keseluruhan gambar," ujar peneliti postdoctoral Argonne James (Jay) Horwath, penulis pertama studi ini, dikutip dari phys.org.
Dengan melihat secara holistik fitur berbagai lingkungan sidik jari dari peta, para peneliti dapat memahami secara lebih baik bagaimana material tersebut terstruktur dan berevolusi seiring diberi tekanan dan relaksasi.
Sidik jari dibuat menggunakan teknik yang disebut sebagai autoencoder, yaitu jenis jaringan saraf pengubah data gambar asli menjadi sidik jari. Para ilmuwan menyebut pengubahan ini sebagai representasi laten.
Jaringan pada sistem sidik jari juga memiliki algoritma dekoder yang digunakan ketika peralihan dari representasi laten kembali ke gambar penuh.
Para ilmuwan telah menggabungkan XPCS dengan algoritma pembelajaran mesin tanpa pengawasan, yaitu bentuk jaringan saraf yang tidak membutuhkan pelatihan dari para ahli.
Algoritma yang telah dibuat para ilmuwan secara otomatis belajar mengenali pola tersembunyi dalam distribusi sinar-X yang dihamburkan oleh koloid, sekumpulan partikel yang terdispersi dalam larutan.
Peran Penting AI dalam Proyek
Lantas, apa fungsi AI dalam proyek AI-NERD? AI membantu para peneliti mempermudah pengerjaan proyeknya.
"Kami memahami bagaimana material bergerak dan berubah seiring waktu adalah dengan cara mengumpulkan data hamburan sinar-X," ujar Horwath.
Para ilmuwan mengalami kesulitan mendeteksi pola-pola itu dan memahami apa artinya karena terlalu rumit tanpa bantuan AI. Dengan AI, para ilmuwan dapat mengenal pola umum dengan baik dan mengkategorikan berbagai gambar sinar-X lebih efisien untuk diurutkan ke peta.
"AI dimanfaatkan untuk memperlakukan pola hamburan sebagai gambar atau foto biasa dan mencernanya untuk mencari tahu pola berulang apa saja," ungkap Horwath.
AI juga digunakan untuk memahami data hamburan ketika APS yang ditingkatkan mulai beroperasi. Fasilitas yang ditingkatkan akan menghasilkan sinar-X yang 500 kali lebih terang dibanding APS asli.
"Kami mendapatkan data dari APS yang ditingkatkan, kemudian menambahkan kekuatan AI untuk memilah data tersebut," tuturnya.
(faz/faz)











































